Antara Baju Baru dan Hati Baru: Menyambut Lebaran Idul Fitri dengan Jiwa Bersih
Jumat, 28 Maret 2025 | 07:33 WIB
H Puji Raharjo
Penulis
Menjelang Idul Fitri, suasana berubah menjadi semarak, toko-toko ramai dikunjungi, pasar-pasar penuh dengan orang yang mencari baju baru, dan rumah-rumah mulai dipercantik menyambut tamu.
Semua ini adalah bagian dari tradisi tahunan yang menghiasi hari kemenangan umat Islam. Namun, mari kita merenungi pesan indah dari al-Hafizh Ibn Rajab rahimahullah:
لَيْسَ الْعِيدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيدَ، إِنَّمَا الْعِيدُ لِمَنْ طَاعَاتُهُ تَزِيدُ، وَلَيْسَ الْعِيدُ لِمَنْ تَجَمَّلَ بِاللِّبَاسِ وَالرُّكُوبِ، إِنَّمَا الْعِيدُ لِمَنْ غُفِرَتْ لَهُ الذُّنُوبُ
Baca Juga
Mudik Lebaran dan Silaturahim
Artinya: Bukanlah hari raya bagi orang yang sekadar memakai baju baru, tetapi hari raya adalah bagi mereka yang ketaatannya bertambah. Bukan hari raya bagi yang berhias dengan pakaian dan kendaraan, tetapi bagi mereka yang dosanya diampuni.
Lebaran bukan hanya tentang tampilan luar. Mengenakan pakaian terbaik saat Idul Fitri memang bagian dari sunnah Rasulullah saw sebagai ekspresi kebahagiaan menyambut hari kemenangan. Namun, ketika perayaan hanya berhenti pada baju baru, hiasan rumah, dan makanan istimewa, kita khawatir terjebak dalam simbol tanpa makna.
Hari raya seharusnya tidak menjadi pesta penampilan, melainkan perayaan spiritual atas keberhasilan melawan hawa nafsu dan mendekatkan diri kepada Allah sepanjang bulan Ramadhan.
Ramadhan adalah proses penyucian diri. Selama satu bulan penuh, kita ditempa untuk mengendalikan amarah, menundukkan syahwat, menahan lisan, serta memperbanyak dzikir dan amal saleh.
Semua latihan itu sejatinya menyiapkan kita menyambut Idul Fitri bukan sekadar dengan tubuh bersih, tapi dengan hati yang bersih. Maka, Idul Fitri adalah momentum kelahiran kembali, kita kembali kepada fitrah, kepada jati diri sebagai hamba yang berserah dan berharap hanya kepada Allah.
Baju baru hanyalah pembungkus, hati yang baru adalah esensinya. Tidak ada yang salah dengan memakai pakaian baru, namun akan menjadi sia-sia jika hati masih menyimpan dengki, dendam, dan kesombongan.
Betapa sering kita mempersiapkan penampilan luar dengan begitu detail, tetapi lalai merapikan yang jauh lebih penting, keikhlasan dalam memaafkan, kemurahan dalam memberi, dan kejujuran dalam berbicara. Karena sesungguhnya, hati yang bersih adalah pakaian paling indah di hadapan Allah.
Jangan biarkan euforia lebaran menghapus ruh Ramadhan. Setelah bersungguh-sungguh menahan diri dan memperbanyak amal ibadah, sayang jika hari kemenangan justru membuat kita lalai.
Obrolan panjang yang melalaikan, konsumsi berlebih yang tidak perlu, atau gengsi sosial yang menumpulkan makna ukhuwah. Mari rayakan Idul Fitri dengan semangat silaturahim, saling memaafkan, dan memperkuat nilai-nilai kebaikan yang kita bangun sepanjang Ramadhan.
Idul Fitri adalah momen refleksi, bukan hanya selebrasi. Marilah kita jadikan hari raya ini sebagai ajang mensyukuri ampunan Allah, bukan hanya memamerkan apa yang kita punya. Biarlah hati kita menjadi lebih ringan, pikiran lebih jernih, dan semangat berbuat baik lebih menyala.
Karena yang membuat lebaran menjadi fitri bukanlah harga baju yang kita kenakan, tetapi seberapa besar kita telah kembali kepada Allah dengan jiwa yang bersih dan hati yang penuh cinta.
Idul Fitri adalah momentum untuk kembali, yaitu kembali kepada fitrah. Dan fitrah manusia yang paling utama adalah tauhid yang bersih dan hati yang lurus. Maka marilah kita songsong hari kemenangan ini bukan hanya dengan baju baru, tetapi juga dengan hati yang baru. Maafkan yang menyakiti, sambung kembali silaturahmi, dan kembalikan seluruh harapan hanya kepada Allah Yang Maha Pengampun.
Karena sejatinya, yang paling layak disebut menang bukanlah yang paling meriah perayaannya, tetapi yang paling bersih hatinya. Yang paling indah bukanlah yang paling mewah pakaiannya, tetapi yang paling ringan langkahnya menuju ampunan. Semoga kita semua dipertemukan dengan Idul Fitri dalam keadaan telah diampuni dan disucikan oleh Allah swt. Aamiin.
H Puji Raharjo Soekarno, Ketua Tanfidziyah PWNU Lampung
Terpopuler
1
Ikut Kang Jalal Yuk!, Pelatihan Tukang Jagal Halal LTMNU Pringsewu
2
IPNU-IPPNU MAN 1 Pringsewu Terbentuk, Persiapan Pelantikan Dikebut
3
Doa ketika Tiba di Tanah Suci Makkah
4
Dema STAINU Kotabumi Studi Banding ke KMNU Unila, Perkuat Koneksi Organisasi
5
Pemusnahan Narkoba di Lampung: BNNP, Gubernur, dan DPRD Bersatu Lawan Narkoba
6
Menafsir Arah Sejarah: Antara Spekulatif, Kritis, dan Profetik
Terkini
Lihat Semua