Syiar

Berikut Beberapa Dalil tentang Cinta Tanah Air

Kamis, 15 Agustus 2024 | 11:00 WIB

Berikut Beberapa Dalil tentang Cinta Tanah Air

Ilustrasi cinta tanah air (Foto: NU Online)

Pada hari Sabtu yang akan datang, bertepatan dengan 17 Agustus, yang merupakan hari yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Karena pada hari itu, bangsa kita mendeklarasikan kemerdekaan dari para penjajah.


Deklarasi tersebut merupakan bentuk cinta dari bangsa Indonesia terhadap tanah airnya. Kita tidak ingin tanah air kita jajah terus, dieksploitasi sumberdayanya dan diganti dengan aturan-aturan yang berbeda dengan kebudayaan dan sosio kultur negeri kita. Maka dari itu, bentuk mencintai tanah air sejak dahulu hingga sekarang harus selalu dipupuk agar tetap menjadi spirit dari diri kita.


Dilansir dari NU Online, nasionalisme berasal dari kata nation bahasa Inggris yang berarti bangsa. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata bangsa memiliki beberapa arti: (1) kesatuan orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri; (2) golongan manusia, binatang atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai asal usul yang sama dan sifat khas yang sama atau bersamaan, dan (3) kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan biasanya menempati wilayah tertentu di muka bumi.


Istilah nasionalisme yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia memiliki dua pengertian: paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dan kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa.Ā 


Nasionalisme dalam arti sempit dapat diartikan sebagai cinta tanah air. Selanjutnya, dalam tulisan ini yang dimaksud dengan nasionalisme yaitu nasionalisme dalam arti sempit. Ā Ā 


Al-Jurjani dalam kitabĀ al-Ta’rifat mendefinisikan tanah air dengan al-wathan al-ashli. Ā Ā 


Ā Ų§ŁŽŁ„Ł’ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†Ł Ų§Ł„Ł’Ų£ŁŽŲµŁ’Ł„ŁŁŠŁ‘Ł Ł‡ŁŁˆŁŽ Ł…ŁŽŁˆŁ’Ł„ŁŲÆŁ Ų§Ł„Ų±Ł‘ŁŽŲ¬ŁŁ„Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł’ŲØŁŽŁ„ŁŽŲÆŁ Ų§Ł„Ł‘ŁŽŲ°ŁŁŠ Ł‡ŁŁˆŁŽ ŁŁŁŠŁ‡Ł Ā 


Artinya: al-Wathan al-Ashli yaitu tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya (Ali Al-Jurjani, al-Ta’rifat, Beirut, Dar Al-Kitab Al-Arabi, 1405 H, halaman 327). Ā 


Dalil-dalil Cinta Tanah Air Ā Ā 

Mencintai tanah air adalah hal yang sifatnya alami pada diri manusia. Karena sifatnya yang alamiah melekat pada diri manusia, maka hal tersebut tidak dilarang oleh agama Islam, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran/nilai-nilai Islam. Ā  Ā 


Meskipun cinta tanah air bersifat alamiah, bukan berarti Islam tidak mengaturnya. Islam sebagai agama yang sempurna bagi kehidupan manusia mengatur fitrah manusia dalam mencintai tanah airnya, agar menjadi manusia yang dapat berperan secara maksimal dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memiliki keseimbangan hidup di dunia dan akhirat. Ā  Ā 


Berkenaan dengan vonis bahwa cinta tanah air tidak ada dalilnya, maka guna menjawab vonis tersebut, perlu untuk kita mencermati paparan ini. Berikut adalah dalil-dalil tentang bolehnya cinta tanah air: Ā Ā 


1. Dalil Cinta Tanah Air dari Al-Qur’an Ā Ā 

Salah satu ayat Al-Qur’an yang menjadi dalil cinta tanah air menurut penuturan para ahli tafsir adalah Al-Qur’an Surat Al-Qashash ayat 85:


Ā Ų„ŁŁ†Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł‘ŁŽŲ°ŁŁŠ ŁŁŽŲ±ŁŽŲ¶ŁŽ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’ŁƒŁŽ Ų§Ł„Ł’Ł‚ŁŲ±Ł’Ų¢Ł†ŁŽ Ł„ŁŽŲ±ŁŽŲ§ŲÆŁ‘ŁŁƒŁŽ Ų„ŁŁ„ŁŽŁ‰ Ł…ŁŽŲ¹ŁŽŲ§ŲÆŁ Ā Ā 


Artinya: Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur’an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali (QS Al Qashash: 85).


