Tokoh

Perjuangan KH Wahid Hasyim Bagi Kemerdekaan Indonesia

Kamis, 15 Agustus 2024 | 19:00 WIB

Perjuangan KH Wahid Hasyim Bagi Kemerdekaan Indonesia

KH Abdul Wahid Hasyim (Foto: NU Online)

KH Abdul Wahid Hasyim merupakan salah satu pahlawan Nasional Indonesia. Jasanya dalam bidang agama dan politik sangat penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Salah satunya pernah terlibat dalam perumusan dasar negara pra-kemerdekaan hingga pembentukan pemerintahan awal negara Indonesia.


Kiai Wahid merupakan anak dari pendiri organisasi besar Islam, Nahdlatul Ulama, yakni KH Hasyim Asy’ari dan Nyai Nafiqah. Ia lahir pada Jumat Legi, 5 Rabiul Awal 1333 (1 Juni 1914 M), di Desa Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, dan wafat pada 19 April 1953, pukul 10.30 WIB di Bandung, Jawa Barat.


Ayahnya, KH Hasyim Asy’ari, merupakan ulama ahli fiqih dan Hadits, pendiri Pondok Pesantren Tebuireng. Sementara itu, ibunya merupakan putri dari seorang ulama Pengasuh Pesantren Sewulan Madiun, yakni Kiai Ilyas.


Setelah dewasa Kiai Wahid menikah dengan perempuan bernama Solichah binti Bisri Syansuri, yang juga saudara kandung dengan KH Wahab Hasbullah. Pasangan ini dikaruniai beberapa anak, salah satunya bernama Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang kelak menjadi Presiden Republik Indonesia ke-4.


Berlatar belakang pesantren yang kuat, serta hidup di era kolonial, menjadikan Kiai Wahid memiliki kesadaran bahwa bangsa Indonesia memiliki beragam masalah yang harus ditata, diperjuangkan martabatnya dan dibenahi struktur masyarakatnya.


Oleh karena itu, dia sering terlibat dalam upaya perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Salah satunya yakni Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam bahasa Jepang, dikenal dengan Dokuritsu Zyunbi Tyoosa-kai. Selain itu, Kiai Wahid juga terlibat dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dalam bahasa Jepang, dikenal dengan Dokuritsu Junbi Iinkai.  


Pembentukan BPUPKI merupakan salah satu upaya bertujuan untuk merumuskan dasar negara Indonesia. Dalam pembahasan ini, banyak sekali perdebatan antara tokoh yang menginginkan berasas Islam dan berasas sekuler. 


Untuk menghindari perdebatan yang tidak selesai, Sukarno mengajukan membentuk panitia kecil yang disebut Panitia Sembilan, dengan nama-nama sebagai berikut:

  1. Sukarno (ketua)
  2. Mohammad Hatta (wakil ketua)
  3. Alexander Andries Maramis (anggota)
  4. Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
  5. Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
  6. H Agus Salim (anggota)
  7. Achmad Soebardjo (anggota)
  8. KH Abdul Wahid Hasyim (anggota)
  9. Mohammad Yamin (anggota)


Panitia Sembilan membahas berbagai hal seputar dasar negara, salah satunya Pancasila. Dari perdebatan yang panjang akhirnya menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter). 


Tidak sampai di situ, perjuangan Kiai Wahid berlanjut saat dirinya menjabat sebagai Menteri Agama, pada tahun 1945-1949. Beliau merupakan Menteri Agama pertama di Indonesia yang ditunjuk secara langsung oleh Presiden Soekarno. Setelah itu, beliau juga menjadi Menteri Agama selama 3 periode hingga masa Kabinet Sukiman pada tahun 1951-1952.


Dalam kebijakannya, Kiai Wahid banyak memberikan subsidi lebih kepada siswa non-Muslim dibandingkan siswa Muslim. Hal tersebut menunjukkan komitmennya untuk meredakan ketegangan antar-agama.


Beberapa hal yang dijelaskan di atas hanyalah sebagian kecil dari usaha Kiai Wahid dalam kiprahnya kepada negara lewat pendekatan agama dan politik. Buah perjuangan yang dilakukannya masih bisa kita dirasakan hingga kini.


Yudi Prayoga, Pengajar di Pondok Pesantren Al Hikmah Bandar Lampung