Khutbah

Khutbah Jumat: Makna Merdeka Bagi Manusia

Rabu, 14 Agustus 2024 | 07:08 WIB

Khutbah Jumat: Makna Merdeka Bagi Manusia

Ilustrasi bendera Indonesia background santri (Foto: NU Online)

Merdeka secara harfiah berarti bebas dari belenggu, tekanan. Bebas dari penjajahan atau kekuasaan pihak tertentu yang lebih ditekankan pada kebebasan dari penderitaan fisik dan materi. 


Namun, dalam perspektif filosofis, agama memandang bahwa kemerdekaan bukan hanya terbebas dari belenggu yang mengikat fisik, namun juga bebas dari belenggu batin dan pikiran.


Karena sesungguhnya kita masih memiliki musuh abadi yang bersemayam di dalam diri kita masing-masing yang juga harus dikendalikan atau ditaklukkan dengan baik, sehingga bisa menjadi merdeka. Musuh yang dimaksud adalah hawa nafsu. 


Khutbah I


اَلْحَمْدُ لِلهِ وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْاِحْسَانِ، وَمُضَاعِفِ الْحَسَنَاتِ لِذَوِي الْاِيْمَانِ وَالْاِحْسَانِ، اَلْغَنِيِّ الَّذِيْ لَمِ تَزَلْ سَحَائِبُ جُوْدِهِ تَسِحُّ الْخَيْرَاتِ كُلَّ وَقْتٍ وَأَوَانٍ، العَلِيْمِ الَّذِيْ لَايَخْفَى عَلَيْهِ خَوَاطِرُ الْجَنَانِ، اَلْحَيِّ الْقَيُّوْمِ الَّذِيْ لَاتَغِيْضُ نَفَقَاتُهُ بِمَرِّ الدُّهُوْرِ وَالْأَزْمَانِ، اَلْكَرِيْمِ الَّذِيْ تَأَذَّنَ بِالْمَزِيْدِ لِذَوِي الشُّكْرَانِ. أَحْمَدُهُ حُمْدًا يَفُوْقُ الْعَدَّ وَالْحُسْبَانِ، وَأَشْكُرُهُ شُكْرًا نَنَالُ بِهِ مِنْهُ مَوَاهِبَ الرِّضْوَانِ 
 أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ دَائِمُ الْمُلْكِ وَالسُّلْطَانِ، وَمُبْرِزُ كُلِّ مَنْ سِوَاهُ مِنَ الْعَدَمِ اِلَى الْوِجْدَانِ، عَالِمُ الظَّاهِرِ وَمَا انْطَوَى عَلَيْهِ الْجَنَانِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخِيْرَتُهُ مِنْ نَوْعِ الْاِنْسَانِ، نَبِيٌّ رَفَعَ اللهُ بِهِ الْحَقَّ حَتَّى اتَّضَحَ وَاسْتَبَانَ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ وَالْاِحْسَانِ. أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا الْاِخْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
 


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Puji syukur kepada Allah swt dengan ungkapan alhamdulillah alladzi bi ni’matihi tattimmus shalihât, atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan kepada kita semua, khususnya nikmat kemerdekaan Republik Indonesia dan kemerdekaan jiwa manusia dari semua belenggu kealpaan, sehingga kita semua bisa menunaikan segala tanggung jawab dan kewajiban dengan nyaman, tenang dan riang gembira. Semoga ibadah dan kebaikan yang kita lakukan, bisa menjadi amal yang diterima oleh-Nya. 


Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad saw, allahumma shalli ‘alâ Muhammad wa ‘alâ alih wa sahbih, yang telah mengajarkan kita semua arti dari sebuah kemanusiaan yang merdeka, sehingga bisa terlepas dari belenggu-belenggu nafsu yang buruk. Semoga Allah melimpahkan keselamatan dan kesejahteraan kepada keluarganya, para sahabatnya, dan semua umatnya. 


Selanjutnya, di atas mimbar yang mulia ini, kami selaku khatib mengajak kepada diri sendiri, keluarga, dan semua jamaah yang turut hadir pada pelaksanaan shalat Jumat ini, untuk terus berusaha dan berupaya dalam meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. 


Karena dengan modal iman dan takwa, kita semua bisa menjadi hamba yang selamat di dunia dan akhirat. Dengan takwa pula, maka kita semua akan tergolong orang-orang yang mulia di sisi Allah, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13:


إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ 


Artinya: Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti (QS Al-Hujurat [49]: 13). 


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Saat ini kita semua berada pada momentum kemerdekaan Republik Indonesia ke-79, puncaknya yaitu pada tanggal 17 Agustus 2024. Namun tidak kalah penting dari perayaan itu adalah merenungi kembali perihal kemerdekaan manusia itu sendiri. Sudahkah kita menjadi manusia merdeka? Atau sebaliknya, kita justru masih ditawan oleh hawa nafsu yang hina? 


Syekh Zakaria al-Anshari dalam salah satu karyanya al-Ghararul Bahiyyah fi Syarhil Bahjah al-Wardiyyah, mengutip salah satu syi’ir yang layak untuk kita jadikan renungan bersama, perihal kemerdekaan seorang hamba. Menurutnya, barometer seorang hamba bisa dikatakan merdeka jika ia sudah bisa menerima semua yang ada pada diri kita (qana’ah), dan tidak tamak pada hal-hal yang tidak ada pada dirinya.