Para mufassir dalam menafsirkan kata "Ł…Ų¹Ų§ŲÆ" terbagi menjadi beberapa pendapat. Ada yang menafsirkan kata "Ł…Ų¹Ų§ŲÆ" dengan Makkah, akhirat, kematian, dan hari kiamat. Namun menurut Imam Fakhr Al-Din Al-Razi dalam tafsirĀ Mafatih Al-Ghaib, mengatakan pendapat yang lebih mendekati yaitu pendapat yang menafsirkan dengan Makkah. Ā Ā 


Syekh Ismail Haqqi Al-Hanafi Al-Khalwathi (wafat 1127 H) dalam tafsirĀ Ruhul Bayan mengatakan:


وفي ŲŖŁŽŁŲ³ŁŠŲ±Ł Ų§Ł„Ų¢ŁŠŲ©Ł Ų„Ų“ŁŽŲ§Ų±ŁŽŲ©ŁŒ Ų„Ł„ŁŽŁ‰ Ų£Ł†Ł‘ŁŽ Ų­ŁŲØŁ‘ŁŽ Ų§Ł„ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†Ł Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł„Ų„ŁŠŁ…Ų§Ł†ŁŲŒ ŁˆŁƒŁŽŲ§Ł†ŁŽ Ų±ŁŽŲ³ŁŁˆŁ„Ł اللهِ - صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł… - ŁŠŁŽŁ‚ŁŁˆŁ„Ł ŁƒŁŽŲ«ŁŁŠŲ±Ł‹Ų§: Ų§ŁŽŁ„Ł’ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†ŁŽ Ų§Ł„ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†ŁŽŲŒ ŁŁŽŲ­ŁŽŁ‚Ł‘ŁŽŁ‚ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł سبحانه Ų³ŁŲ¤Ł’Ł„ŁŽŁ‡Ł ....... Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ Ų¹ŁŁ…ŁŽŲ±Ł رضى الله عنه Ł„ŁŽŁˆŁ’Ł„Ų§ŁŽ Ų­ŁŲØŁ‘Ł Ų§Ł„ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†Ł Ł„ŁŽŲ®ŁŽŲ±ŁŲØŁŽ ŲØŁŽŁ„ŁŽŲÆŁ Ų§Ł„Ų³Ł‘ŁŁˆŲ”Ł ŁŁŽŲØŁŲ­ŁŲØŁ‘Ł Ų§Ł„Ų£ŁŽŁˆŁ’Ų·ŁŽŲ§Ł†Ł Ų¹ŁŁ…Ł‘ŁŲ±ŁŽŲŖŁ’ Ų§Ł„ŲØŁŁ„Ł’ŲÆŁŽŲ§Ł†Ł.Ā 


Artinya: Di dalam tafsirnya ayat (QS Al-Qashash: 85) terdapat suatu petunjuk atau isyarat bahwa ā€œcinta tanah air sebagian dari imanā€. Rasulullah saw (dalam perjalanan hijrahnya menuju Madinah) banyak sekali menyebut kata; ā€œtanah air, tanah airā€, kemudian Allah swt mewujudkan permohonannya (dengan kembali ke Makkah)….. Sahabat Umar ra berkata; ā€œJika bukan karena cinta tanah air, niscaya akan rusak negeri yang jelek (gersang), maka sebab cinta tanah air lah, dibangunlah negeri-negeri (Ismail Haqqi al-Hanafi, Ruhul Bayan, Beirut, Dar Al-Fikr, Juz 6, halaman 441-442).


Selanjutnya, ayat yang menjadi dalil cinta tanah air menurut ulama yaitu Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 66.


ŁˆŁŽŁ„ŁŽŁˆŁ’ Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽŲ§ ŁƒŁŽŲŖŁŽŲØŁ’Ł†ŁŽŲ§ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡ŁŁ… Ų£ŁŽŁ†Ł Ų§Ł‚Ł’ŲŖŁŁ„ŁŁˆŁ’Ų§ Ų£ŁŽŁ†Ł’ŁŁŲ³ŁŽŁƒŁ… Ų£ŁŽŁˆŁ Ų£Ų®Ų±ŁŲ¬ŁŁˆŲ§ مِن ŲÆŁŁŠŁŽŲ§Ų±ŁŁƒŁŁ…Ł’ Ł…ŁŽŲ§ ŁŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŁˆŁ’Ł‡ Ų„ŁŁ„Ł‘ŁŽŲ§ Ł‚Ł„ŁŠŁ„ŁŒ منهم Ā  Ā 


Artinya: Dan sesungguhnya jika seandainya Kami perintahkan kepada mereka (orang-orang munafik): ā€˜Bunuhlah diri kamu atau keluarlah dari kampung halaman kamu!’ niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka... (QS An-Nisa: 66). Ā Ā 


Syekh Wahbah Al-Zuhaily dalam tafsirĀ al-Munir fil Aqidah wal Syari’ah wal Manhaj menyebutkan:


وفي Ł‚ŁˆŁ„Ł‡: (Ų£ŁŽŁˆŁ Ų§Ų®Ł’Ų±ŁŲ¬ŁŁˆŁ’Ų§ مِنْ ŲÆŁŁŠŁŽŲ§Ų±ŁŁƒŁŁ…Ł’) Ų„ŁŁŠŁ’Ł…ŁŽŲ§Ų”ŁŒ Ų„ŁŁ„Ł‰ŁŽ Ų­ŁŲØŁ‘Ł Ų§Ł„ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†Ł ŁˆŲŖŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŁ‘Ł‚Ł Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲ§Ų³Ł ŲØŁŁ‡ŁŲŒ ŁˆŁŽŲ¬ŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‡ Ł‚ŁŽŲ±ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ Ł‚ŁŽŲŖŁ’Ł„Ł Ų§Ł„Ł†ŁŽŁ‘ŁŁ’Ų³ŁŲŒ ŁˆŁŽŲµŁŲ¹ŁŁˆŁ’ŲØŁŽŲ©Ł Ų§Ł„Ł‡ŁŲ¬Ł’Ų±ŁŽŲ©Ł Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł„Ų£ŁˆŁ’Ų·ŁŽŲ§Ł†Ł. Ā 


