• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Senin, 1 Juli 2024

Syiar

Hukum Tawasul Sahabat Umar bin Khattab kepada Pamannya Nabi

Hukum Tawasul Sahabat Umar bin Khattab kepada Pamannya Nabi
Ilustrasi berdoa (Foto: NU Online)
Ilustrasi berdoa (Foto: NU Online)

Berdoa merupakan salah satu perbuatan yang sangat mulia, karena termasuk dalam ibadah. Setiap orang yang berdoa kepada Allah swt akan diberikan pahala, karena hal tersebut merupakan bukti penghambaan seorang makhluk kepada penciptanya Allah swt. 


Di kehidupan sehari-hari, kita kerap menjumpai orang-orang yang mendatangi para ulama dan kiai untuk meminta didoakan, atau juga bertawasul kepadanya jika mereka sudah wafat. 


Tawasul tersebut merupakan bentuk perantara dari seseorang yang berdoa kepada Allah swt, tetapi melalui sesuatu terlebih dahulu dengan maksud supaya lebih cepat terkabulkan hajatnya. 


Dalam kitab Al-Fajr al-Shadiq halaman 53-54, Syekh Jamil Afandi Shidqi Zahawi mengatakan tawasul dan istighotsah dengan para Nabi serta orang-orang saleh bahwa mereka adalah sebab-sebab dan perantara untuk mencapai tujuan. Pada hakikatnya Allah swt adalah pelaku yang sebenarnya (yang mengabulkan doa) sebagai penghargaan kepada mereka. 


Sebagaimana iktikad yang benar dalam segala macam perbuatan. Pisau tidak mempunyai kemampuan memotong dari dirinya sendiri, karena pemotong yang sebenarnya adalah Allah swt. Pisau hanya sebagai penyebab yang biasa (berpotensi untuk memotong). Allah swt menciptakan memotong melalui pisau tersebut. 


Perbuatan tawasul tersebut pernah dilakukan oleh sahabat Nabi, Sayyidina Umar bin Khattab, yang bertawasul kepada pamannya Nabi, Sayyid Abbas bin Abdul Muthalib ketika melakukan shalat istisqa: 


عن أنس بن مالك أن عمر بن الخطاب رضي الله عنه كان إذا قحطوا استسقي بالعباس بن عبد المطلب فقال اللهم إنا كنا نتوسل إليك بنبينا فتسقينا وإنا نتوسل إليك بعم نبينا فاسقنا قال فيسقون (صحيح البخاري، ٩٥٤).


‘an Anas ibni maalikin anna ‘umara ibnal Khattabi radliyallahu ‘anhu kaana idzaa qahathus tasqaa bil’sbbaasi ibni ‘Abdil Muthalibi faqaala Allahumma innaa kunnaa natawassalu ilaika binabiyyinaa fatasqiinaa wa innaa natawassalu ilaika bi ‘ammi nabiyyinaa fasqinaa qaala fayusqauna.


Artinya: Dari Anas bin Malik ra, beliau berkata, apabila terjadi kemarau, sahabat Umar bin Khattab bertawasul dengan Abbas bin Abdul Muthalib, kemudian berdoa, Ya Allah, kami pernah berdoa dan bertawasul kepada-Mu dengan Nabi saw, maka Engkau turunkan hujan. Dan sekarang kami bertawasul dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan. Anas berkata, maka turunlah hujan pada kami (Shahih Bukhari, 954). 


Perilaku tawasul Sahabat Umar bin Khattab tersebut bukan serta merta tidak memiliki dalil, justru perbuatan tersebut didukung oleh dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 35:


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah swt. Dan carilah sebuah perantara untuk sampai kepada Allah swt. Berjihadlah kamu di jalan-Nya, mudah-mudahan kamu mendapat keuntungan (QS Al-Maidah: 35). 


Dari dalil di atas sudah sangat jelas bahwa perbuatan wasilah merupakan sesuatu yang diperbolehkan dalam Islam. Hal ini sebagaimana yang telah dilakukan oleh sahabat Nabi, Umar bin Khattab kepada paman Nabi, Sayyid Abbas bin Abdul Muthalib. 


Selain itu juga, terdapat beberapa dalil di dalam Al-Qur’an yang menganjurkan untuk mencari wasilah atau perantara, seperti dalam surat Al-Maidah ayat 35 dan surat An-Nisa ayat 64. Serta beberapa dalil yang diungkapkan oleh para ulama salafus saleh. 

(Yudi Prayoga)
 


Syiar Terbaru