• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Pernik

Moderasi Beragama

Kerukunan Antarumat Beragama di Labuhan Dalam, Saling Membantu Saat Hari Raya Keagamaan

Kerukunan Antarumat Beragama di Labuhan Dalam, Saling Membantu Saat Hari Raya Keagamaan
Pecalang saat menjaga dan mengatur lalu lintas umat Muslim di Kelurahan Labuhan Dalam, Tanjung Senang, Bandar Lampung. (Dok. Banjar)
Pecalang saat menjaga dan mengatur lalu lintas umat Muslim di Kelurahan Labuhan Dalam, Tanjung Senang, Bandar Lampung. (Dok. Banjar)

Hadirnya umat beragama Hindu dan para Pecalang di Lapangan Sepak Bola Kelurahan Labuhan Dalam, Kecamatan Tanjung Senang, Bandar Lampung, pada saat shalat Idul Adha dan Idul Fitri bukan satu hal yang asing lagi bagi masyarakat setempat. Mereka sibuk mengatur lalu lintas dan parkir kendaraan bagi para umat Muslim yang hendak menunaikan shalat Id.


Meski penampilannya tampak berbeda, karena mengenakan pakaian khas umat Hindu (Bali) seperti mengenakan ikat kepala (udeng) namun warga di kelurahan itu sudah menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa. “Bagi kami hadirnya umat Hindu saat hari raya keagamaan Islam sudah menjadi pemandangan yang biasa, tidak ada yang menganggap aneh. Kami sudah lama hidup berdampingan dan bantu-membantu,” kata H Muhammad Yunus, tokoh masyarakat Kelurahan Labuhan Dalam.


Apalagi, kata Yunus, tokoh umat Hindu di Lampung, I Ketut Pasek, selalu hadir di tengah-tengah umat Hindu yang mengatur lalu lintas warga yang hendak shalat Idul Fitri maupun Idul Adha. “Pak Ketut yang juga tinggal di Kelurahan Labuhan Dalam, ikut turun ke lapangan. Jadi suasananya memang sudah penuh dengan kebersamaan,” katanya.


Pecalang adalah petugas keamanan dari suatu Banjar. Sedangkan Banjar adalah pembagian wilayah administratif di bawah kelurahan atau desa, setingkat Rukun Warga.


Di Kota Bandar Lampung, ada empat Banjar, yang salah satunya berada di Kelurahan  Labuhan Dalam, yaitu Banjar Bhuana Shanti. Banjar ini memiliki warga sekitar 280-an keluarga yang tersebar di Kecamatan Tanjungsenang, Wayhalim, Rajabasa, dan Kemiling. Di area Banjar ini terdapat sebuah Pura yaitu Pura Bhuana Shanti. 


Di Banjar Bhuana Shanti sendiri terdapat 10 orang Pecalang. Ketika ada perayaan agama Islam, Pecalang yang tinggal dari berbagai kecamatan itu datang ke Labuhan Dalam.


Pada saat pelaksanaan shalat Id, umat Hindu dan para Pecalang masih berjaga-jaga di lapangan dan jalan raya. Usai shalat, mereka saling bersalaman dan foto bersama, dilanjut umat Hindu berkunjung ke rumah tetangganya yang Muslim.


“Jadi peran umat Hindu di sini sangat membantu sekali, apalagi pada saat shalat Id, ada ribuan warga yang shalat di lapangan,” tambah Yunus yang juga Kepala Lingkungan 1 di Kelurahan Labuhan Dalam itu.


Pada saat umat Muslim menunaikan shalat Idul Fitri atau Idul Adha itu, umat Hindu dan para Pecalang ada pula yang mengatur lalu lintas dan berjaga di masjid-masjid, karena tak semua umat Muslim shalat Id di lapangan. Selain itu ada pula kelompok muda-mudi yang ditugaskan untuk berkeliling memantau ke rumah-rumah penduduk yang ditinggalkan penghuninya.


Ketua Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Tanjungsenang, Ustadz M Mahsun menuturkan, dirinya pernah melihat sendiri saat ada pengajian dan shalawatan di Pesantren Al Banin di kelurahan tersebut, yang dihadiri oleh Habib Umar al Muhdor. “Ada ribuan warga yang hadir saat itu, umat Hindu turut serta menjaga keamanan, mengatur lalu lintas dan parkir kendaraan,” katanya.


Ia mengungkapkan, meski mengenakan atribut umat Hindu, namun warga merasa biasa saja. “Di Kecamatan Tanjungsenang, Kelurahan Labuhan Dalam khususnya, tidak merasa aneh dengan kehadiran saudara-saudara kita umat Hindu. Bahkan nuansa kekeluargaan semakin terasa,” katanya.


 

Pecalang menjaga shalat Idul Fitri warga Kelurahan Labuhan Dalam, Tanjung Senang, Bandar Lampung. (Dok: Banjar)


Ketua Banjar Bhuana Shanti, Gusti Putu Sudiarba, mengatakan, kerukunan umat beragama di Labuhan Dalam sudah terjalin lama sekitar 15 tahun yang lalu. Ketika itu, I Ketut Pasek menggagas untuk membantu pengamanan umat Muslim yang akan shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Umat Kristen juga terlibat dalam pengamanan tersebut.


