• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 19 April 2024

Warta

Anjuran Berdakwah Kepada Penguasa

Anjuran Berdakwah Kepada Penguasa
Anjuran Berdakwah Kepada Penguasa Oleh : Ust.Suparman Abdul Karim (Ketua Lembawa Dakwah NU Lampung) ISLAM merupakan agama dari Allah yang mengatur seluruh aspek kehidupan, baik pribadi maupun masyarakat, lahir maupun batin, dan bahkan untuk kepentingan di dunia dan akhirat. Maka sistim politik Islam, khususnya tentang kepemimpinan, merupakan amanat dari Allah untuk melaksanakan aturan, undang-undang dan syari’at Islam. Kepemimpinan dalam Islam merupakan bentuk aktifitas politik, yang bertujuan untuk menegakkan aturan Allah di muka bumi. Oleh karena itu, pemimpin yang dipilih semata-mata hanya bertugas untuk menegakkan syari’at dan menerapkan hukum Allah, sehingga negara dan rakyat meraih kedamaian, penguasa dan rakyat memperoleh hak-hak secara adil, serta kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kondisi yang tenteram dan makmur. Islam memiliki etika tersendiri dalam menasihati pemimpin, bahkan mempunyai kaidah-kaidah dasar yang tidak boleh dilecehkan; sebab, pemimpin tidak sama dengan rakyat. Apabila menasihati kaum muslimin, secara umum memerlukan kaidah dan etika, maka menasihati para pemimpin lebih perlu memperhatikan kaidah dan etikanya. Modal awal dalam berdakwah kepada penguasa adalah keberanian (al-Jurah) dan tanpa gentar kepada siapa pun kecuali hanya kepada Allah Ta'ala. Sebagaimana Firman Allah Ta'ala: Artinya: "(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut hanya kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan" (Q.S. al-Ahzab: 39). Pada hari kiamat nanti Allah Ta'ala akan bertanya kepada orang-orang yang berilmu dan kaum muslimin pada umumnya, "Apa yang mengahalangi kalian untuk mengatakan (kebenaran) kepada para pejabat yang zalim?", maka akan ada yang beralasan, "kami takut kepada mereka", atau ada yang menjawab, "kami segan dengan mereka, kami malu dan kami merasa enggak enak". Kemudian Allah Ta'ala berfirman, "Akulah yang seharusnya lebih berhak kalian takuti". Sebagaimana hadits Nabi SAW: Artinya: "Janganlah kalian menghinakan diri sendiri, (yakni) kalian melihat suatu urusan Allah yang harus disampaikan, tetapi kalian tidak menyampaikannya" (Sunan Ibnu Mâjah, no. 4008). Pejabat yang telah terbukti amanah sekalipun tetap harus selalu diberi nasehat dan diberi motivasi agar istiqamah pada jalan yang benar. Apalagi para pejabat yang korup dan yang bermaksiat, maka wajib hukumnya berdakwah kepada mereka. Rasulullah SAW telah bersabda: Artinya: “Sesungguhnya akan diangkat untuk kalian para Penguasa, dan kalian akan mengetahui kemunkarannya. Maka siapa saja yang membencinya bebaslah ia dan siapa saja yang mengingkarinya selamatlah ia, tetapi barangsiapa yang senang dan mengikutinya maka tersesatlah ia” (Shahîh Muslim, 1854). Rasulullah SAW telah mengisyaratkan bahwa suatu saat nanti akan muncul di tengah-tengah umat para pemimpin yang zalim. Mereka menghalakan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan, menyuburkan suap-menyuap, membudayakan korupsi, menyuburkan riba dan mengizinkan perzinahan. Yang mereka pikirkan hanya upaya mempertahankan jabatan dan menumpuk-numpuk harta kekayaan. Barang siapa yang merelakan dan senang dengan pemimpin model demikian, maka ia telah termasuk golongannya. Sedangkan barangsiapa yang membencinya, mengingkarinya, dan menjauhinya maka selamatlah ia disisi Allah Ta'ala nantinya. Rasulullah SAW telah mendorong kita untuk melakukan dakwah kepada para penguasa, beliau bersabda yang artinya: "Jihad yang paling utama adalah berkata benar dihadapan penguasa yang keji atau pemimpin yang keji" (Sunan Abû Dâwud, no. 4344; dan Sunan at-Tirnidzî, no. 2170). Para shahabat dan ulama salaf telah mengajari kita sikap yang patut kepada para penguasa. Mereka taat kepada peraturan para penguasa selama bukan dalam maksiat, tetapi mereka berani berbicara di depan muka penguasa demi mengingatkan dan menyatakan kebenaran. Sebagaimana kisah salah seorang sahabat yang bernama Ma'qil bin Yasâr ketika ia sakit dijenguk oleh Gubernur 'Ubaidillâh bin Ziyâd. Ketika itu sahabat Ma'qil berkata kepada sang gubernur: "saya akan menyampaikan kepadamu suatu hadits yang telah aku dengar dari Rasulullah SAW, bahwa beliau bersabda yang artinya: "Barangsiapa yang diamanati oleh Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia tidak menjalankan amanah dengan baik, maka ia tidak akan mendapatkan (walau hanya) aroma surga. Padahal aroma surga itu sudah dapat tercium dalam jarak perjalanan 500 tahun". (Shahîh al-Bukhârî, no. 7150). Dikisahkan bahwa seorang ulama' salaf yang bernama Al-Izz bin Abdussalam berdialog dengan penguasa Mesir, yakni Najmuddin Ayyub. Al-Izz berkata: "Wahai Ayyub, bagaimana jika Allah bertanya mengapa kamu menghalalkan arak?". Gubernur Ayyub balik bertanya: "Apa iya hal itu telah terjadi (pada saya)?". Al-Izz menjawab: "Ya, telah terjadi, karena kedai penjualan arak telah bertebaran di mana-mana, para pembuatnya dibiarkan dan diizinkan, akibatnya telah terjadi banyak kemunkaran, sementara engkau bergelimang dengan kemewahan serta kekuasaan". Gubernur Ayyub berkata: "Aku hanya melanjutkan kebiasaan zaman ayahku", yang tidak melarang arak (atau minuman keras). Al-Izz berkata: "kalau begitu engkau termasuk pada orang-orang yang disebutkan Allah dalam al-Qur'an, yaitu "...orang-orang yang hidup mewah (atau berkuasa) di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami (telah melakukannya) dan sesungguhnya kami hanyalah mengikuti jejak-jejak mereka" (Q.S. az-Zukhruf: 23). Mendengar ayat ini gubernur Najmuddin Ayyub langsung gemetaran, lalu berkata: "Mulai hari ini akan aku tutup kedai-kedai itu dan mencabut semua izin peredaran dan produksinya". Semua orang tercengang dan menjadi takjub dengan keberanian Al-Izz bin Abdussalam. Demikianlah sebagai manusia biasa kami hanya mengingatkan dan semoga Allah Azza wa Jalla memberi hidayah bagi kita untuk taat terhadap kebenaran. Marilah kita memegang erat sunnah Nabi SAW. Teladanilah para sahabat dan ulama salaf yang berani berkata benar di hadapan penguasa yang Dzalim. Wallahu A'lam. (*)  


Editor:

Warta Terbaru