Opini

Doa-Doa Kita dan Refleksi di Penghujung Ramadhan

Senin, 24 Maret 2025 | 07:38 WIB

Doa-Doa Kita dan Refleksi di Penghujung Ramadhan

Ketua Tanfidziyah PWNU Lampung, H Puji Raharjo. (Foto: Istimewa)

Ramadhan hampir sampai di ujungnya. Di sepuluh hari terakhir yang penuh keutamaan ini, doa menjadi ibadah utama yang menghiasi malam-malam kita. Namun, seiring derasnya lisan memanjatkan harapan, kita perlu mengingat: doa sejati bukan hanya permintaan, tetapi penguatan tauhid. 


Doa yang lahir dari keimanan teguh bahwa segala sesuatu, baik karunia maupun ujian, terjadi semata karena kehendak Allah, bukan karena usaha atau doa kita semata. Allah berfirman:


فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ، وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ


Artinya: Adapun manusia, apabila Tuhannya mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, dia berkata, Tuhanku telah memuliakanku. Namun apabila Dia mengujinya dan membatasi rezekinya, dia berkata, Tuhanku telah menghinakanku (QS Al-Fajr: 15-16).


Ayat ini menggambarkan bagaimana manusia seringkali salah memahami ujian dan nikmat. Ketika dilapangkan, ia merasa Allah memuliakannya. Ketika disempitkan rezekinya, ia merasa dihina. 


Padahal, keduanya adalah ujian. Di sinilah pentingnya tauhid dalam berdoa, meyakini bahwa semua terjadi karena kasih dan kebijaksanaan Allah, bukan semata respons atas doa kita. Menjelang berakhirnya Ramadhan, mari kita koreksi orientasi hati dalam berdoa.


Bukan sekadar menginginkan dikabulkannya permintaan duniawi, tetapi lebih dalam, yaitu menanamkan pengakuan bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Zat yang mengatur segalanya. 


Jika Dia memberi, itu karena rahmat-Nya. Jika Dia menunda, itu karena hikmah-Nya. Maka, saat tangan menengadah, biarlah hati turut tunduk dalam tauhid yang bersih.


Di akhir Ramadhan ini, mari panjatkan doa bukan hanya untuk mendapat, tetapi untuk menjadi hamba yang ridha, sabar, dan bertauhid kuat.


Jadikan doa sebagai jalan untuk semakin mengenal Allah, bukan sekadar alat untuk mengubah takdir. Karena sejatinya, doa yang paling luhur adalah yang membuat kita semakin dekat kepada-Nya, dalam suka maupun duka, dalam lapang maupun sempit. Wallahu a‘lam bish-shawab.


H Puji Raharjo Soekarno, Ketua Tanfidziyah PWNU Lampung