Opini

Merayakan Kemenangan

Senin, 31 Maret 2025 | 07:33 WIB

Merayakan Kemenangan

Ketua Tanfidziyah PWNU Lampung, H Puji Raharjo. (Foto: Istimewa)

Idul Fitri bukanlah sekadar pesta tahunan yang diisi dengan baju baru, hidangan lezat, atau perjalanan mudik yang mengharukan. Ia adalah momentum spiritual yang sarat makna. 

 

Hari ketika umat Islam merayakan keberhasilan mereka dalam menjalani satu bulan penuh ibadah, pengendalian diri, dan perbaikan hati. Sebagaimana firman Allah swt:

 

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا ۖ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ

 

Artinya: Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan (QS Yunus: 58).

 

Ramadhan adalah medan latihan ruhani, tempat jiwa diasah dan hati disucikan. Maka, Idul Fitri menjadi selebrasi atas kemenangan melawan hawa nafsu, atas kekuatan bertahan dalam ketaatan. 

 

Kegembiraan yang dirayakan bukanlah kegembiraan yang kosong, melainkan rasa syukur atas limpahan rahmat dan taufik Allah yang telah menuntun kita hingga bisa menuntaskan ibadah puasa, tarawih, tadarus, zakat, dan amalan lainnya. 

 

Kita bersyukur bukan karena kita merasa telah cukup baik, tapi karena Allah telah memampukan kita untuk beribadah. Takbir yang menggema di malam Idulfitri adalah syiar kebesaran Allah dan pengakuan bahwa tanpa bimbingan-Nya, kita bukan siapa-siapa.

 

Merayakan Idul Fitri berarti juga merayakan persaudaraan. Hari raya adalah momen untuk saling memaafkan, menyambung silaturahim, dan menumbuhkan kembali semangat ukhuwah. 

 

Kita kembali ke fitrah, yaitu suci dari dosa, bersih dari kebencian, dan lapang dalam memberi maaf. Itulah makna 'fitri' yang sejati: kembali kepada kesucian jiwa dan kejernihan niat.

 

Idul Fitri sejatinya bukan akhir dari perjalanan spiritual kita, tetapi awal dari fase baru yang lebih bertakwa, lebih bersyukur, dan lebih peduli kepada sesama. 

 

Mari kita jaga semangat Ramadhan dengan terus beramal saleh, menjaga lisan, memelihara hati, dan memperbanyak syukur. Karena kemenangan hakiki adalah saat kita mampu mempertahankan nilai-nilai Ramadhan dalam kehidupan setelahnya. Taqabbalallahu minna wa minkum. Shiyamana wa shiyamakum, taqabbal yaa Kariim.

 

H Puji Raharjo Soekarno, Ketua Tanfidziyah PWNU Lampung