• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Opini

Antara Batik dan Dakwah Islam

Antara Batik dan Dakwah Islam
batik bermotif tulisan Arab (dok CNN Indonesia)
batik bermotif tulisan Arab (dok CNN Indonesia)

Hari ini, tanggal 2 Oktober 2022 merupakan hari batik nasional. Hari yang menandakan luhurnya budaya Indonesia, dan menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi negara. Kebanggaan ini semakin meningkat setelah UNESCO menetapkan batik sebagai Intangible Cultural Heritage (ICH) atau warisan budaya tak benda pada sidang UNESCO di Abu Dhabi pada tanggal 2 Oktober 2009.

 

Batik yang merupakan budaya asli Indonesia ini, telah diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi selanjutnya. Sudah menjadi kehidupan bangsa Indonesia, dan mendarah daging sebagai ruh budaya yang melekat di dalam jiwa dan pikiran manusia. 

 

Bahkan hampir setiap waktu kita menjumpai orang-orang Indonesia menggunakan batik dalam segala hal, baik berupa baju kemeja, celana, sarung, gorden, tampak meja, peci, ikat kepala, dasi, sampul buku, hiasan dinding, hiasan plafon, cover kitab dan sebagainya. 

 

Apakah ada hubungannya antara batik dan Islam di Indonesia?

 

Batik sendiri merupakan salah satu budaya pakaian, yang digunakan masyarakat Indonesia pada waktu dahulu. Selain itu batik juga digunakan sebagai media dakwah Islam di Indonesia terutama di Pulau Jawa, setelah kerajaan Islam Jawa berdiri, yakni Demak.

 

Batik mulai diperkenalkan lebih luas ke masyarakat oleh para pendakwah, khususnya Wali Songo. Kemudian pada masa kerajaan Islam Mataram, Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta, batik semakin diproduksi besar-besaran dan menjadi ciri khas dari budaya masyarakat Islam waktu itu. 

 

Kita bisa melihat dakwahnya KH Ahmad Dahlan mengajarkan Islam di desa Kuman, Yogyakarta, dengan selalu mengenakan sarung batik, kemudian para santri-santrinya menggunakan blankon (penutup kepala) batik juga. 

 

Pada abad ke-19 dan 20 mayoritas para santri juga mengenakan pakaian sarung batik dalam kehidupan sehari-harinya. Tradisi ini kemudian mulai memudar seiring berkembangnya zaman, setelah sarung bermotif kotak-kotak dan polosan mulai membanjiri pasar tradisional. 

 

Selain itu tradisi mengenakan celana panjang ala barat mulai diterapkan di sekolah-sekolah, kampus dan pondok pesantren. Kemudian pada tahun 1950-an, sudah sangat jarang menemukan santri menggunakan sarung batik dan jarik (pakaian seperti sarung, tidak dijahit dan bermotif batik).

 

Kemudian tradisi mengenakan sarung batik, mulai bangkit kembali sekitar tahun 2015-an. Trend ini mulai merambah ke seluruh pesantren-pesantren di Indonesia, meski dengan motif batik yang lebih modern dan sudah banyak kombinasinya. Sampai sekarangpun mengenakan sarung batik menjadi keindahan dan kewibawaan para santri. 

 

Kesenian batik paling tua ditemukan di abad ke-17 masehi dan 18 masehi pada masa kerajaan Majapahit. Saat itu batik hanya digunakan oleh orang-orang keraton dan pengikutnya. Namun, lambat laun, dari generasi ke generasi, melewati berbagai kerajaan di Indonesia, seni batik mulai disebarkan di luar keraton dan menjadi pakaian yang juga dikenakan oleh masyarakat umum. 

 

Sedangkan pengaruh Islam, dari kerajaan Islam dan pondok pesantren, sangat mempengaruhi motif dari batik,  mulai dari ragam hias, warna, serta motif-motifnya.  Tekstil tersebut terlihat pada batik Besurek khas Bengkulu. Motifnya hanya berupa huruf Arab gundul yang tidak memiliki arti khusus, kecuali beberapa jenis kain untuk upacara adat. 

 

Keberadaan kain Besurek di Bengkulu diperkirakan muncul awal abad ke-16 seiring masuknya pengaruh Islam. Salah satunya pengaruh dari kerajaan Ottoman terhadap Basurek atau batik bersurat di Bengkulu.

 

Desain batik Basurek menampilkan tulisan Arab berbunyi 'Allah', kemudian gambar pedang bermata dua milik Nabi Muhammad saw Ada pula kain berlatar hitam dan motif tulisan Arab berbunyi "Bismillahirrahmanirrahim", tulisan nama nabi dan, ditutup dengan "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un."

 

Agama dan budaya sangat berkaitan. Budaya batik tidak anti terhadap Islam, justru batik sangat mendukung syiar agama Islam. Tidak akan pernah bisa dipisahkan, antara batik dan perkembangan Islam (pesantren dan masyarakat muslim).

 

Hingga sekarang, batik sudah melegenda, merakyat dan menjadi pakaian seragam baik dipakai sebagai harian, waktu  kondangan, undangan resmi pemerintah, acara-acara resmi pemerintahan, dan lain sebagainya. 

 

Kita sebagai bangsa Indonesia, bangsa yang besar dengan berbagai seni dan budaya, wajib bersyukur karena telah diwariskan kebudayaan yang sangat indah dan bermartabat. Sudah sepantasnya batik menjadi keseharian kita semua, baik dalam aktivitas keagamaan maupun sosial. 

 

Yudi Prayoga, Redaktur Keislaman NU Online Lampung


Opini Terbaru