• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Senin, 29 April 2024

Pernik

MODERASI BERAGAMA

Tugu Kerukunan Umat Beragama, Simbol Harmonisasi Umat Beragama di Bandar Lampung

Tugu Kerukunan Umat Beragama, Simbol Harmonisasi Umat Beragama di Bandar Lampung
Tugu kerukunan umat beragama di Kecamatan Panjang, Bandar Lampung. (Foto: NUO Lampung/ Ila Fadilasari)
Tugu kerukunan umat beragama di Kecamatan Panjang, Bandar Lampung. (Foto: NUO Lampung/ Ila Fadilasari)

Sudah hampir empat tahun Tugu Kerukunan Umat Beragama itu berdiri kokoh di perempatan jalan padat lalu lintas di Kelurahan Panjang Utara, Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung. Tugu sebagai simbol kerukunan antarumat beragama itu diresmikan oleh Wali Kota Bandar Lampung saat itu, Herman HN, pada 29 Januari 2020.


Tugu tersebut dibangun sebagai apresiasi dari Pemerintah Kota Bandar Lampung terhadap Kecamatan Panjang, yang mendapat Juara 3 Kantor Urusan Agama (KUA) Teladan Tingkat Nasional  pada tahun 2019. Tugu itu diharapkan menjadi pengingat pentingnya kerukunan antarumat beragama, khususnya di Kota Bandar Lampung.


“Saya mengapresiasi Kecamatan Panjang yang memenangkan Lomba KUA Teladan Tingkat Nasional. Ini pencapaian yang luar biasa, dan pastinya tidak mudah,” kata Wali Kota Herman HN, saat itu.   


Peresmian tugu kerukunan yang berada di perempatan Jalan Yos Sudarso, Jalan Bahari, dan Jalan Teluk Semangka Panjang Utara itu, dihadiri oleh perwakilan tokoh-tokoh agama yang ada di Kota Bandar Lampung. Tugu itu menjadi ikon kerukunan umat beragama pertama di Sumatera. Bahkan pada saat diresmikan, tugu kerukunan  itu baru ada tiga di Indonesia, yaitu di Manado, Semarang, dan Kecamatan Panjang Bandar Lampung.


Pada bagian atas tugu setinggi enam meter terdapat kubah masjid sebagai simbol agama Islam yang merupakan agama mayoritas warga di Kecamatan Panjang. Di bawahnya ada lambang lima agama lainnya, yaitu Hindu, Buddha, Kristen, Katolik, Konghucu.


Kepala KUA Kecamatan Panjang, Miftahuddin Qosim mengungkapkan ihwal pencapaian juara tingkat nasional itu. Salah satu program yang diusung oleh Kepala KUA terdahulu, Purna Irawan, adalah Kampung Kerukunan Umat Beragama. Kampung itu sendiri mulanya adalah usulan para tokoh enam agama yang ada di Kecamatan Panjang.


“Kampung kerukunan itu semacam desa atau kampung yang mencerminkan nilai-nilai toleransi, perdamaian, dalam komunitas yang beragam, khususnya di wilayah Kelurahan Panjang Selatan. Para tokoh lintas agama itu sering berkumpul dan berdiskusi, baik formal maupun informal, sampai kemudian muncul usulan untuk membentuk kampung kerukunan. Kemudian disusunlah kepengurusan sebagaimana layaknya kampung, yang mewakili enam agama yang ada,” katanya.


Kecamatan Panjang yang dihuni oleh 83.851 jiwa (data BPS tahun 2022) yang tersebar dalam delapan kelurahan itu, memang sangat beragam. Umat enam agama hidup rukun dan terdapat tempat ibadah masing-masing, terdiri dari Masjid sebanyak 44, Mushala sebanyak 65, Vihara ada 3, satu Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha, Gereja sebanyak 6, dan ada 1 Pura.


Penghulu Muda KUA Panjang, M Sholeh mengungkapkan, kampung kerukunan merupakan tindak lanjut dari dialog lintas agama di Kecamatan Panjang pada tahun 2018 dan awal 2019. Salah satu kesepakatan dari dialog tersebut adalah membentuk kampung kerukunan.