Artinya: Di dalam firman-Nya (وِ Ų§Ų®Ł’Ų±ŁŲ¬ŁŁˆŁ’Ų§ مِنْ ŲÆŁŁŠŁŽŲ§Ų±ŁŁƒŁŁ…Ł’) terdapat isyarat akan cinta tanah air dan ketergantungan orang dengannya, dan Allah menjadikan keluar dari kampung halaman sebanding dengan bunuh diri, dan sulitnya hijrah dari tanah air (Wahbah Al-Zuhaily, al-Munir fil Aqidah wal Syari’ah wal Manhaj, Damaskus, Dar Al-Fikr Al-Mu’ashir, 1418 H, Juz 5, halaman 144). Ā Ā 


Pada kitabnya yang lain, Tafsir al-Wasith, Syekh Wahbah Al-Zuhaily mengatakan:


وفي Ł‚ŁŽŁˆŁ„ŁŁ‡Ł ŲŖŁŽŲ¹ŁŽŲ§Ł„Ł‰: (Ų£ŁŽŁˆŁ Ų§Ų®Ł’Ų±ŁŲ¬ŁŁˆŲ§ مِنْ ŲÆŁŁŠŲ§Ų±ŁŁƒŁŁ…Ł’) Ų„ŁŲ“ŁŽŲ§Ų±ŁŽŲ©ŁŒ ŲµŁŽŲ±ŁŁŠŁ’Ų­ŁŽŲ©ŁŒ Ų„Ł„ŁŽŁ‰ ŲŖŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŁ‚Ł Ų§Ł„Ł†ŁŁŁŁˆŁ’Ų³Ł Ų§Ł„ŲØŁŽŲ“ŁŽŲ±ŁŁŠŁ‘ŁŽŲ©Ł ŲØŁŲØŁŁ„Ų§ŲÆŁŁ‡Ų§ŲŒ ŁˆŁŽŲ„ŁŁ„ŁŽŁ‰ Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ų­ŁŲØŁ‘ŁŽ Ų§Ł„ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†Ł Ł…ŁŲŖŁŽŁ…ŁŽŁƒŁ‘ŁŁ†ŁŒ فِي Ų§Ł„Ł†ŁŁŁŁˆŁ’Ų³Ł ŁˆŁŽŁ…ŁŲŖŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŁ‚ŁŽŲ©ŁŒ ŲØŁŁ‡ŁŲŒ Ł„ŁŲ£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŽ Ų³ŁŲØŁ’Ų­Ų§Ł†ŁŽŁ‡Ł Ų¬ŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŽ Ų§Ł„Ų®ŁŲ±ŁŁˆŁ’Ų¬ŁŽ Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł„ŲÆŁ‘ŁŁŠŁŽŲ§Ų±Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ų£ŁŽŁˆŁ’Ų·Ų§Ł†Ł Ł…ŁŲ¹ŁŽŲ§ŲÆŁŁ„Ų§Ł‹ ŁˆŁŽŁ…ŁŁ‚Ų§Ų±ŁŁ†Ł‹Ų§ Ł‚ŁŽŲŖŁ’Ł„ŁŽ Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŁŁ’Ų³ŁŲŒ ŁŁŽŁƒŁŁ„ŁŽŲ§ Ų§Ł„Ų£ŁŽŁ…Ł’Ų±ŁŽŁŠŁ’Ł†Ł Ų¹ŁŽŲ²ŁŁŠŁ’Ų²ŁŒŲŒ ŁˆŁŽŁ„ŁŽŲ§ ŁŠŁŁŁŽŲ±Ł‘ŁŲ·Ł Ų£ŲŗŁ’Ł„ŁŽŲØŁ Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲ§Ų³Ł ŲØŁŲ°ŁŽŲ±Ł‘ŁŽŲ©Ł مِنْ ŲŖŁŲ±Ų§ŲØŁ Ų§Ł„ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†Ł Ł…ŁŽŁ‡Ł’Ł…ŁŽŲ§ ŲŖŁŽŲ¹ŁŽŲ±Ł‘ŁŽŲ¶ŁŁˆŁ’Ų§ Ł„ŁŁ„Ł’Ł…ŁŽŲ“ŁŽŲ§Ł‚Ł‘Ł ŁˆŲ§Ł„Ł…ŁŽŲŖŁŽŲ§Ų¹ŁŲØŁ ŁˆŲ§Ł„Ł…ŁŲ¶ŁŽŲ§ŁŠŁŽŁ‚Ų§ŲŖŁ. Ā 


Artinya: Di dalam firman Allah, keluarlah dari kampung halaman kamuā€ terdapat isyarat yang jelas akan ketergantungan hati manusia dengan negaranya, dan (isyarat) bahwa cinta tanah air adalah hal yang melekat di hati dan berhubungan dengannya. Karena Allah swt menjadikan keluar dari kampung halaman dan tanah air, setara dan sebanding dengan bunuh diri. Kedua hal tersebut sama beratnya. Kebanyakan orang tidak akan membiarkan sedikitpun tanah dari negaranya manakala mereka dihadapkan pada penderitaan, ancaman, dan gangguan (Wahbah Al-Zuhaily, Tafsir al-Wasith, Damaskus, Dar Al-Fikr, 1422 H, Juz 1, halaman 342). Ā Ā 


Ayat Al-Qur’an selanjutnya yang menjadi dalil cinta tanah air, menurut ahli tafsir kontemporer, Syekh Muhammad Mahmud Al-Hijazi yaitu pada QS At-Taubah ayat 122.


