• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Minggu, 28 April 2024

Pernik

MODERASI BERAGAMA

Menelusuri Kerukunan Antarumat Beragama pada Empat Tempat Ibadah di Kota Tua Bandar Lampung

Menelusuri Kerukunan Antarumat Beragama pada Empat Tempat Ibadah di Kota Tua Bandar Lampung
Jamaah masjid saat akan melaksanakan shalat di Masjid Jami Al Anwar, Kelurahan Pesawahan, Telukbetung Selatan, Bandar Lampung. (Foto: NUO Lampung/Dian Ramadhan)
Jamaah masjid saat akan melaksanakan shalat di Masjid Jami Al Anwar, Kelurahan Pesawahan, Telukbetung Selatan, Bandar Lampung. (Foto: NUO Lampung/Dian Ramadhan)

Kota Bandar Lampung mempunyai kawasan kota tua yang berada di Kecamatan Telukbetung Selatan. Kawasan ini sudah ada sejak tahun 1839, yang sejak dulu dikenal sebagai pusat perdagangan dan jasa yang merupakan cikal bakal terbentuknya Bandar Lampung sebagai ibu kota Provinsi Lampung, sebelum dipindah ke Tanjung Karang.


Di salah satu kelurahan yang ada di Telukbetung Selatan, terdapat empat tempat ibadah yang berdiri berdekatan, yakni di Kelurahan Pesawahan. Letaknya berada di pesisir Kota Bandar Lampung, dan juga di area pertokoan etnis Tionghoa. 


Keempat tempat ibadah tersebut ialah Masjid Jami’ Al-Anwar, Vihara Thay Hin Bio, Gereja Katolik Ratu Damai, dan Vihara Amurwa Bhumi. Masyarakat di kelurahan ini juga sangat heterogen.


“Kalau mau belajar tentang keheterogenan, tempatnya adalah di Kelurahan Pesawahan, Kecamatan Telukbetung Selatan,” kata salah seorang tokoh masyarakat setempat, M Irfandi kepada NU Online Lampung, Rabu (20/12/2023).


Masjid Jami’ Al Anwar berada di Jalan Laksamana Malahayati. Masjid tertua di Provinsi Lampung ini dibangun pada tahun 1839, sebagai saksi penyebaran agama Islam di Lampung.   


Masjid ini memiliki halaman yang cukup luas untuk parkir jamaah yang akan melaksanakan shalat yang berasal dari berbagai daerah. Lokasinya pun strategis karena berada di pinggir jalan raya dan dekat dengan pusat pertokoan Telukbetung.  


Sejak dulu hubungan antarumat beragama, termasuk para pengurus masjid, gereja, dan vihara ini sangat erat. Pernah ketika di Masjid Al Anwar ada masalah dengan air untuk berwudhu, pihak pengurus gereja turut membantu memperbaiki mesin hingga saluran airnya. 


“Kalau mau menguras bak yang besar itu, pihak gereja yang mengeluarkan uang untuk biaya pengerjaannya. Hal itu dilakukan pada zaman Pendeta Kana. Kalau di masjid airnya macet atau mati, maka Pendeta Kana marah jika tidak diberitahu, karena hal itu menurutnya adalah tanggung jawab dia,” kata Irfandi. Bantuan dari gereja tersebut adalah secara sukarela, tanpa ada pembicaraan dan kerja sama secara tertulis.


Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung periode 2018-2023 itu mengungkapkan, kemudian hubungan pengurus masjid dan vihara, ketika ada permasalahan lampu masjid yang putus misalnya, pihak vihara yang mengganti lampunya menjadi baru. Kemudian jika pihak gereja dan vihara membutuhkan orang untuk bekerja, maka jamaah masjid pun akan membantunya secara sukarela.


Masjid Jami’ Al-Anwar bukan hanya menjadi masjid tertua di Lampung dan tempat bagi masyarakat belajar mengaji sejak zaman dahulu, tetapi juga menjadi markas para pejuang kemerdekaan di Lampung.


Masjid ini selalu menjadi tempat para pejuang kemerdekaan bersama para ulama mengatur strategi perjuangan seusai shalat dan mengaji. Para tokoh dan ulama yang terlibat dalam membentuk strategi perjuangan di antaranya H Alamsyah Ratu Prawiranegara (mantan Menteri Agama RI), Alimuddin Umar, Kapten Subroto, KH Nawawi, dan KH Thoha.


 

Gereja Katolik Ratu Damai, Kelurahan Pesawahan, Kecamatan Telukbetung Selatan, Bandar Lampung. (Foto: NUO Lampung/Dian Ramadhan)


Gereja Katolik Ratu Damai berada di Jalan Ikan Kakap, Kelurahan Pesawahan, tepatnya di depan SD Negeri 1 Pesawahan. Gereja ini dibangun dengan tanah seluas kurang lebih 2 Ha, dan berjarak hanya 270 meter dengan Vihara Thay Hin Bio. 


Gereja Katolik ini juga kerap melakukan kegiatan sosial yang tidak hanya diikuti dan dimanfaatkan umat Katolik, namun juga umat agama lain. “Misalnya lahan milik gereja digunakan untuk penyuluhan kesehatan maupun posyandu dari Puskesmas Kampung Ambon. Kemudian juga ketika pembagian beras dari pemerintah juga dilaksanakannya di sini,” kata Pastor Kepala Gereja Katolik Ratu Damai, Romo Apolonius Basuki. 


