Khutbah

Khutbah Jumat: Larangan Memberontak Terhadap Negara dalam Islam

Rabu, 6 Agustus 2025 | 15:33 WIB

Khutbah Jumat: Larangan Memberontak Terhadap Negara dalam Islam

Larangan Memberontak Terhadap Negara dalam Islam (Ilustrasi: NU Online)

Dalam Islam, memberontak pemerintah yang sah termasuk perbuatan kriminal dan maksiat.

 

Tindakan memberontak, makar dan menghasut pemerintah yang sah tidak dibenarkan sama sekali karena pemberontakan hanya akan menambah kerusakan dan keburukan pada kehidupan bernegara dan rakyat secara keseluruhan.

 

Khutbah 1

 

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَهْدِيهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ، فَإِنِّي أُوصِيكُمْ وَنَفْسِيَ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيرِ الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ: ﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ﴾.

 

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah swt dengan sebenar-benarnya takwa. Takwa yang diwujudkan dengan ketaatan kepada perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Hanya dengan takwa kita akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

 

Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Salah satu prinsip agung dalam ajaran Islam adalah menjaga stabilitas, kedamaian, dan ketertiban masyarakat. Islam datang bukan untuk membuat kerusakan, bukan untuk menciptakan kekacauan, tetapi untuk menghadirkan rahmat bagi seluruh alam. Oleh karena itu, Islam melarang keras sikap pemberontakan terhadap pemerintah atau negara, selama pemerintah tersebut masih menegakkan shalat dan tidak secara terang-terangan melakukan kekufuran.

 

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:

 

مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ ، فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

 

Artinya: Barangsiapa yang tidak suka sesuatu pada pemimpinnya, bersabarlah. Barangsiapa yang keluar dari ketaatan pada pemimpin barang sejengkal, maka ia mati dalam keadaan mati jahiliyah (HR Bukhari no. 7053 dan Muslim no. 1849).

 

Hadits ini menjelaskan pentingnya kesabaran dan ketaatan terhadap pemimpin, selama mereka tidak memerintahkan maksiat. Islam sangat memperhatikan keamanan dan keutuhan sebuah bangsa, karena pemberontakan hanya akan menimbulkan kehancuran, pertumpahan darah, dan permusuhan di antara sesama umat Islam sendiri.

 

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Dalam sejarah Islam, para ulama salaf sangat menekankan larangan untuk memberontak kepada penguasa, meskipun mereka zalim. Hal ini, sebagaimana penjelasan imam An-Nawawi dalam Al-Minhaj Syarh Shahih al-Muslim, halaman 229 berikut:

 

وَأَمَّا الْخُرُوْجُ عَلَيْهِمْ وَقِتَالُهُمْ فَحَرَامٌ بِالْإِجْمَاعِ وَإِنْ كَانُوْا فَسَقَةً ظَالِمِيْنَ

 

Artinya: Adapun keluar dari ketaatan terhadap penyelenggara negara dan memeranginya maka hukumnya haram, berdasarkan konsensus ulama, meskipun mereka fasik dan zalim.

 

Dengan bahasa lain yang menyejukkan, Dr. Wahbah az-Zuhaily menegaskan dalam kitabnya yang berjudul al-Fiqh al-islami Wa Adillatuhu:

 

وَلَا يَجُوْزُ الْخُرُوْجُ عَنِ الطَّاعَةِ بِسَبَبِ أَخْطَاءٍ غَيْرِ أَسَاسِيَّةٍ لَاتُصَادِمُ نَصًّا قَطْعِيًّا سَوَاءٌ أَكَانَتْ بِاجْتِهَادٍ أَمْ بِغَيْرِ اجْتِهَادٍ حِفَاظًا عَلَى وِحْدَةِ الْأُمَّةِ وَعَدَمِ تَمْزِيْقِ كِيَانِهَا أَوْ تَفْرِيْقِ كَلِمَاتِهَا

 

Artinya: Tidak diperbolehkan memberontak pemerintah sebab kesalahan yang tidak mendasar yang tidak menabrak nash qath’i, baik dihasilkan dengan ijtihad atau tidak, demi menjaga persatuan umat dan menghindari perpecahan dan pertikaian di antara mereka.

 

Artinya, selama pemimpin tersebut masih Muslim dan menunaikan shalat, maka haram hukumnya mengangkat senjata atau memberontak kepadanya.

 

Hadirin Rahimakumullah,

Pemberontakan bukanlah solusi dalam memperbaiki keadaan. Justru yang ada adalah kehancuran negara, terbunuhnya jiwa-jiwa yang tidak berdosa, serta hancurnya fasilitas umum dan rusaknya kehidupan berbangsa.