الْعَبْدُ حُرٌّ إنْ قَنِعْ وَالْحُرُّ عَبْدٌ إنْ طَمِعْ فَاقْنَعْ وَلَا تَطْمَعْ فَمَا شَيْءٌ يَشِينُ سِوَى الطَّمَعْ 


Artinya: Seorang hamba sahaya layaknya orang merdeka jika ia merasa cukup dengan apa yang ada, dan orang merdeka layaknya seorang hamba sahaya jika ia rakus. Maka terimalah apa yang ada, dan jangan rakus, karena sesungguhnya tidak ada perangai yang lebih jelek selain daripada rakus.


Menerima apa yang telah ditakdirkan oleh Allah swt merupakan puncak tertinggi dari kemerdekaan setiap orang. Orang-orang yang sudah bisa merasa cukup dengan apa yang dimilikinya tidak lagi dikekang dan dibelenggu oleh keinginan-keinginan nafsunya. Bahkan mereka sendiri yang akan mengontrol nafsu tersebut untuk selalu menerima apa yang telah menjadi ketetapan-Nya. Inilah kemerdekaan sesungguhnya bagi diri setiap manusia. 


Begitu juga sebaliknya, rakus dan selalu berharap pada apa yang tidak dimilikinya akan menjadikan manusia sebagai hamba sahaya. Ia tidak lagi bisa mengontrol dirinya, namun dikontrol hawa nafsunya. Perbuatan apa pun akan dilakukan demi memuaskan hawa nafsunya. Dan, inilah yang disebut sebagai orang yang tidak merdeka. 


Karena itu, mari kita semua berusaha untuk bisa menjadi hamba yang merdeka, dengan cara menerima semua yang telah ditetapkan oleh Allah kepada kita. Segala ambisi dan kerakusan atas apa yang belum kita miliki segera kita hilangkan, karena hal itulah yang akan menawan diri kita sendiri. 


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Rasulullah saw mengibaratkan sifat qana’ah (menerima apa adanya) sebagai simpanan yang tidak akan pernah rusak. Dalam salah satu haditsnya disebutkan:


 الْقَنَاعَةُ كَنْزٌ لَا يَفْنَى 


Artinya: Menerima apa adanya (qana’ah) merupakan simpanan yang tidak akan pernah rusak (HR al-Baihaqi). 


Maksud hadits ini adalah dengan memiliki sifat qana’ah kita semua akan menutup mata untuk tidak melihat sesuatu yang dimiliki oleh orang lain. Kita akan bersyukur atas semua nikmat dan karunia yang kita dapatkan, dan akan terus berbaik sangka (husnuzhan) bahwa yang kita miliki merupakan nikmat terbaik yang harus kita terima. 


Pentingnya sifat qana’ah juga pernah disampaikan oleh Syekh Muhammad bin Ahmad Salim al-Hanbali dalam kitab Ghada’ul Albab Syarh Manzhumatil Adab, mengutip wasiat sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash. Ia berwasiat kepada kita semua untuk selalu berusaha menumbuhkan sifat qana’ah dalam diri kita, karena qana’ah merupakan kekayaan yang tidak akan pernah habis,


يَا بُنَيَّ إذَا طَلَبْت الْغِنَى فَاطْلُبْهُ بِالْقَنَاعَةِ فَإِنَّهَا مَالٌ لا يَنْفُذُ وَإِيَّاكَ وَالطَّمَعَ فَإِنَّهُ فَقْرٌ حَاضِرٌ وَعَلَيْك بِالإِيَاسِ مِمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ فَإِنَّك لا تَيْأَسُ مِنْ شَيْءٍ إلا أَغْنَاك اللَّهُ عَنْهُ 


Artinya: Wahai anakku! Apabila kamu mencari kekayaan, maka carilah ia dengan qana’ah, karena sesungguhnya ia merupakan harta yang tidak akan pernah habis. Janganlah kamu rakus, karena sesungguhnya ia adalah kefakiran yang akan selalu datang. Dan hendaklah kamu berputus asa terhadap sesuatu yang ada di tangan manusia, karena tidaklah kamu berputus asa dari sesuatu melainkan Allah akan menjadikanmu tidak butuh pada sesuatu.


Ini selaras dengan apa yang disebutkan oleh insan teladan, Nabi Muhammad saw dalam hadits yang lain, bahwa kekayaan pada hakikatnya tidak dinilai dari banyaknya harta yang kita miliki, namun kekayaan yang sesungguhnya adalah kekayaan jiwa dengan menerima apa yang ada. Rasulullah bersabda:


لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ 


Artinya: Bukanlah kekayaan itu disebabkan banyaknya harta, akan tetapi kekayaan itu adalah kekayaan jiwa (HR Abu Hurairah). 


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Demikian khutbah yang singkat ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua, baik yang membaca maupun yang mendengarkannya. Semoga kita digolongkan sebagai hamba yang istiqamah dalam menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya. Sehingga kita bisa merdeka dari apapun kecuali hanya kepada Allah swt. Amin ya rabbal alamin.


أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ 


Khutbah II


اَلْحَمْدُ لِلهِ حَمْدًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اِلَهٌ لَمْ يَزَلْ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلًا. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، أَكْرَمِ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ، اَلْمَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ كَانَ لَهُمْ مِنَ التَّابِعِيْنَ، صَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِيْنَ أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَذَرُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ وَالصَّوْمِ وَجَمِيْعِ الْمَأْمُوْرَاتِ وَالْوَاجِبَاتِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ بِنَفْسِهِ. وَثَنَى بِمَلَائِكَةِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. إِِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً اللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فِيْ العَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وِالْأَمْوَاتِ. اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَةً، اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرُكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


Sumber: NU Online