Bahkan setiap harinya halaman parkir gereja pun digunakan untuk para pengantar jemput siswa ketika sekolah, dan para guru SD Negeri 1 Pesawahan. “Gereja kami dan yayasan juga sering menggelar kegiatan donor darah yang diikuti oleh semua umat agama, dan biasanya separuh dari pendonor adalah umat Muslim. Hasil dari donor darah itu pun akan disalurkan kepada siapa saja yang membutuhkan,” kata Romo Apol sapaan karibnya.


Di halaman samping milik gereja juga terkadang digunakan untuk senam ibu-ibu lansia ataupun kegiatan lainnya. “Gereja kami setiap jelang perayaan Natal membagikan sembako kepada masyarakat yang tergolong fakir miskin di sekitar gereja yang terbagi dalam 5 Rukun Tetangga,” tambahnya.


Gereja juga terbuka untuk masyarakat umum. Tak jarang mahasiswa dari UIN Raden Intan Lampung melakukan penelitian di gereja ini bersama Romo Apol. Mahasiswa tersebut biasanya berasal dari Fakultas Ushuluddin Jurusan Studi Agama-agama. 


“Kami juga sering diajak oleh pihak Kementerian Agama baik melalui Kantor Urusan Agama (KUA) dan UIN Raden Intan untuk mengikuti kegiatan kerukunan antarumat beragama dan moderasi beragama,” tuturnya. 


Selanjutnya, jika ada kunjungan anak sekolah maupun kampus yang ingin mengenalkan kepada mahasiwa dan muridnya mengenai moderasi beragama pihak gereja juga sangat terbuka.  


Ketika ada gotong royong yang dilakukan masyarakat sekitar, pihak gereja juga rutin memberikan sumbangan berupa air mineral gratis saat gotong royong tersebut. Dan ketika perayaan Natal, masyarakat sekitar melakukan penjagaan di sekitar gereja. 


 

Seorang umat Buddha sedang melaksanakan ibadah. (Foto: NUO Lampung/Dian Ramadhan)


Kemudian Vihara Thay Hin Bio, terletak di Jalan Ikan Kakap Nomor 35, di area kompleks pertokoan etnis Tionghoa, atau disebut juga pasar tengah di daerah Telukbetung. 


Vihara ini berada tepat di depan pusat oleh-oleh khas Lampung yang banyak dikunjungi wisatawan ketika berkunjung ke Kota Bandar Lampung, dan hanya berjarak 260 meter dengan Masjid Jami’ Al Anwar.


Vihara Thay Hin Bio sangat khas dan kental dengan etnis Tionghoa, terbukti dengan ornamen dan ukiran ketika akan memasuki vihara ini. Di pintu gerbang terdapat ornamen berbentuk naga dan tulisan Thay Hin Bio di bawahnya. Di dalam vihara ada beberapa pilar atau tiang bertuliskan huruf China dan dihiasai banyak lampion.  


“Kami di vihara ini juga terbuka bagi siapa saja yang ingin berkunjung, Vihara ini rencananya juga akan dicalonkan menjadi cagar budaya. Berbagai kalangan termasuk para peneliti banyak yang datang ke vihara ini,” kata Romo Joni, salah satu pemimpin ibadah di vihara tersebut. 


Ketua Pimpinan Cabang (PC) Majelis Buddhayana Indonesia Bandar Lampung, Romo Paulus Petrus mengatakan, sejarah toleransi di Indonesia ini bisa dilihat sejak zaman kerajaan dahulu, seperti pada masa Sriwijaya dan Majapahit. 


“Pada saat itu ada Candi Buddha dan Candi Hindu. Hal itu merupakan akulturisasi terjadinya kesepakatan Siwa Buddha. Itulah yang hanya terjadi di Nusantara atau Indonesia dahulu,” ujarnya. 


Maka sejak zaman nenek moyang itu toleransinya sudah tinggi, hingga terbawa sampai saat ini di Indonesia. Bahkan di India sendiri tidak terjadi akulturisasi agama.


 

Vihara Amurwa Bhumi Graha, Kelurahan Pesawahan, Kecamatan Telukbetung Selatan, Bandar Lampung. (Foto: NUO Lampung/Dian Ramadhan)


Vihara selanjutnya yaitu Amurwa Bhumi Graha yang berada di Jalan Ikan Bawal Nomor 09. Vihara ini memiliki gaya arsitektur Eropa klasik dengan dominan berwarna putih. Lokasinya pun berdekatan pusat perbelanjaan Chandra Telukbetung. 


Vihara ini cukup mewah dan megah setelah direnovasi beberapa tahun lalu. Saat memasuki gerbang utama terdapat pohon kecil yang hijau, dan beberapa tempat duduk bagi pengunjung dan jamaah. 


Pihak vihara sering melakukan bakti sosial (baksos) dan berkolaborasi dengan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Bandar Lampung, baik ketika masa pandemi covid-19 maupun setelahnya, seperti dengan melakukan penjualan nasi murah di beberapa titik di Kota Bandar Lampung. 


“Keharmonisan antarumat beragama di Telukbetung ini juga terbukti dengan di Vihara ada pekerja yang berasal dari kaum Muslim. Ada sekitar 20 pekerja di sini yang tidak hanya berasal dari agama Buddha saja, namun juga berasal dari berbagai agama, termasuk Muslim,” kata Romo Paulus Petrus di Vihara Amurwa Bhumi Graha. 


Tiap tahunnya, baik di acara perayaan umat Buddha seperti Imlek dan lainnya, beberapa kali di vihara ini memberikan bantuan bagi masyarakat sekitar berupa sembako. “Harapannya ke depan kerukunan antarumat beragama di Indonesia tetap terus terjaga,” tuturnya.

(Dian Ramadhan)


Pernik Terbaru