• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Tokoh

Mengenal KH Sujadi, Hijrah dan Dakwah atas Petunjuk Kiai

Mengenal KH Sujadi, Hijrah dan Dakwah atas Petunjuk Kiai
KH Sujadi, Mustasyar PCNU Pringsewu saat memberi sambutan pada salah satu kegiatan di Gedung NU Pringsewu. (Foto: Istimewa)
KH Sujadi, Mustasyar PCNU Pringsewu saat memberi sambutan pada salah satu kegiatan di Gedung NU Pringsewu. (Foto: Istimewa)

Pringsewu, NU Online Lampung
Berbicara NU di Kabupaten Pringsewu dan Tanggamus tak lepas dari sumbangsih dan peran sosok KH Sujadi. Sosok Kiai kelahiran Bantir, Temanggung, Jawa Tengah yang pernah menjadi Ketua Tanfidziyah PCNU Tanggamus masa khidmah 1998–2009 ini juga ikut membidani lahirnya PCNU Pringsewu yang mengikuti pemekaran kabupaten dari Tanggamus.


Abah Sujadi, sapaan karibnya, merupakan santri Pesantren Al- Asy’ariyah Kalibeber wonosobo Jawa Tengah asuhan KH Muntaha al-Hafidz. Setelah menamatkan pendidikan pesantren, ia didawuhi (diperintah) oleh kiainya untuk hijrah dan berdakwah di Provinsi Lampung.


Awalnya ia tinggal menjadi marbot Masjid Al-Ishlah Pagelaran dan mulai aktif berdakwah dan berorganisasi khususnya di Nahdlatul Ulama. Tercatat, ia pernah menjabat sebagai Wakil Ketua PC GP Ansor Lampung Selatan (1988 - 1998), Wakil Ketua PC GP Ansor Lampung Selatan (1988-1998), Ketua MUI Kecamatan Pagelaran (2001–2003), Ketua PC NU Kabupaten Tanggamus 1998–2009, dan Mustasyar PC NU Kabupaten Pringsewu 2009–sampai sekarang dan Wakil Ketua PWNU Lampung pada 2018.


Atas kiprah ini, para kiai juga mengarahkan Abah Sujadi untuk terjun di dunia politik dan tercatat pernah menduduki jabatan strategis yakni Anggota DPD/MPR RI periode (2004-2009), Wakil Bupati Tanggamus (2008-2011), Bupati Pringsewu periode 2011-2016, dan terpilih kembali menjadi Bupati Pringsewu periode kedua (2017-2022).


Walaupun berkiprah di dunia politik dan menduduki jabatan pemerintahan, Abah Sujadi tetap melanjutkan tradisi-tradisi pesantren yang sudah mendarah daging dalam dirinya. Ia tetap mengasuh para santri di Pesantren Nurul Ummah yang ia dirikan di Desa Gemah Ripah Kecamatan Pagelaran.


Ia juga masih memberi berbagai pengajian, baik umum maupun kepada santri-santrinya, di antaranya dengan kegiatan Ngaji Ahad Pagi (Jihad Pagi) yang rutin dilaksanakan di Gedung PCNU Pringsewu sebelum adanya pandemi Covid-19. Selama pandemi Covid-19 sampai sekarang, kegiatan ngaji juga tidak pernah berhenti dengan melakukannya secara dari melalui aplikasi Zoom setiap pagi pukul 5-6 pagi.


Pengajiannya bisa diakses oleh siapapun sehingga syiar dakwahnya pun semakin meluas. Setelah pandemi Covid mereda, Abah Sujadi mulai menyebarkan dakwahnya melalui pengajian umum dan juga kajian rutin bersama para santri di Islamic Center Pringsewu.


Baginya, berkhidmah di Nahdlatul Ulama merupakan tugas para santri. “Awak dinggo berjuang rusak. Ora dinggo berjuang yo rusak. Awak dinggo ngibadah yo rusak. Ora dinggo ngibadah yo rusak. Luwih becik kanggo berjuang lan ngibadah.” Inilah prinsip yang dipegang Abah Sujadi yang merupakan pesan KH Muntaha.


Dalam berkhidmah di NU, ia menganalogikan seperti gambar bumi yang ada pada lambang NU sebagai sebuah bola. Menurutnya bola ini menjadi manfaat jika bisa mengolahnya dengan baik dan sebaliknya bisa menjadi sebuah kemudlaratan jika tidak dengan baik menjaga serta menggunakannya.


“Kalau kita bisa memainkan bola, maka kita akan bisa membawa bola ini menjadi kesejahteraan. Tetapi kalau tidak bisa memainkan bola, maka kita akan dipermainkan. Kita akan ditendang ke sana, tendang ke sini,” katanya dalam sebuah video Youtube NU Online, yang diakses NU Online Lampung pada Rabu (4/1/2023).


“Bahkan jangan-jangan menjadi gol bunuh diri, karena kita tidak bisa mengelola bola itu sendiri,” katanya


Untuk mengelola ini, pengurus dan warga NU harus memiliki dan mempertahankan dua hal penting yang sudah diwariskan para ulama NU. Hal itu adalah spiritualitas dan mentalitas. Ke dua hal ini sudah dilatih oleh para kiai dan ulama kepada para santri yang digembleng dengan kedisiplinan belajar dan beribadah sehingga mampu menjadi modal dalam menghadapi masa depan.


“Sehingga ketika santri memiliki spiritualitas dan mentalitas yang tinggi, maka itu akan memungkinkan menjadi dukungan yang kuat untuk menempuh mental yang kuat,” jelas sosok santri yang menjadi Bupati Pringsewu ini.


Ojo dadi wong nggumunan (jangan jadi orang yang gampang heran dan kaget). Ketika melihat sesuatu yang berbeda, jangan mudah kemudian segera memvonis dia bersalah. Jangan-jangan ‘pikniknya’ kurang jauh,” imbaunya.


Penting juga untuk memegang prinsip yang senantiasa dipegang oleh Nahdlatul Ulama yakni “Al Mukhafadzatu alal Qadimis Shalih wal Akhdu bil Jadidil Ashlah” yakni senantiasa menjaga hal lama yang baik dan senantiasa mengadopsi hal baru yang lebih baik. “Santri harus terus memiliki ide dan kreativitas,” tegasnya. (Muhammad Faizin)


Editor:

Tokoh Terbaru