• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Pernik

Ini 9 Tokoh Nahdlatul Ulama yang Mendapat Gelar Pahlawan Nasional

Ini 9 Tokoh Nahdlatul Ulama yang Mendapat Gelar Pahlawan Nasional
9 tokoh NU yang mendapat gelar pahlawan nasional
9 tokoh NU yang mendapat gelar pahlawan nasional

Jelang peringatan hari kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus mendatang, kita diingatkan kembali dengan jasa-jasa para pahlawan. Merekalah yang telah berjuang dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan, sehingga pada tahun ini kita akan memperingati hari ulang tahun kemerdekaan yang ke -77 tahun. 

 

Dalam jam’iyyah Nahdlatul Ulama banyak sekali tokoh dan ulama yang menjadi pejuang dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan.  Hal ini sangat wajar, karena salah satu motif berdirinya Nahdlatul Ulama adalah membangun nasionalisme menuju kemerdekaan. 

 

Meski para pahlawan dari NU dan pesantren sangat banyak, tapi hanya beberapa nama yang kemudian mendapat gelar pahlawan nasional. Sejarawan NU KH Abdul Mun’im DZ menyatakan,  para pahlawan nasional dari NU ini menunjukkan bahwa NU bukan pemain figuran dalam pembentukan negara ini, melainkan pemeran utama.  

 

Berikut ini tokoh bergelar pahlawan nasional yang pernah aktif di NU di berbagai tingkatan yang disusun berdasarkan tahun penetapan gelar, seperti dilansir NU Online dalam artikel 9 Tokoh NU Bergelar Pahlawan Nasional. Namun dalam tulisan ini hanya disajikan riwayat singkat dan sebagian kecil peran dan jasa mereka yang besar untuk umat dan negaranya.

 

1. Hadratussyekh KH Hasyim Asyari 

Hadratussyekh KH Hasyim As’yari adalah tokoh utama dan pendiri Nahdatul Ulama pada 31 Januari 1926. Ia merupakan satu-satunya penyandang gelar Rais Akbar NU hingga akhir hayatnya dan tak pernah ada lagi hingga sekarang. Ia ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada tahun 17 November 1964 berkat jasanya yang berperan besar dalam pendidikan melalui NU dan melawan penjajah. 

 

Salah satu diantara jasanya untuk negara ini adalah memutuskan NU untuk mengeluarkan Resolusi Jihad fi Sabilillah yang direkomendasikan untuk pemerintah RI yang baru berdiri dan Jihad fi Sabilillah untuk umat Islam dengan fatwa, setiap orang dewasa yang berada dalam radius 90 km dari medan pertempuran melawan penjajah wajib berperang. Keduanya diputuskan menjadi pernyataan resmi organisasi NU pada 22 Oktober 1945. Tanggal tersebut kemudian dijadikan sebagai Hari Santri Nasional.  

 

 2. KH Abdul Wahid Hasyim 

KH Abdul Wahid Hasyim adalah putra Hadratussyekh KH Hasyim As’yari dan ayah dari presiden keempat RI KH Abdurrahmann Wahid. Ia merupakan salah satu anggota Badan Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Di Pondok Pesantren Tebuireng ia mempelopori masuknya ilmu pengetahuan umum ke dunia pesantren dengan mendirikan Madrasah Nidzmiyah dengan ilmu umum 70 persen, ilmu agama 30 persen. Ia  ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada tanggal 17 November 1960.  

 

2. KH Zainul Arifin   

KH Zainul Arifin merupakan tokoh NU asal Barus, Sumatera Utara. Keturunan raja-raja Barus ini aktif di NU sejak muda melalui kader dakwah. Diantara jasanya adalah pada pembentukan pasukan semi militer Hizbullah.  Ia kemudian menjadi panglimanya. Ia pernah menjadi perdana menteri Indonesia dan Ketua DPR-GR. Selain itu, ia juga berjasa dalam menjadi anggota badan pekerja Komite Nasional Pusat. Pemerintah RI menetapkan dirinya sebagai pahlawan nasional pada 4 maret 1963.   

 

4. KH Zainal Musthafa  

Ia adalah tokoh NU dari Tasikmalaya, pernah menjadi salah seorang Wakil Rais Syuriyah. Ia salah seorang kiai yang secara terang-terangan melawan para penjajah Belanda. Ketika Belanda lengser dan diganti penjajah Jepang, ia tetap menolak kehadiran mereka. Bersama para santrinya mengadakan perang dengan Jepang. Atas jasanya ia dianugerahi sebagai pahlawan nasional pada1972.  

