Peran takmir masjid adalah melayani bukan dilayani. Pengurus masjid adalah berorientasi bukan personal, sebagaimana fungsi masjid adalah untuk jamaah dan bukan untuk mendiskriminasikan jamaah.
Perbedaan tentu ada dalam suatu kehidupan, namun perbedaan itu adalah support untuk saling mengisi dan saling melengkapi. Secangkir kopi kerap mempererat kebersamaan dan membangun komunitas hingga komunikasi aktif untuk membangun kemakmuran masjid.
Gula, kopi, dan galon serta alat pemanas adalah seperangkat yang harus ada dalam dunia masjid. Mengapa harus begitu? Karena membangun komunitas adalah menyatukan persepsi, jika komunitas itu tidak dibangun dan dipersatukan, maka ide liar akan bertaburan di luar masjid.
Baca Juga
Upaya Preventif Terhadap Mudharat Rokok
Ketika para pengurus berkumpul sekadar duduk bersama dan bercerita ringan, maka pada saat itu adalah sumber inspirasi, sebaliknya ketika komunitas itu tidak terbangun yang ada adalah nyinyiran yang bertebaran hingga menyisakan orang-orang yang merasa bertanggungjawab yang sejatinya terdiskriminasikan.
Pengurus masjid harus ikhlas dan lepas dari keinginan memiliki secara personal dan pribadi, karena jika itu yang terjadi, di sana akan ada beban berat yang ditanggung oleh segelintir orang yang terkhianati.
Baca Juga
Integrasi Nalar Al-Narajil dan Istihsan
Ketua masjid tidak boleh haus kekuasaan, apalagi butuh penghormatan, jika hal itu tertanam maka para pengurus akan memiliki rasa kebersamaan. Jika kegiatan masjid dibangun dengan rasa cinta tanpa harapan personal yang haus akan kehormatan, maka tidak akan muncul istilah "pokoke kabeh kegiatan kudu ijin aku" (pokoknya semua kegiatan harus izin saya).
Istilah yang kerap digunakan sebagai bentuk ingin diakui dan merasa bahwa tanpa dia tidak akan berjalan semua kegiatan, padahal hal ini menjebak pada dirinya dan kerap kali merepotkan baginya.
Jika saja memiliki open manajemen dalam pengelolaan maka hal itu tidak akan terjadi, yang ada adalah kita semua sebagai pelayan tamunya Allah kedudukan pengurus dalam sebuah organisasi harus konsisten, dan terbuka terhadap segala masukan, keterbukaan itu adalah wujud loyalitas pada komunitas, membangun mindset hingga terwujud transportasi untuk mengukir sejarah peradaban baru.
Takmir masjid adalah benteng pagi semua aliran, pemahaman yang ada dan mungkin hadir pada waktu yang tidak dapat ditentukan. Maka idealisme yang moderat dalam berpikir dan beragama adalah solusi dan fondasi yang harus diletakkan.
Bukan tidak bersaudara peda sesama Muslim atau sebuah anggapan yang nyinyir dengan mengatakan "sesama Muslim kok tidak bersatu" tapi keramahan demi mewujudkan insan yang dinamis dengan tidak mempertahankan kelompoknya masing-masing.
Agus Hermanto, Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Bulan Safar, Berkah Bagi yang Taat dan Sial Bagi yang Maksiat
2
3 Amalan Sunnah di Bulan Safar, Salah Satunya Perbanyak Doa
3
Khutbah Jumat: Menangkal Mitos Kesialan di Bulan Safar
4
Sasa Chalim: Sekolah Rakyat Wujud Komitmen Negara Hadirkan Pendidikan Berkualitas untuk Semua
5
PAC Fatayat NU Negeri Katon Gelar Konferancab, Siti Soimah Terpilih Jadi Ketua Baru
6
Reses di Natar, Anggota DPRD Lampung Serap Aspirasi Petani Soal Listrik dan Bansos Tak Tepat Sasaran
Terkini
Lihat Semua