• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Tokoh

Mengenal Gus Ma’shum, Kiai Muda Sarat Pengalaman dan Suka Silaturahim

Mengenal Gus Ma’shum, Kiai Muda Sarat Pengalaman dan Suka Silaturahim
KH Ahmad Ma’shum Abror. (Foto: Istimewa)
KH Ahmad Ma’shum Abror. (Foto: Istimewa)

Pesawaran, NU Online Lampung

Energik dan mudah bergaul, itulah kesan pertama yang terlihat saat bertemu dengan sosok kiai muda bernama KH Ahmad Ma’shum Abror atau yang karib disapa Gus Ma’shum. Ia adalah Pengasuh Pesantren Al Hidayat Gerning Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran sekaligus aktivis NU yang sarat kiprah dan pengalaman dalam organisasi.


Di Nahdlatul Ulama, sejumlah posisi kepengurusan diamanahkan kepadanya mulai dari tingkat kabupaten sampai dengan pusat. Di tingkat kabupaten ia merupakan Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pesawaran.


Di tingkat wilayah juga ia pernah menjadi Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung periode 2002-2008 dan pada periode 2008-2013 ia dipercaya sebagai Ketua LBMNU PWNU Lampung. Di tingkat wilayah ia juga pernah menjadi Wakil Katib Syuriyah PWNU Lampung dan saat ini ia menjabat sebagai A’wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).


Semangat berkhidmah di Nahdlatul Ulama ini tidak lepas dari semangat yang diwariskan dari sang Ayah yang juga merupakan tokoh dan aktivis NU. Gus Ma’shum merupakan putra dari KH Ahmad Abrori Akwan yang terkenal dengan Buya Abrori dan merupakan pendiri Pesantren Al Hidayat Gerning.


Buya Abrori sendiri merupakan tokoh NU Lampung alumni Pesantren al-Hidayat Soditan Lasem Rembang Jawa Tengah, asuhan KH. Ahmad Ma’shum (mbah Ma’shum Lasem) bin Ahmad bin Abdul Karim, Ayahanda mbah Ali Ma’shum Krapyak Jogjakarta.


Buya Abrori terkenal dengan julukan macan podium karena beliau adalah orator ulung yang mampu mengutarakan hal-hal yang sebenarnya sulit menjadi lebih jelas dan gamblang dan mudah diterima semua kalangan. Buya Abrori pernah menduduki posisi penting di NU di antaranya Katib Syuriah PWNU Lampung (1984 – 1989), Rais Syuriah PWNU Lampung (1996 – 2002), dan A’wan PBNU (2005-2010).


Dari jejak kiprah Buya Abrori yang wafat pada 25 Juni 2012, bisa terlihat jika Gus Ma’shum mewarisi dan mampu meneruskan khidmah dan kiprah sang Ayahandanya. Gus Ma’shum sendiri mengungkapkan bahwa ia sering diajak oleh Buya Abrori bersilaturahim bertemu dengan para sahabatnya. Inilah yang menjadikannya tetap terhubung jalinan komunikasinya sampai saat ini dengan para sahabat Buya Abrori.


Gus Ma’shum yang merupakan alumni Pesantren Al Anwar Sarang Asuhan Almaghfurlah KH Maemoen Zubair ini juga terus melanjutkan tradisi ayahandanya bersilaturahmi ke para kiai dan ulama. Ia selalu memanfaatkan kesempatan berkunjung ke sebuah daerah untuk mengunjungi guru-guru, sahabat, kiai, dan tokoh yang ia kenal di daerah tersebut.


Ia berprinsip bahwa guru dan kiai memiliki posisi penting dalam keberkahan dan keberhasilan seseorang. seseorang akan bisa melampaui kepintaran gurunya, namun ia tidak akan bisa melebihi makom (posisi) gurunya.


“Bagaimanapun, guru adalah tetap guru. Tidak ada yang bisa menghilangkan status dan sumbangsih jasanya dalam menghantarkan seseorang mencapai Ilmu yang lebih tinggi dari gurunya,” ungkap pria kelahiran 17 Maret 1975 ini.


Jasa dan barakah guru menurutnya tidak akan bisa digantikan dengan kecanggihan teknologi informasi di era digital saat ini. "Orang belajar di mana saja bisa. Melalui kecanggihan teknologi sekarang ini orang bisa mendapat ilmu apa saja yang diinginkan melalui 'Mbah Google'. Tapi keberkahan ilmu hanya bisa didapat dari seorang guru," tegasnya.


Sisi barakah inilah yang sekarang menurutnya sudah mulai mengalami pergeseran. Saat ini masyarakat lebih cenderung berfikir rasional dan lebih berorientasi kepada kepentingan dunia daripada akhirat. Masyarakat lebih mementingkan pendidikan umum dari pada pendidikan agama bagi putera-puterinya.


Mereka sanggup memenuhi berapa saja biaya keperluan yang dibutuhkan anaknya dalam belajar pelajaran umum. Namun saat keperluan untuk pendidikan agama, masyarakat cenderung tidak mempedulikannya.


"Kalau punya anak sukses urusan dunia, yang untung bukan orang tuanya. Yang akan menikmati itu orang lain. Namun kalau anak alim dalam agama, orang tuanya dan masyarakat umum akan mendapatkan manfaatnya," katanya Gus Ma'shum.


Inilah prinsip yang selalu ia pegang sehingga saat ini ia bisa terus melanjutkan perjuangan ayahandanya sekaligus mampu meneruskan tradisi luhur bersilaturahmi yang mampu mendatangkan keberkahan dalam berkhidmat di Nahdlatul Ulama. (Muhammad Faizin)


Editor:

Tokoh Terbaru