 

5. KH Idham Chalid  

Ia pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia pada Kabinet Ali Sastroamidjojo II dan Kabinet Djuanda. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua MPR dan Ketua DPR. Selain sebagai politikus, ia merupakan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada tahun 1956-1984. Hingga saat ini ia merupakan ketua paling lama di ormas bentukan para kiai ini. Atas jasanya, ia ditetapkan sebagai pahlawan pada 8 November 2011. Kemudian pada 19 Desember 2016, Pemerintah mengabadikannya di pecahan uang kertas rupiah baru, pecahan Rp 5 ribu.

 

6. KH Abdul Wahab Chasbullah  

KH Abdul Wahab Chasbullah merupakan salah seorang pendiri NU. Sebelumnya, ia pendiri kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran), pendiri Madrasah Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Negeri), pendiri Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Pedagang). Sejak 1924, mengusulkan agar dibentuk perhimpunan ulama untuk melindungi kepentingan kaum tradisionalis yang bermazhab. Usulannya terwujud dengan mendirikan NU pada 1926 bersama kiai-kiai lain. Ia juga salah seorang penggagas MIAI, pernah menjadi Rais ‘Aam PBNU. Kiai yang wafat pada 29 Desember 1971 itu mendapatkan gelar pahlawan pada 8 November 2014.  

 

7. KH As’ad Syamsul Arifin  

KH As’ad Syamsul Arifin adalah salah seorang kiai yang berperang melawan penjajah. Ia menjadi pemimpin para pejuang di Situbondo, Jember maupun Bondowoso, Jawa Timur. Di masa revolusi fisik, Kiai As'ad menjadi motor yang menggerakkan massa dalam pertempuran melawan penjajah pada 10 November 1945. 

 

Selepas kemerdekaan Kiai As'ad adalah penggerak ekonomi-sosial masyarakat. Ia menyerap aspirasi dari warga kemudian mendorong pemerintah daerah, menteri, maupun presiden guna mewujudkan pembangunan yang merata. Kiai As'ad juga berperan menjelaskan kedudukan Pancasila tidak akan mengganggu nilai-nilai keislaman. Atas jasa-jasanya, ia mendapat anugerah pahlawan pada 9 November 2016.

 

8. KH Syam’un 

KH Syam’un merupakan pengurus NU di Serang, Banten. Ia pernah hadir di Muktamar ke-4 NU di Semarang tahun 1929, pada Muktamar ke-5 NU di Pekalongan tahun 1930 dan pada Muktamar ke-11 NU di Banjarmasin pada 1936. KH Syam'un selain alim dalam keilmuan, menguasai tiga bahasa asing dan pernah mengajar di Arab Saudi pada masa mudanya. Ketika kembali ke tanah air, ia bergabung dengan kelaskaran. Ia pernah menjadi perwira tentara sukarela Pembela Tanah Air (PETA). 

 

Pernah menjadi Komandan Batalyon berpangkat daidancho atau mayor tahun 1943. Tahun 1944 dilantik jadi Komandan Batalion PETA berpangkat mayor, memimpin 567-600 orang pasukan. Saat TKR dibentuk 5 Oktober 1945, pangkatnya naik jadi kolonel, Komandan Divisi l TKR dengan memimpin 10.000 orang pasukan. Tahun 1948, ia naik pangkat brigadir jenderal. Ia memimpin gerilya di wilayah Banten, sampai wafatnya tahun 1949. Ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah RI pada 8 November 2018.  

 

9KH Masykur  

KH Masjkur adalah tokoh Nahdlatul Ulama yang pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Diantara kontribusinya semasa hidup adalah ikut terlibat merumuskan Pancasila sebagai dasar negara. KH Masjkur juga tercatat selaku pendiri Pembela Tanah Air (Peta) yang kemudian menjadi unsur laskar rakyat dan TNI di seluruh Jawa. Ketika pertempuran 10 November 1945, namanya muncul sebagai pemimpin Barisan Sabilillah. Ia pernah menjadi Menteri Agama Indonesia pada 1947 hingga 1949 dan 1953 sampai 1955. 

 

Ia juga pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI periode 1956 sampai 1971 dan anggota Dewan Pertimbangan Agung pada 1968. Selain itu, Kiai Masjkur ikut serta membangun moral anak bangsa dengan mendirikan Yayasan Sabililah, lembaga masyarakat yang bergelut di bidang pendidikan. Ia ditetapkan pemerintah sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah pada 8 November 2019.

 

Itulah profil singkat para tokoh NU yang  sudah mendapatkan gelar pahlawan nasional dari Pemerintah RI. Sebagai generasi penerus, jangan sampai kita melupakan jasa mereka pada bangsa maupun agama.


Pernik Terbaru