H Puji Raharjo
Penulis
THR atau Tunjangan Hari Raya, adalah bonus tahunan yang sangat dinanti oleh banyak karyawan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Setiap bulan Ramadhan, jutaan pekerja berharap mendapatkan rezeki tambahan ini untuk mempersiapkan kebutuhan lebaran bersama keluarga.
Di tengah euforia menunggu rezeki nomplok tersebut, kita perlu merenung sejenak dari manakah sebenarnya datangnya setiap rezeki yang kita terima? Jangan sampai kita lupa bahwa segala rezeki dan karunia adalah pemberian Allah semata.
Allah telah mengingatkan dalam Al-Qur’an:
أَمَّنْ هَٰذَا ٱلَّذِي يَرْزُقُكُمْ إِنْ أَمْسَكَ رِزْقَهُۥۚ بَل لَّجُّوا۟ فِي عُتُوّٖ وَنُفُورٍ
Artinya: Atau siapakah yang dapat memberimu rezeki jika Dia menahan rezeki-Nya? Bahkan mereka terus-menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri (dari kebenaran) (QS Al-Mulk: 21).
Lalu, bagaimana seharusnya sikap kita memaknai THR dan rezeki di bulan suci ini? Marilah kita renungkan bersama pesan spiritual dari ayat tersebut.
Surat Al-Mulk ayat 21 menantang kita untuk berpikir secara mendalam, adakah selain Allah yang mampu menjamin rezeki kita? Jawabannya tentu tidak ada. Bila Allah Yang Maha Pemurah berkehendak menahan karunia-Nya, tak satu makhluk pun dapat mencukupi kebutuhan kita. Sebaliknya, ketika rezeki datang melimpah, itu semata-mata karena kemurahan dan rahmat Allah, bukan semata hasil kepandaian atau kekuatan manusia.
Orang beriman yang menyadari hal ini akan terhindar dari sifat ujub dan sombong. Sebaliknya, mereka yang lalai cenderung bersikap seakan-akan rezeki murni hasil jerih payahnya sendiri, mirip dengan kaum yang digambarkan dalam ayat tersebut – بَل لَّجُّوا۟ فِي عُتُوّٖ وَنُفُورٍ – terus menerus dalam kesombongan dan berpaling dari kebenaran.
Sering kali kita lebih menggantungkan harapan pada manusia atau dunia. Kita merasa tenang karena ada gaji bulanan dari atasan, mengandalkan bonus THR dari perusahaan, atau berharap bantuan dari kerabat. Padahal, semua itu hanyalah perantara (wasilah). Tauhid yang kuat mengajarkan bahwa hanya Allah satu-satunya pemberi rezeki, ٱلرَّزَّاقُ.
Keyakinan itu melahirkan sikap tawakal. Rasulullah saw bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى ٱللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ ٱلطَّيْرُ، تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
Artinya: Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki; ia pergi pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore hari dalam keadaan kenyang (HR Tirmidzi, no. 2344).
Burung tetap berusaha mencari makanan, namun hatinya bergantung kepada Allah. Demikian pula kita, setelah ikhtiar, serahkan hasilnya kepada-Nya. Jika rezeki yang datang lebih kecil dari harapan, kita tidak putus asa. Bila berlimpah, kita tidak sombong, karena semua datang dari Allah.
Allah berfirman:
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَـٰلِغُ أَمْرِهِۦۚ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْرًۭا
Artinya: Barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah menjadikan bagi setiap sesuatu ukuran (takdir) (QS Ath-Thalaq: 3).
Bulan Ramadhan adalah waktu terbaik untuk menyadari ini. Setiap buka puasa mengajarkan bahwa Allah-lah yang mencukupi. Rezeki sebutir kurma atau seteguk air di waktu maghrib adalah tanda rahmat-Nya. Selain itu, ketika kita memberi zakat fitrah atau bersedekah, kita diingatkan bahwa harta kita bukan milik mutlak kita, itu semua titipan Allah.
Ramadhan mengajarkan bahwa rezeki adalah rahmat dan amanah dari Allah. Maka, THR atau rezeki apa pun yang datang kepada kita seharusnya menjadikan kita lebih dekat kepada Allah, bukan malah menjauh. Dengan keyakinan bahwa hanya Allah-lah yang memberi rezeki, hati kita menjadi lapang, bebas dari rasa iri, sombong, atau kecewa kepada makhluk.
Di penghujung Ramadhan ini, marilah kita bersyukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan. Mari tanamkan dalam hati bahwa rezeki adalah hak prerogatif Allah. Manusia hanya jalan, bukan sumber. Tawakal adalah jalan ketenangan, dan syukur adalah magnet keberkahan.
Semoga kita dapat menutup Ramadhan ini dengan hati yang penuh syukur, jiwa yang bersih, dan keimanan yang semakin kuat. Dan semoga setiap rezeki yang kita terima menjadi sarana mendekat kepada-Nya, bukan sebaliknya. Allahumma taqabbal minna ya Karim. Aamiin.
H Puji Raharjo Soekarno, Ketua Tanfidziyah PWNU Lampung
Terpopuler
1
Berangkat 8 Mei 2025, Ini Pesan-pesan untuk 352 Calon Jamaah Haji Pringsewu
2
Khutbah Jumat: Bulan Syawal, saatnya Mengenang Sejarah Perjuangan Umat Islam
3
Hukum Memelihara Anjing dalam Agama Islam
4
Optimalisasi Zakat Digital, LAZISNU PWNU Lampung Gelar Bimtek Pengelolaan ZIS Berbasis Web
5
Ketua PWNU Lampung Dorong ISNU Perkuat Peran Strategis Tangani Masalah Generasi Muda
6
Talkshow Indonesia Gelap, Fatikhatul Khoiriyah: Ruang Berekspresi Mahasiswa, Indikator Utama Sehatnya Demokrasi
Terkini
Lihat Semua