ŁˆŁŽŁ…Ų§ ŁƒŲ§Ł†ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŲ¤Ł’Ł…ŁŁ†ŁŁˆŁ†ŁŽ Ł„ŁŁŠŁŽŁ†Ł’ŁŁŲ±ŁŁˆŲ§ ŁƒŁŽŲ§ŁŁ‘ŁŽŲ©Ł‹ ŁŁŽŁ„ŁŽŁˆŁ’Ł„Ų§ Ł†ŁŽŁŁŽŲ±ŁŽ مِنْ ŁƒŁŁ„Ł‘Ł ŁŁŲ±Ł’Ł‚ŁŽŲ©Ł Ł…ŁŁ†Ł’Ł‡ŁŁ…Ł’ Ų·Ų§Ų¦ŁŁŁŽŲ©ŁŒ Ł„ŁŁŠŁŽŲŖŁŽŁŁŽŁ‚Ł‘ŁŽŁ‡ŁŁˆŲ§ فِي Ų§Ł„ŲÆŁ‘ŁŁŠŁ†Ł ŁˆŁŽŁ„ŁŁŠŁŁ†Ł’Ų°ŁŲ±ŁŁˆŲ§ Ł‚ŁŽŁˆŁ’Ł…ŁŽŁ‡ŁŁ…Ł’ ؄ِذا Ų±ŁŽŲ¬ŁŽŲ¹ŁŁˆŲ§ Ų„ŁŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡ŁŁ…Ł’ Ł„ŁŽŲ¹ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ‡ŁŁ…Ł’ ŁŠŁŽŲ­Ł’Ų°ŁŽŲ±ŁŁˆŁ†ŁŽ Ā Ā 


Artinya: Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya (QS At-Taubah: 122).Ā 


Syekh Muhammad Mahmud al-Hijazi dalam Tafsir al-Wadlih menjelaskan ayat di atas sebagai berikut:


ŁˆŲŖŁŲ“ŁŁŠŲ±Ł Ų§Ł„Ų¢ŁŠŲ©Ł ؄لى Ų£Ł†Ł‘ŁŽ ŲŖŁŽŲ¹ŁŽŁ„Ł‘ŁŁ…ŁŽ العلمِ Ų£ŁŽŁ…Ł’Ų±ŁŒ واجِبٌ على Ų§Ł„Ų£Ł…Ł‘ŁŽŲ©Ł Ų¬ŁŽŁ…ŁŠŲ¹Ł‹Ų§ ŁˆŁŲ¬ŁŁˆŲØŁ‹Ų§ لا ŁŠŁŽŁ‚ŁŁ„Ł‘Ł Ų¹ŁŽŁ† ŁˆŁŲ¬ŁˆŲØŁ الجِهادِ ŁˆŲ§Ł„ŲÆŁ‘ŁŁŲ§Ų¹Ł Ų¹ŁŽŁ†Ł Ų§Ł„ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†Ł ŁˆŁŽŲ§Ų¬ŁŲØŁŒ Ł…ŁŁ‚ŁŽŲÆŁ‘ŁŽŲ³ŁŒŲŒ ŁŁŽŲ„ŁŁ†Ł‘ŁŽ Ų§Ł„ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†ŁŽ ŁŠŁŽŲ­Ł’ŲŖŲ§Ų¬Ł ؄لى Ł…ŁŽŁ†Ł’ ŁŠŁŁ†Ų§Ų¶ŁŁ„Ł Ų¹ŁŽŁ†Ł’Ł‡Ł ŲØŁŲ§Ł„Ų³Ł‘ŁŽŁŠŁŁ ŁˆŁŽŲ„ŁŁ„ŁŽŁ‰ Ł…ŁŽŁ†Ł’ ŁŠŁŁ†ŁŽŲ§Ų¶ŁŁ„Ł Ų¹ŁŽŁ†Ł’Ł‡Ł ŲØŁŲ§Ł„Ł’Ų­ŁŲ¬Ł‘ŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„ŲØŁŲ±Ł’Ł‡ŁŽŲ§Ł†ŁŲŒ ŲØŁŽŁ„Ł’ Ų„ŁŁ†Ł‘ŁŽ ŲŖŁŽŁ‚Ł’ŁˆŁŁŠŁŽŲ©ŁŽ Ų§Ł„Ų±Ł‘ŁŁˆŲ­Ł Ų§Ł„Ł…ŁŽŲ¹Ł’Ł†ŁŽŁˆŁŁŠŁ‘ŁŽŲ©ŁŲŒ ŁˆŲŗŁŽŲ±Ł’Ų³ŁŽ Ų§Ł„ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†ŁŁŠŁ‘ŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŲ­ŁŲØŁ‘Ł Ų§Ł„ŲŖŁ‘ŁŽŲ¶Ł’Ų­ŁŁŠŁŽŲ©ŁŲŒ ŁˆŁŽŲ®ŁŽŁ„Ł’Ł‚ŁŽ Ų¬ŁŁŠŁ’Ł„Ł ŁŠŁŽŲ±ŁŽŁ‰ Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ų­ŁŲØŁ‘ŁŽ Ų§Ł„ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†Ł Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł„Ų„ŁŁŠŁ…ŁŽŲ§Ł†ŁŲŒ ŁˆŁŽŲ£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ų§Ł„ŲÆŁ‘ŁŁŁŽŲ§Ų¹ŁŽ Ų¹ŁŽŁ†Ł’Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ§Ų¬ŁŲØŁŒ Ł…ŁŁ‚ŁŽŲÆŁ‘ŁŽŲ³ŁŒ. Ł‡ŁŽŲ°ŁŽŲ§ Ų£ŁŽŲ³ŁŽŲ§Ų³Ł ŲØŁŁ†ŁŽŲ§Ų”Ł Ų§Ł„Ų£ŁŁ…Ł‘ŁŽŲ©ŁŲŒ ŁˆŲÆŁŽŲ¹ŁŽŲ§Ł…ŁŽŲ©Ł Ų§Ų³Ł’ŲŖŁŁ‚Ł’Ł„ŁŽŲ§Ł„ŁŁ‡ŁŽŲ§. Ā 


