• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Minggu, 28 April 2024

Seni Budaya

Tradisi Sarungan di Kalangan Pesantren dan Nahdliyyin

Tradisi Sarungan di Kalangan Pesantren dan Nahdliyyin
foto Tradisi Sarungan di Kalangan Pesantren dan Nahdliyyin (NU)
foto Tradisi Sarungan di Kalangan Pesantren dan Nahdliyyin (NU)

Tradisi pemakaian sarung dalam budaya masyarakat Indonesia secara umum telah berlangsung sejak lama. Sandangan yang berasal dari Yaman ini masuk ke Nusantara kurang lebih pada abad ke-14, pembawanya adalah para saudagar Arab dan Gujarat.

 

Pasca masuk ke tanah Nusantara, sarung kemudian masuk dan mengakar di lingkungan pesantren. Kemudian ratusan ribu santri atau murid dari lembaga pendidikan tertua di Indonesia itu menjadi identik dengan sarung dan budaya bersarung. 

 

Di daerah yang mayoritas masyarakatnya berpaham Nahdlatul Ulama (NU), mengenakan sarung merupakan pemandangan umum. Bukan hanya saat acara resmi, melainkan juga acara santai. Mulai dari salat di masjid, bertamu ke tetangga, hingga meronda di pos kamling, dan sebagainya. Sebab, sarung sudah menjadi bagian dari fashion sehari-hari masyarakatnya. Bahkan di tanah Madura, kita akan menjumpai banyak  orang yang mengenakan sarung di segala situasi dan kondisi. 

 

Ketika kita berkunjung ke beberapa pesantren di sepanjang pulau Jawa; Banten-Jawa Timur, sarungan ibarat 'pakaian adat’ dan identitas kebanggaan. Namun, sebenarnya pemakaian sarung sangatlah luas, tidak berkutat hanya di lingkungan NU dan pesantren, masyarakat Indonesia dari berbagai ormas, agama, suku, sebagian besar akrab mengenakan sarung sebagai busana sehari-hari dan pelengkap adat istiadat. 

 

Kita akan menjumpai sarung adat banyak digunakan di daerah-daerah luar Jawa seperti Lampung, Bali, Sulawesi, Palembang, Padang dll. Tentu dalam bentuk sarung yang berbeda baik corak maupun desain. Di hampir setiap daerah memiliki kain sarung dengan kekhasannya masing-masing.

 

Sarung sendiri merupakan warisan budaya yang penuh pemaknaan. Dengan bentuknya yang sederhana tetapi coraknya sangat beragam apik dan detail, mengandung bahwa kita diajarkan untuk berbuat baik dengan memberi manfaat kepada masyarakat yang kompleks seperti corak sarung itu sendiri. Setidaknya dengan sosialisasi dan komunikasi yang baik. 

 

Sarung juga didesain tanpa adanya atribut kancing dan resleting yang mengekang pergerakan badan. Artinya, kita semestinya bersikap fleksibel, tidak kaku dalam bergaul. Kemudian adanya ruang ketika kain sarung dipakai adalah sebuah pengibaratan untuk menerima dengan lapang apa yang menjadi permasalahan umat untuk dirasai bersama. Gulungan kain diperut mengisyaratkan supaya kita tetap kuat menjaga silaturahmi antar sesama manusia (hablu minannas).

 

Wahyu Agil Permana, Mahasiswa Universitas Lampung


Seni Budaya Terbaru