“Ternyata itu disambut baik oleh rekan-rekan Muslim. Bila kami merayakan Hari Raya Nyepi, misalnya, mereka terlibat dalam melakukan pengamanan dan kenyamanan bagi umat Hindu dalam beribadah, termasuk mengatur lalu lintas. Mereka melarang orang yang kebut-kebutan pada malam hari, anak-anak yang biasanya nongkrong diimbau untuk membubarkan diri, serta menciptakan lingkungan agar umat kami khusyuk beribadah,” kata Gusti.


Pada saat akan shalat Idul Fitri dan Idul Adha, kata Gusti, sebagai Kepala Banjar ia mengumpulkan anak-anak muda Hindu bersama para Pecalang. Ada yang berjaga di masjid, ada pula yang di lapangan, mengatur lalu lintas, dan patroli ke rumah-rumah penduduk. “Mereka di sini kan kawan sepermainan dan tetangga dekat. Jadi saling tolong menolong saja, tidak lagi memandang perbedaan agama,” katanya.


Ia menceritakan, di Labuhan Dalam, selain para Pecalang dan pihak Perlindungan Masyarakat (Linmas) Kelurahan, ada pula yang namanya Bantuan Komunikasi (Bankom), yang beranggotakan umat kedua agama. “Bankom ini berperan dalam membantu komunikasi umat beragama di Labuhan Dalam, apalagi anggotanya banyak, mencakup dua agama tersebut,” katanya.


Sekretaris Banjar Pura Bhuana Shanti, I Wayan Aryudi mengungkapkan, selain Hari Raya Nyepi dan Galungan, setiap 15 hari sekali atau sebulan dua kali, umat Hindu mengadakan persembahyangan di Pura Bhuana Shanti, tepatnya saat bulan purnama dan bulan mati (tilem). Pada saat itu, ratusan warga Banjar Bhuana Shanti, yang berasal dari empat kecamatan di Bandar Lampung berdatangan.


“Pada saat persembahyangan warga kami dari berbagai kecamatan akan berdatangan. Ketika itu umat Muslim turut serta mengatur lalu lintas, parkir, dan turut menjaga keamanan saat kami beribadah. Itu sudah rutin dilakukan setiap bulannya,” kata I Wayan.


Sementara I Gede Wirya Kambas, selaku Sekretaris Bankom, menyatakan, umat Muslim dan Hindu bersatu melalui Bankom tersebut. “Bila ada kegiatan keagamaan, masing-masing anggota berkoordinasi dengan umat agamanya, dan kemudian langsung bergerak. Tentu saja dengan berkoordinasi dengan aparat kelurahan,” katanya.


I Gede menggambarkan, meskipun Pura Bhuana Shanti berada di lingkungan perumahan padat penduduk, namun mereka tidak pernah bermasalah dengan keamanan dan lokasi parkir. Ketika persembahyangan sebulan dua kali itu misalnya, ada sekitar 500-an motor  warga yang berdatangan. Belum lagi yang mengendarai mobil. “Bila tempat parkir penuh, bisa menumpang di rumah-rumah warga, termasuk umat Muslim,” katanya.


Ia menceritakan, sebagai umat Hindu merasa sangat terbantu dengan adanya kerukunan antarumat beragama tersebut. Bayangkan saja, pada saat harus melakukan Nyepi di rumah masing-masing selama 24 jam, semua umat Hindu di kelurahan tersebut dapat melaksanakannya dengan khidmat, karena para tetangganya yang berbeda agama berjaga-jaga mengamankan suasana. “Kami bisa lebih khusuk beribadah, karena kami merasa yakin, selama ini kerukunan itu sudah terjalin erat,” katanya.


Gede menceritakan, Bankom adalah semacam forum komunikasi antarumat beragama. Mulanya Bankom adalah komunitas warga yang menggunakan alat komunikasi handy talkie (HT), yang pada awalnya memantau petugas ronda di wilayah Labuhan Dalam.


“Berikutnya seiring berjalan waktu, Bankom kami arahkan untuk terlibat dalam kegiatan keagamaan. Ternyata kebersamaan itu masih terus berlangsung sampai sekarang,” katanya.


Lurah Labuhan Dalam, Sri Aida Fitri, merasa sangat terbantu dengan keharmonisan warganya meski berbeda agama. “Setiap ada perayaan keagamaan, kedua belah pihak langsung bergerak. Ada berbagai pihak yang terlibat, yaitu dari pihak kelurahan ada Linmas, Pecalang, dan Bankom sebagai penghubung komunikasi,” katanya.


Sri Aida mengungkapkan, Bankom banyak membantu petugas kelurahan dan masyarakat dalam komunikasi antarumat beragama. “Pada saat kegiatan keagamaan, antarpemeluk agama di sini saling berkomunikasi untuk saling membantu. Ini semua sudah berlangsung lama,” katanya.


Di Kelurahan Labuhan Dalam, warganya ada sekitar 6.775 jiwa, yang terbagi dalam 20 Rukun tetangga (RT) dan dua Lingkungan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 30 persen warganya beragama Hindu, 60 persen beragama Islam dan sisanya agama lainnya.


Sri Aida berharap kerukunan umat beragama di Labuhan Dalam dapat terus terjalin. untuk itu pihak kelurahan akan terus berkoordinasi dengan Bankom, untuk terus menjaga kekompakan dan keutuhan umat beragama.

(Ila Fadilasari)


Pernik Terbaru