Artinya: Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa belajar ilmu adalah suatu kewajiban bagi umat secara keseluruhan, kewajiban yang tidak mengurangi kewajiban jihad, dan mempertahankan tanah air juga merupakan kewajiban yang suci. Karena tanah air membutuhkan orang yang berjuang dengan pedang (senjata), dan juga orang yang berjuang dengan argumentasi dan dalil. Bahwasannya memperkokoh moralitas jiwa, menanamkan nasionalisme dan gemar berkorban, mencetak generasi yang berwawasan ā€˜cinta tanah air sebagian dari iman’, serta mempertahankannya (tanah air) adalah kewajiban yang suci. Inilah pondasi bangunan umat dan pilar kemerdekaan mereka (Muhammad Mahmud al-Hijazi, Tafsir al-Wadlih, Beirut, Dar Al-Jil Al-Jadid, 1413 H, Juz 2, halaman 30). Ā Ā 


Ayat-ayat di atas sebagaimana telah jelaskan oleh para mufassir dalam kitab tafsirnya masing-masing merupakan dalil cinta tanah air di dalam Al-Qur’an Al-Karim. Ā Ā 


2. Dalil Cinta Tanah Air dari Hadits Ā Ā 

Berikut ini adalah hadits-hadits yang menjadi dalil cinta tanah air menurut penjelasan para ulama ahli hadits, yang dikupas tuntas secara gamblang:


Ų¹ŁŽŁ†Ł’ Ų£ŁŽŁ†ŁŽŲ³Ł Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲØŁŁŠŁ‘ŁŽ ŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ³ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ…ŁŽ ŁƒŁŽŲ§Ł†ŁŽ Ų„ŁŲ°ŁŽŲ§ Ł‚ŁŽŲÆŁŁ…ŁŽ مِنْ Ų³ŁŽŁŁŽŲ±Ł ŁŁŽŁ†ŁŽŲøŁŽŲ±ŁŽ Ų„ŁŁ„ŁŽŁ‰ Ų¬ŁŲÆŁŲ±ŁŽŲ§ŲŖŁ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŲÆŁŁŠŁ†ŁŽŲ©Ł Ų£ŁŽŁˆŁ’Ų¶ŁŽŲ¹ŁŽ Ł†ŁŽŲ§Ł‚ŁŽŲŖŁŽŁ‡Ł ŁˆŁŽŲ„ŁŁ†Ł’ ŁƒŁŽŲ§Ł†ŁŽ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ ŲÆŁŽŲ§ŲØŁ‘ŁŽŲ©Ł Ų­ŁŽŲ±Ł‘ŁŽŁƒŁŽŁ‡ŁŽŲ§ مِنْ Ų­ŁŲØŁ‘ŁŁ‡ŁŽŲ§ ....... ŁˆŁŽŁŁŁŠ Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŽŲÆŁŁŠŲ«Ł ŲÆŁŽŁ„ŁŽŲ§Ł„ŁŽŲ©ŁŒ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ ŁŁŽŲ¶Ł’Ł„Ł Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŲÆŁŁŠŁ†ŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ł…ŁŽŲ“Ł’Ų±ŁŁˆŲ¹ŁŁŠŁ‘ŁŽŲ© Ų­ŁŲØŁ‘Ł Ų§Ł„ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†Ł ŁˆŲ§Ł„Ų­ŁŽŁ†ŁŁŠŁ†Ł Ų„ŁŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡ŁĀ 


Artinya: Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi saw ketika kembali dari bepergian, dan melihat dinding-dinding madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah (HR Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi). Ā Ā 


Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany (wafat 852 H) dalam kitab Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari menegaskan dalam hadits tersebut terdapat dalil (petunjuk): pertama, dalil atas keutamaan kota Madinah; kedua, dalil disyariatkannya cinta tanah air dan rindu padanya. Ā Ā 


Sependapat dengan Al-Hafidz Ibnu Hajar, Badr Al-Din Al-Aini dalam kitab ā€˜Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari menyatakan:


ŁˆŁŽŁŁŁŠŁ‡: ŲÆŁŽŁ„ŁŽŲ§Ł„ŁŽŲ© Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ ŁŁŽŲ¶Ł’Ł„Ł Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŲÆŁŁŠŁ†ŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ł…ŁŽŲ“Ł’Ų±ŁŁˆŲ¹ŁŁŠŁ‘ŁŽŲ©Ł Ų­ŁŲØŁ‘Ł Ų§Ł„ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†Ł ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ų­ŁŁ†Ł‘ŁŽŲ©Ł Ų„ŁŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡ŁĀ 


Artinya: Di dalamnya (hadits) terdapat dalil (petunjuk) atas keutamaan Madinah, dan (petunjuk) atas disyari’atkannya cinta tanah air dan rindu padanya (Badr Al-Din Al-Aini, Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, Beirut, Dar Ihya’i Al-Turats Al-Arabi, Juz 10, halaman 135). Ā Ā 


Imam Jalaluddin Al-Suyuthi dalam kitab Al-Tausyih Syarh Jami Al-Shahih menyebutkan:


Ų­ŁŽŲÆŁ‘ŁŽŲ«ŁŽŁ†ŁŽŲ§ Ų³ŁŽŲ¹ŁŁŠŲÆŁ ŲØŁ’Ł†Ł Ų£ŁŽŲØŁŁŠ Ł…ŁŽŲ±Ł’ŁŠŁŽŁ…ŁŽŲŒ Ų£ŁŽŲ®Ł’ŲØŁŽŲ±ŁŽŁ†ŁŽŲ§ Ł…ŁŲ­ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲÆŁ ŲØŁ’Ł†Ł Ų¬ŁŽŲ¹Ł’ŁŁŽŲ±ŁŲŒ Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ: Ų£ŁŽŲ®Ł’ŲØŁŽŲ±ŁŽŁ†ŁŁŠ Ų­ŁŁ…ŁŽŁŠŁ’ŲÆŁŒŲŒ Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ų³ŁŽŁ…ŁŲ¹ŁŽ Ų£ŁŽŁ†ŁŽŲ³Ł‹Ų§ Ų±ŁŽŲ¶ŁŁŠŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ų¹ŁŽŁ†Ł’Ł‡ŁŲŒ ŁŠŁŽŁ‚ŁŁˆŁ„Ł: Ā«ŁƒŁŽŲ§Ł†ŁŽ Ų±ŁŽŲ³ŁŁˆŁ„Ł Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł ŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ³ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ…ŁŽ Ų„ŁŲ°ŁŽŲ§ Ł‚ŁŽŲÆŁŁ…ŁŽ مِنْ Ų³ŁŽŁŁŽŲ±ŁŲŒ ŁŁŽŲ£ŁŽŲØŁ’ŲµŁŽŲ±ŁŽ ŲÆŁŽŲ±ŁŽŲ¬ŁŽŲ§ŲŖŁ Ų§Ł„Ł…ŁŽŲÆŁŁŠŁ†ŁŽŲ©ŁŲŒ Ų£ŁŽŁˆŁ’Ų¶ŁŽŲ¹ŁŽ Ł†ŁŽŲ§Ł‚ŁŽŲŖŁŽŁ‡ŁŲŒ ŁˆŁŽŲ„ŁŁ†Ł’ ŁƒŁŽŲ§Ł†ŁŽŲŖŁ’ ŲÆŁŽŲ§ŲØŁ‘ŁŽŲ©Ł‹ Ų­ŁŽŲ±Ł‘ŁŽŁƒŁŽŁ‡ŁŽŲ§Ā»ŲŒ Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ Ų£ŁŽŲØŁŁˆ Ų¹ŁŽŲØŁ’ŲÆŁ Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł: Ų²ŁŽŲ§ŲÆŁŽ Ų§Ł„Ų­ŁŽŲ§Ų±ŁŲ«Ł ŲØŁ’Ł†Ł Ų¹ŁŁ…ŁŽŁŠŁ’Ų±ŁŲŒ Ų¹ŁŽŁ†Ł’ Ų­ŁŁ…ŁŽŁŠŁ’ŲÆŁ: Ų­ŁŽŲ±Ł‘ŁŽŁƒŁŽŁ‡ŁŽŲ§ مِنْ Ų­ŁŲØŁ‘ŁŁ‡ŁŽŲ§. Ų­ŁŽŲÆŁ‘ŁŽŲ«ŁŽŁ†ŁŽŲ§ Ł‚ŁŲŖŁŽŁŠŁ’ŲØŁŽŲ©ŁŲŒ Ų­ŁŽŲÆŁ‘ŁŽŲ«ŁŽŁ†ŁŽŲ§ Ų„ŁŲ³Ł’Ł…ŁŽŲ§Ų¹ŁŁŠŁ„ŁŲŒ Ų¹ŁŽŁ†Ł’ Ų­ŁŁ…ŁŽŁŠŁ’ŲÆŁŲŒ Ų¹ŁŽŁ†Ł’ Ų£ŁŽŁ†ŁŽŲ³ŁŲŒ Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ: Ų¬ŁŲÆŁŲ±ŁŽŲ§ŲŖŁŲŒ ŲŖŁŽŲ§ŲØŁŽŲ¹ŁŽŁ‡Ł Ų§Ł„Ų­ŁŽŲ§Ų±ŁŲ«Ł ŲØŁ’Ł†Ł Ų¹ŁŁ…ŁŽŁŠŁ’Ų±Ł. (ŲÆŲ±Ų¬Ų§ŲŖ): بفتح المهملة ŁˆŲ§Ł„Ų±Ų§Ų” ŁˆŲ§Ł„Ų¬ŁŠŁ…ŲŒ جمع "ŲÆŲ±Ų¬Ų©"، ŁˆŁ‡ŁŠ طرقها Ų§Ł„Ł…Ų±ŲŖŁŲ¹Ų©ŲŒ ŁˆŁ„Ł„Ł…Ų³ŲŖŁ…Ł„ŁŠ: "دوحات" ŲØŲ³ŁƒŁˆŁ† Ų§Ł„ŁˆŲ§ŁˆŲŒ وحاؔ مهملة جمع دوحة، ŁˆŁ‡ŁŠ الؓجرة Ų§Ł„Ų¹ŲøŁŠŁ…Ų©. (أوضع): Ų£Ų³Ų±Ų¹ Ų§Ł„Ų³ŁŠŲ±. (مِنْ Ų­ŁŲØŁ‘ŁŁ‡Ų§) أي: Ų§Ł„Ł…ŲÆŁŠŁ†Ų©ŁŲŒ ŁŁŁŠŁ’Ł‡Ł Ł…ŁŽŲ“Ł’Ų±ŁŁˆŲ¹ŁŁŠŁ‘ŁŽŲ©Ł Ų­ŁŲØŁ‘Ł Ų§Ł„ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†Ł ŁˆŲ§Ł„Ų­ŁŽŁ†ŁŠŁ†Ł Ų„Ł„ŁŠŁ‡ Ā 


