Aku duduk di tengah Padang Arafah. Terik matahari di angka 45Â derajat Celsius membakar kulitku. Namun aku tetap merasa damai dan sejuk. Aku merasa seolah-olah berada di tengah-tengah lautan manusia. Semua berpakaian serba putih, simbol kesederhanaan dan kesetaraan di hadapan Sang Kuasa.
Kubuka mushaf Al-Qur'an yang kubawa. Mataku tertuju pada Surah Al-Baqarah ayat 197-202. Aku mulai membaca dan menelusuri untaian kalimatnya satu persatu. Suaraku hampir tenggelam oleh doa dan tangisan jamaah lainnya. Namun aku merasa seolah-olah sedang berbicara langsung dengan Tuhanku.
Ayat 197 mengingatkanku tentang pentingnya menjaga lisan dan perilaku selama haji. Aku pun merenung. Berusaha menjaga hati dan pikiranku tetap bersih dan fokus pada ibadahku.
Baca Juga
Seorang Haji Ditinggal Mati Suami
Satu tarikan nafas kedepan membaca untaian ayat 198. Aku pun tertegun. Aku merasa seolah-olah ayat itu ditulis khusus untukku. Aku berada di Arafah, tempat yang disebutkan dalam ayat tersebut. Aku merasa terhubung dengan ribuan Muslim lainnya yang juga berdoa dan mencari petunjuk di tempat yang sama.
Aku melanjutkan membaca. Dan setiap kata tampaknya memiliki resonansi yang lebih dalam. Aku merasa seolah-olah aku sedang berdialog dengan Tuhanku. Â Memohon ampunan dan petunjuk.
Ketika aku sampai pada ayat 200, aku merasa seolah-olah telah menyelesaikan perjalanan spiritual yang mendalam. Aku merasa lebih dekat dengan Tuhanku. Dan aku merasa lebih memahami makna dan tujuan hidupku. Ayat ini membawa diriku dalam renungan mendalam, mengingat kedua orang tua yang telah tiada. Rasa rindu yang mendalam kepada mereka menyeruak dari dalam dada. Namun aku sadar bahwa aku harus lebih merindukan ampunan dan rahmat dari Allah.
Aku menutup mushaf itu dan aku merasa seolah-olah baru saja mengalami pengalaman yang akan kuingat seumur hidup ku.Â
Aku duduk di tengah Padang Arafah, di bawah terik matahari, namun aku merasa damai dan tenang. Aku merasa seolah-olah telah menemukan sesuatu yang sangat berharga, sesuatu yang akan kubawa pulang dan akan menjadi bagian dari diriku selamanya.
Baca Juga
Lima Kiat Untuk Meraih Haji Mabrur
Setitik catatan sepiritual di musim haji, 9 Zulhijjah 1444 H, pukul 11.20 WIB saat menyatu dengan debu suci Padang Arafah. Sebuah momen yang tak terlupakan dalam hidupku seraya memohon ampun kepada Allah dengan sungguh-sungguh. Lebih dari kerinduanku kepada kedua orang tua yang telah bahagia di alam sana.
Puji Raharjo, Jamaah Haji 2023
Terpopuler
1
Asal Usul Nama Safar dan Mitos Sial di Dalamnya
2
Khutbah Jumat: Menangkal Mitos Kesialan di Bulan Safar
3
Gus Kafabihi dan Ning Sheila Motivasi Santri Ponpes Al-Hidayat Gerning untuk Giat Menuntut Ilmu
4
Khutbah Jumat: Bulan Safar, Berkah Bagi yang Taat dan Sial Bagi yang Maksiat
5
3 Amalan Sunnah di Bulan Safar, Salah Satunya Perbanyak Doa
6
Zidan dan Nushrotul Nakhodai PAC IPNU IPPNU Natar, Siap Lanjutkan Visi Era Baru
Terkini
Lihat Semua