Menyambut Hari Santri Nasional, Ini Renungan Puisi Gus Mus tentang Lirboyo
Kamis, 17 Oktober 2024 | 11:20 WIB
Yudi Prayoga
Penulis
Beberapa hari ke depan kita akan memperingati Hari Santri Nasional, tepatnya pada 22 Oktober. Hari tersebut merupakan hari untuk menghormati peran santri dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Hari Santri Nasional ditetapkan pada tahun 2015, merupakan hari untuk memperingati resolusi jihad yang dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy’ari yang menjadi motivasi bagi santri untuk berjuang melawan penjajahan.
Santri merupakan pelajar yang menimba ilmu agama di pondok pesantren. Di zaman sekarang, santri memiliki beragam keahlian, mulai ilmu-ilmu alam, sosial, agama, seni, sastra dan sebagainya.
Salah satu santri yang juga seorang kiai di Jawa Tengah memiliki kedalaman ilmu agama sekaligus sastra yakni KH Mustofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus. Selama hidupnya, Gus Mus banyak menulis beragam puisi, salah satu yang terkenal tentang santri adalah puisi yang berjudul “Lirboyo Kaifa Hal”.
Puisi ini lahir karena memang Gus Mus pernah nyantri di Lirboyo di bawah asuhan KH Mahrus Aly dan KH Marzuki Dahlan. Berikut isi puisinya:
Lirboyo Kaifa Hal
Lirboyo,
Masihkah tebu-tebu berderet manis melambai di sepanjang jalan menyambut langkah gamang santri anyar menuju gerbangmu? Ataukah seperti di mana-mana pabrik-pabrik dan bangunan bangunan bergaya spanyolan yang angkuh dan genit menggantikannya?
Lirboyo,
Masihkah mercusuar-mercuar petromak sepembuluh bambu setia menemani para santri barsaharul layali? Ataukah seperti di mana-mana neon-neon kebiruan yang berjaga kini seperti bola-bola lampu menggantikan teplok-teplok gothakan?
Lirboyo,
Masihkah shorof dan i'lal dihafal di serambi, dapur dan pematang? Dan senandung alfiah membuai merdu? Ataukah seperti di mana-mana santri lebih suka menghafal lagu-lagu dan alunan dangdut dari transistor modern masa kini?
Lirboyo,
Masihkah musyawarah pendalaman ilmu dan halaqoh-halaqoh menghidupkan malam-malam penuh ghirah dan himmah? Ataukah seperti di mana-mana diskusi-diskusi sarat istilah tanpa kelanjutan dinilai lebih bergengsi dan bergaya?
Lirboyo,
Masihkah sari-sari pikiran al Ghazaly dikaji sore dan setiap saat dicontohkan dalam perilaku Bapak Kiai? Ataukah seperti di mana-mana penggalan-penggalan kata-kata mutiara dianggap lebih bermakna salam kaligrafi dan majalah-majalah?
Lirboyo,
Masihkah santri-santri bersama-sama melakukan shalat setiap waktu dalam derajat ganjarannya yang berlipat dua puluh tujuh? Ataukah seperti di mana-mana orang merasa tak punya waktu sibuk memburu saat-saat kesendirian untuk diri sendiri?
Lirboyo,
Masihkah Mbah Manab, Mbah Marzuqi, dan Mbah Mahrus memercikkan tsawab berkah dala, suksesi ilmu dan amaliyah? Ataukah di mana-mana mereka tidak punya arti apa-apa kecuali buat dikenang sesekali dalam upacara haul yang gegap gempita?
Lirboyo,
Masihkah senggotmu terasa berat bagi penimbanya? Ataukah lebih berat lagi?
Lirboyo,
Kaifa Hal? Bagaimana kabar Gus Idris, Gus War, Gus Imam, Gus Maksum?
Lirboyo,
Di mana-mana ada lirboyo
Di mana-mana ada Mbah Manab
Di mana-mana ada Mbah Marzuqi
Di mana-mana ada Mbah Mahrus
Dari senggotmu mereka menimba
Lirboyo,
Aku Rindu Kau...!!!
Dari puisi di atas, kita bisa merasakan sosio kultur Gus Mus ketika mondok dulu. Bagaimana keadaan pesantren, baik dari segi fasilitas maupun keadaan pesantrennya. Ini merupakan ungkapan yang mendalam dari seorang kiai yang rindu akan kehidupan pesantrennya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Ilmu dan Adab Lebih Tinggi daripada Nasab
2
3 Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Membangun Masjid
3
Hindari Tafsir Liberal dan Radikal pada Pancasila
4
Khutbah Jumat: Bijak dalam Bermedia Sosial
5
PCNU Pringsewu Imbau Masyarakat Senantiasa Menjaga Kondusifitas Daerah
6
Pernikahan, Ibadah Paling Panjang dalam Kehidupan Manusia
Terkini
Lihat Semua