 

Allah swt telah memerintahkan kepada kita dalam Al-Qur’an untuk taat kepada Allah, Rasul, dan ulil amri (pemerintah). Firman-Nya:

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

 

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS An-Nisa: 59).

 

Ketaatan kepada pemimpin dalam Islam adalah bagian dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, selama mereka tidak memerintahkan kepada maksiat. Jika mereka memerintahkan maksiat, maka tidak ada ketaatan dalam hal tersebut, namun tetap tidak dibenarkan untuk memberontak.

 

Rasulullah bersabda:

 

لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ

 

Artinya: Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat) (HR Bukhari).

 

Dalam hadits yang lain, Rasulullah saw juga bersabda:

 

عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ ، فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ

 

Artinya: Seorang Muslim wajib mendengar dan taat dalam perkara yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat.

 

Maka, apabila terjadi kesalahan atau kezaliman dari pemimpin, maka jalan yang diajarkan oleh Rasulullah adalah dengan menasihati mereka secara baik, bukan dengan mengangkat senjata, menghasut masyarakat, atau menyebarkan fitnah dan ujaran kebencian.

 

Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Islam sangat menjunjung tinggi prinsip keamanan dan stabilitas dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Islam tidak ingin umatnya menjadi biang kerusuhan, pelaku kekacauan, atau pemicu perang saudara.

 

Sejarah telah mencatat, betapa buruk akibat dari pemberontakan: hilangnya nyawa, kehancuran ekonomi, lenyapnya rasa aman, dan bahkan perpecahan umat Islam sendiri.

 

Lihatlah negeri-negeri yang hancur akibat pemberontakan, perang saudara, dan fitnah. Semua itu terjadi karena meninggalkan bimbingan Rasulullah dan ajaran para ulama salaf yang shalih. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam harus menjadi pembawa kedamaian, bukan pembuat kerusakan.

 

Allah swt berfirman:

 

وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ ۝٥٦

 

Artinya: Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik (QS Al-A’raf: 56).

 

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Mari kita jaga keutuhan bangsa dan negara ini. Sampaikan kritik kepada pemerintah dengan cara yang baik, santun, dan penuh hikmah. Gunakan jalur yang telah ditetapkan oleh undang-undang dan konstitusi. Bukan dengan kekerasan, bukan dengan fitnah, dan bukan dengan pemberontakan.

 

Kita semua punya tanggung jawab untuk menjaga NKRI yang damai dan sejahtera, karena di sanalah kita beribadah, menuntut ilmu, mencari nafkah, dan membesarkan generasi penerus Islam.

 

Mari kita bermuhasabah. Jangan sampai kita terjebak dalam provokasi yang menyeret kita kepada jalan-jalan kehancuran. Jangan sampai kita menjadi bagian dari orang-orang yang merusak tatanan masyarakat.

 

Hadirin yang dirahmati Allah,

Demikianlah khutbah yang singkat ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua, baik yang membaca maupun yang mendengarkannya. Dan semoga kita dijauhkan dari segala bentuk kekacauan, pemberontakan, dan perpecahan.

 

  بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ 

 

Khutbah II

 

إنَّ الحَمدَ لله نحمدُهُ ونستعينهُ ونستهديهِ ونشكرُهُ ونعوذُ بالله من شرورِ أنفسِنَا ومن سيئاتِ أعمالنا، مَن يهدِ الله فلا مُضِلَّ لهُ ومن يُضلِل فلا هاديَ له، وأشهدُ أنْ لا إلـهَ إلا الله وحدَهُ لا شريكَ لهُ وأنَّ محمّدًا عبدُهُ ورسولُهُ صَلَواتُ الله وسلامُهُ عليهِ وعلى كلّ رسولٍ أَرْسَلَهُ. أمّا بعدُ عبادَ الله فإنّي أوصيكُمْ ونفسي بِتَقوَى الله العليّ القديرِ واعلَموا أنَّ الله أمرَكُمْ بأمْرٍ عظيمٍ، أمرَكُمْ بالصلاةِ والسلامِ على نبيِهِ الكريمِ فقالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴾ اللّهُمَّ صَلّ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى ءالِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا صلّيتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى ءالِ سيّدِنا إبراهيم، وبارِكْ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى ءالِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا بارَكْتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى ءالِ سيّدِنا إبراهيمَ، إنّكَ حميدٌ مجيدٌ

 

اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، وَتَابِعْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ بِالْخَيْرَاتِ رَبَّنَا اغْفِرْ وََارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ وَاشْكُرُوْا عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ أَكْبَرُ
 

 

(Yudi Prayoga)