Artinya: Bercerita kepadaku Sa’id ibn Abi Maryam, bercerita padaku Muhammad bin Ja’far, ia berkata: mengkabarkan padaku Humaid, bahwasannya ia mendengan Anas ra berkata: Nabi saw ketika kembali dari bepergian, dan melihat tanjakan-tanjakan Madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya. Berkata Abu Abdillah: Harits bin Umair, dari Humaid: beliau menggerakkannya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah. Bercerita kepadaku Qutaibah, bercerita padaku Ismail dari Humaid dari Anas, ia berkata: dinding-dinding. Harits bin Umair mengikutinya.ā€ (Jalaluddin Al-Suyuthi, Al-Tausyih Syarh Jami Al-Shahih, Riyad, Maktabah Al-Rusyd, 1998, Juz 3, halaman 1360). Ā Ā 


Sependapat dengan Ibn Hajar Al-Asqalany, Imam Suyuthi di dalam menjelaskan hadits sahabat Anas di atas, memberikan komentar: di dalamnya (hadits tersebut) terdapat unsur disyari’atkannya cinta tanah air dan merindukannya. Ā Ā 


Ungkapan yang sama juga disampaikan oleh Syekh Abu Al Ula Muhammad Abd Al-Rahman Al-Mubarakfuri (wafat 1353 H), dalam kitabĀ Tuhfatul Ahwadzi Syarh at-Tirmidzi (Beirut, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Juz 9, halaman 283) berikut:


ŁˆŁŽŁŁŁŠ Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŽŲÆŁŁŠŲ«Ł ŲÆŁŽŁ„ŁŽŲ§Ł„ŁŽŲ©ŁŒ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ ŁŁŽŲ¶Ł’Ł„Ł Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŲÆŁŁŠŁ†ŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ł…ŁŽŲ“Ł’Ų±ŁŁˆŲ¹ŁŁŠŁ‘ŁŽŲ©Ł Ų­ŁŲØŁ‘Ł Ų§Ł„Ł’ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł’Ų­ŁŽŁ†ŁŁŠŁ†Ł Ų„ŁŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡ŁĀ 


Hadits berikutnya yang menjadi dalil cinta tanah air yaitu hadits riwayat Ibn Ishaq, sebagimana disampaikan Abu Al-Qosim Syihabuddin Abdurrahman bin Ismail yang masyhur dengan Abu Syamah (wafat 665 H) dalam kitabĀ Syarhul Hadits al-Muqtafa fi Mab’atsil Nabi al-Mushtafa berikut:


Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ Ų§Ł„Ų³Ł‘ŁŁ‡ŁŽŁŠŁ’Ł„ŁŁŠ: " ŁˆŁŽŁŁŁŠ Ų­ŁŽŲÆŁŁŠŁ’Ų«Ł ŁˆŁŽŲ±ŁŽŁ‚ŁŽŲ©ŁŽ Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ Ł„ŁŲ±ŁŽŲ³ŁŁˆŁ„Ł اللهِ - صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł… - Ł„ŁŽŲŖŁŁƒŁŽŲ°ŁŽŁ‘ŲØŁŽŁ†Ł‘ŁŽŁ‡Ł’ŲŒ ŁŁŽŁ„ŁŽŁ…Ł’ ŁŠŁŽŁ‚ŁŁ„Ł’ Ł„ŁŽŁ‡Ł Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲØŁŁŠŁ‘Ł - صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł… - Ų“ŁŽŁŠŁ’Ų¦Ų§Ł‹ŲŒ Ų«ŁŁ…Ł‘ŁŽ Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ: ŁˆŁŽŁ„ŁŽŲŖŁŲ¤Ł’Ų°ŁŽŁŠŁŽŁ†Ł‘ŁŽŁ‡Ł’ŲŒ ŁŁŽŁ„ŁŽŁ…Ł’ ŁŠŁŽŁ‚ŁŁ„Ł’ Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲØŁŁŠŁ‘Ł - صلى الله Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŲ³Ł„Ł… - Ų“ŁŽŁŠŁ’Ų¦Ų§Ł‹ŲŒ Ų«ŁŁ…Ł‘ŁŽ Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ: ŁˆŁŽŁ„ŁŽŲŖŁŲ®Ł’Ų±ŁŽŲ¬ŁŽŁ†Ł‘ŁŽŁ‡Ł’ŲŒ ŁŁŽŁ‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ: ŁŽŲ£ŁˆŁŽ Ł…ŁŲ®Ł’Ų±ŁŲ¬ŁŁŠŁ‘ŁŽ Ł‡ŁŁ…Ł’ŲŸ ŁŁŽŁŁŁŠ Ł‡ŁŽŲ°ŁŽŲ§ ŲÆŁŽŁ„ŁŁŠŁ„ŁŒ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų­ŁŲØŁ‘Ł Ų§Ł’Ł„ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†Ł ŁˆŁŽŲ“ŁŲÆŁ‘ŁŽŲ©Ł Ł…ŁŁŁŽŲ§Ų±ŁŽŁ‚ŁŽŲŖŁŁ‡Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŁŁ’Ų³Ł.Ā 


Artinya: Al-Suhaily berkata, dan di dalam hadits (tentang) Waraqah, bahwasanya ia berakata kepada Rasulullah saw; sungguh engkau akan didustakan, Nabi tidak berkata sedikitpun. Lalu ia berkata lagi; dan sungguh engkau akan disakiti, Nabi pun tidak berkata apapun. Lalu ia berkata; sungguh engkau akan diusir. Kemudian Nabi menjawab: ā€œApa mereka akan mengusirku?ā€. Al-Suhaily menyatakan di sinilah terdapat dalil atas cinta tanah air dan beratnya memisahkannya dari hati (Abu Syamah, Syarhul Hadits al-Muqtafa fi Mab’atsil Nabi al-Mushtafa, Maktabah al-Umrin Al-Ilmiyah, 1999, halaman 163). Ā Ā 


Abdurrahim bin Husain Al-Iraqi dalam kitab Tatsrib fi Syarh Taqribil Asanid wa Tartibil Masanid, pada hadits yang sama, juga mengutip pendapatnya Al-Suhaily:


ŁŁŽŁ‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ Ų§Ł„Ų³Ł‘ŁŁ‡ŁŽŁŠŁ’Ł„ŁŁŠŁ‘Ł فِي Ł‡ŁŽŲ°ŁŽŲ§ ŲÆŁŽŁ„ŁŁŠŁ„ŁŒ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų­ŁŲØŁ‘Ł Ų§Ł„Ł’ŁˆŁŽŲ·ŁŽŁ†Ł ŁˆŁŽŲ“ŁŲÆŁ‘ŁŽŲ©Ł Ł…ŁŁŁŽŲ§Ų±ŁŽŁ‚ŁŽŲŖŁŁ‡Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŁŁ’Ų³Ł. Ā 


Artinya: Al-Suhaily berkata: di sinilah terdapat dalil atas cinta tanah air dan beratnya memisahkannya dari hati (Abdurrahim Al-Iraqi, Tatsrib fi Syarh Taqribil Asanid wa Tartibil Masanid, Beirut, Dar Ihya’i Al-Turats Al-Arabi, Juz 4, halaman 196).


Pemaparan di atas menunjukkan bahwa cinta tanah air memiliki dalil yang bersumber dari Qur’an dan Hadits, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama seperti; Al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalany, Imam Jalaluddin al-Suyuthi, Abdurrahim al-Iraqi, Syekh Ismail Haqqi al-Hanafi, dan yang lainnya. Sehingga vonis cinta tanah air tidak dalilnya, jelas tidak benar dan tidak berdasar.Ā 


Meski terkadang mencintai tidak memerlukan dalil, karena itu bagian dari spirit jiwa kita. Akan tetapi tidak ada salahnya jika kita mencintai segala sesuatu tetap kepada koridor akidah Islam yang bersumber dari Al-Qur’an, Al-Hadits dan pendapat para ulama salaf.
Ā