• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Keislaman

Teruslah Berbuat Baik Meski Banyak yang Tidak Menyukaimu 

Teruslah Berbuat Baik Meski Banyak yang Tidak Menyukaimu 
ilustrasi kebaikan
ilustrasi kebaikan

Kebaikan dan keburukan merupakan dua perilaku yang sangat bertentangan satu sama lain. Kadang suatu kehidupan ada yang dominan kebaikannya ada juga yang dominan keburukannya. Begitupun kehidupan yang ada di masyarakat, ada yang baik ada juga yang buruk. 

 

Meski semua manusia memiliki kebaikan dan keburukan, akan tetapi lebih dominan yang mana ia berperilaku. Karena memang hidup tidak selalu berbanding lurus dengan firman Allah swt dan ajaran Rasulullah saw.  

 

Itulah kenapa di muka bumi selalu diutus seorang Rasul dari satu generasi ke generasi lainnya, karena tidak semua manusia berprinsip dan berperilaku sesuai firman Allah dan ajaran Rasul-Nya. Atau bisa dikatakan menyimpang dan memiliki perangai yang buruk. 

 

Meski suatu kaum sudah dihadirkan seorang Rasul oleh Allah swt, tetap saja, tidak semuanya akan sepenuhnya beriman. Jika kita membaca sejarah para Nabi dan Rasul, sejak Nabi Adam as hingga Nabi Muhammad saw, kita akan selalu menjumpai kaum-kaum yang tetap membangkang kepada Allah dan Rasul-Nya. 

 

Meski masih banyak yang membangkang, para Rasul senantiasa terus berdakwah, mengajarkan kebaikan dan tauhid hingga akhir hayatnya. Hal ini mengajarkan kepada kita yang hidup di dunia modern dengan berbagai problematika yang komplek, untuk selalu berdakwah, menyebarkan kebaikan kepada orang lain, meskipun akan banyak yang membenci dan mengolok-olok kita. 

 

Rasulullah saw saja, seorang Nabi, yang hidupnya dijaga dari dosa (ma’sum) serta tidak pernah dzalim terhadap keluarga, tetangganya dan teman-temannya, tetap memiliki pembenci dan penentang, tetap dimusuhi, apalagi umatnya yang sekarang, yang jelas-jelas tidak ma’sum sering melakukan kesalahan baik di sengaja ataupun tidak. Imam Syafi’i ra berkata

 

إنك لاتقدر أن ترضي الناس كلهم، فأصلح ما بينك وبين الله، ولاتبال بالناس 

 

Sesungguhnya engkau tidak akan mampu membuat semua manusia senang, maka perbaikilah hubungan antara diri kita dengan Allah, dan jangan pedulikan apa kata manusia.”

 

Akan tetapi, memiliki kesalahan merupakan kewajaran, karena manusia memang Al-Insanu mahallul khota’ wa nisyan. “Manusia itu tempatnya salah dan lupa”. Meski selalu salah dan lupa, menebarkan kebaikan merupakan perintah dari Allah dan Rasul. Hidup di dunia mustahil tidak berseteru dan berbeda pendapat dengan orang lain, yang kadang menimbulkan kebencian.

 

Namun hidup janganlah mencari musuh, karena tidak dicaripun musuh itu ada. Bergaullah dengan baik, rangkullah mereka yang tersesat, maka niscaya kebaikan akan mulai bersinar. Karena sejatinya Allah swt menyukai orang yang berbuat baik. Sebagaimana dalam firman-Nya dalam Qur’an surat Al-Baqarah, ayat 195.

 

وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ 

 

Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al Baqarah: 195).

 

Berbuat baik juga merupakan timbal balik, atau memiliki hukum kausalitas, sebagaimana firman Allah swt surat Al-Isra:7, Ar-Rahman: 60, dan Al Zalzalah: 7-8,   yang artinya, 

 

 “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri”. (QS Al-Isra: 7).

 

 “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (QS Ar-Rahman: 60).

 

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS Al Zalzalah: 7-8).

 

Terkadang, manusia ragu untuk berbuat baik kepada sesama manusia karena masih memiliki perasaan untung dan rugi. Padahal kebaikan jika tidak bersinar waktu itu juga, maka akan bersinar suatu hari nanti.

 

Seperti Rasulullah saw yang mendakwahkan Islam di sekitar Jazirah Arab kala itu, dengan semangat dan sungguh-sungguh, maka buah dari dakwahnya yakni Islam hampir tersebar di seluruh penjuru dunia saat ini. 

 

Akan tetapi, sering terjadi di masyarakat, banyak kiai yang minder untuk berdakwah dan mengingatkan kebaikan kepada orang lain, karena mungkin anaknya, istrinya, dan saudaranya masih ada yang menyimpang dan bermaksiat juga. 

 

Ketika kiai berdakwah, mengingatkan anak tetangganya yang tidak shalat atau mabuk, kadang jawaban dari tetangga juga sangat menusuk, ngapain ngurusin anak orang, kalau anaknya atau keluarganya sendiri juga ahli maksiat. Jika mental kiai tersebut sangat lemah, dia akan berhenti berdakwah hingga akhir hayatnya. 

 

Padahal yang dicontohkan oleh Rasulullah tidak begitu, dakwah tetaplah dakwah, dan menebarkan kebaikan tidak pandang bulu. Jika kita membaca sejarah Nabi Muhammad ketika berdakwah, apakah semua keluarganya mengikuti Nabi? Jawabannya tidak. Karena masih ada pamannya, Abu Jahal dan istrinya yang menentang keponakannya. Ada juga pamannya yang lain, Abu Thalib, meski tidak memusuhi Nabi, akan tetapi enggan masuk Islam.

 

Dari cerita di atas, dapat kita simpulkan, apakah karena ada kerabatnya yang enggan masuk Islam, Nabi berhenti berdakwah. Tidak. Nabi tetap berdakwah tanpa menyerah, selalu mengingatkan keluarganya, tetangganya dan masyarakat Jazirah Arab untuk menjadi baik. Karena keimanan merupakan urusan Tuhan, sedangkan tugas manusia hanya menyampaikan kebenaran.  

 

Kita tidak boleh berhenti berdakwah dan pesimis dengan takdir, karena jiwa dan hati manusia selalu berubah-ubah. Hari ini membangkang, besok sadar, hari ini ahli maksiat, bulan esoknya menjadi ahli ibadah. Itulah rahasia Allah yang tidak akan pernah bisa terbaca oleh manusia. 

 

Sayyidina Umar bin Khattab ra, yang pada awalnya ingin memenggal leher Nabi, menjadi pelindung dari Nabi saw. Dan kisah Nabi Musa yang diasuh oleh Fir’aun yang zalim sejak bayi, ketika besar menentang Fir’aun. Itulah jalan takdir. 

 

Oleh karena itu, menjadi manusia, khususnya umat Muslim, umat Nabi Muhammad saw, tetaplah selalu berdakwah dan berdoa, karena kita tidak akan tahu, hati siapa yang akan dilunakkan Allah swt.

 

(Yudi Prayoga)


Keislaman Terbaru