Opini

Refleksi Zakat Fitrah: Membersihkan Diri, Menguatkan Ukhuwah

Selasa, 25 Maret 2025 | 12:38 WIB

Refleksi Zakat Fitrah: Membersihkan Diri, Menguatkan Ukhuwah

Ketua Tanfidziyah PWNU Lampung, H Puji Raharjo. (Foto: Istimewa)

Zakat fitrah adalah ibadah penutup Ramadhan yang memiliki kedalaman spiritual dan sosial luar biasa. Rasulullah saw bersabda:

 

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

 

Artinya: Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan kata-kata kotor, serta sebagai makanan bagi orang miskin (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).

 

Hadits ini menunjukkan bahwa zakat fitrah bukan hanya kewajiban rutin, tetapi sebuah bentuk penyucian dan penguatan hubungan sosial di akhir bulan suci.

 

Zakat fitrah adalah bentuk kasih sayang sosial yang sangat konkret. Ia diwajibkan atas setiap jiwa muslim, tidak melihat besar kecil hartanya, sebagai wujud keadilan spiritual. 

 

Secara pribadi, zakat ini membersihkan kita dari kekhilafan selama Ramadhan, baik dosa kecil, ucapan yang tak terjaga, atau kekurangan dalam ibadah. Sebuah pengingat bahwa sekalipun kita telah menjalankan puasa, kita tetap butuh ampunan dan pembersihan jiwa.

 

Secara sosial, zakat fitrah menghadirkan makna persaudaraan. Ia menjamin bahwa tidak ada yang lapar di hari kemenangan. Saat takbir bergema, kaum miskin tidak hanya menyaksikan, tapi juga merayakan. 

 

Dalam sebutir beras atau genggaman tangan kita, ada kebahagiaan yang tersebar, ada ukhuwah yang diperkuat. Zakat fitrah adalah ekspresi cinta dari mereka yang mampu kepada yang kurang mampu, bukan sekadar memberi, tapi menyamakan rasa.

 

Menunaikan zakat fitrah adalah bentuk pengakuan akan kebutuhan kita untuk dibersihkan, bukan hanya dari dosa, tapi juga dari keegoisan dan ketidakpedulian. 

 

Ini adalah bagian dari jalan menuju takwa, sebagaimana tujuan utama Ramadhan. Mari jadikan zakat fitrah bukan hanya amalan wajib, tetapi cerminan hati yang peduli, jiwa yang berbagi, dan keimanan yang terus bertumbuh.

 

Dengan menyempurnakan zakat fitrah, kita tidak hanya menyambut Idul Fitri dengan bersih, tetapi juga dengan ikatan sosial yang lebih kuat. Karena sejatinya, kebahagiaan sejati bukan hanya saat kita menerima, tetapi ketika kita memberi dengan ikhlas dan cinta. Wallahu a‘lam bish shawab.

 

H Puji Raharjo Soekarno, Ketua Tanfidziyah PWNU Lampung