Ada tujuh kesepakatan yang ditandatangani para tokoh lintas agama saat mendirikan kampung kerukunan. Kesepakatan itu yakni mengamankan dan melaksanakan keputusan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama tentang pendirian rumah ibadah, kesepakatan untuk tidak mencari kesamaan dalam hal yang sudah berbeda dan tidak mencari perbedaan dalam hal yang sudah jelas sama, saling menghormati ajaran atau tata cara ibadah masing-masing agama.


Kemudian saling menjaga tata cara ibadah atau umat masing-masing dan tidak saling mempengaruhi atau mengajak kepada agama atau ibadah bagi yang sudah jelas beragama, saling membantu dalam hal kegiatan keagamaan di luar peribadatan agama masing-masing, untuk perbaikan atau perenovasian rumah ibadah yang berdekatan dengan masyarakat yang beragama berbeda untuk dikomunikasikan agar tidak timbul kesalahpahaman, dan membuat tugu kampung kerukunan.


“Program Kampung Kerukunan Umat Beragama itu menjadi salah satu dari enam program pada saat lomba KUA tingkat nasional tersebut. Mungkin dinilai kampung kerukunan itu sebuah inovasi yang inspiratif,” kata Miftahuddin.


Kemenangan tersebut tentu disambut gembira oleh masyarakat Kecamatan Panjang, yang turut diapresiasi oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan membangun tugu tersebut.


“Sejak dahulu masyarakat di Kecamatan Panjang ini sudah hidup rukun, berdampingan, dan saling menghormati antarpemeluk agama. Kami sudah terbiasa berinteraksi dengan warga yang agama dan etnisnya berbeda, tidak pernah ada masalah,” kata Ustadz Salam Nawawi, Ketua Majelis Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Panjang, kepada NU Online Lampung.


Kemudian, ketika Kementrian Agama RI  mencanangkan pembentukan Kampung Moderasi Beragama (KMB) di seluruh Indonesia, untuk Provinsi Lampung, yang pertama diluncurkan adalah di Kota Bandar Lampung.  Karena di Kecamatan Panjang sudah ada Kampung Kerukunan Umat Beragama, lokasi KMB pun dipilih berada di Kecamatan Panjang.


Peluncurannya dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian Agama (Kemenag) Provinsi Lampung, H Puji Raharjo, yang dipusatkan di Vihara Tri Ratna Senti, di Jalan Selat Malaka 1, Kelurahan Panjang Selatan, Bandar Lampung, pada 30 Mei 2023.


Dalam acara yang bertema “Penetapan dan Launching Kampung Moderasi Beragama” itu Kepala Kanwil Kemenag mengingatkan, dibentuknya KMB adalah untuk menjaga, merawat, memelihara, meningkatkan kerukunan, keamanan dan perdamaian masyarakat dalam hidup berdampingan antar umat beragama.


“Kita juga perlu menangkal paham ekstremis radikalisme, dan sikap intoleransi terhadap sesama masyarakat yang harus dipraktikkan dalam kehidupan kita bersama. Kita berharap praktik baik yang sudah terlaksana di Kecamatan Panjang sejak lama ini bisa ditiru oleh umat daerah lain. Mudah-mudahan ke depan kita semakin baik kuat kokoh dalam bhinneka tunggal ika,” kata H Puji.


 

Para tokoh lintas agama membentuk Kampung Kerukunan Umat Beragama (Dok. KUA Panjang)


Layaknya sebuah kampung, tentu harus ada pengurusnya. Untuk keberlanjutan program, pengurus kampung kerukunan menjadi pengurus KMB. Mereka terdiri dari Sofian (Islam) sebagai ketua, Pendeta Yusuf (Kristen) sebagai wakil ketua, Romo Apolo (Katolik) sebagai sekretaris umum, Jhoni (Konghucu) sebagai wakil sekretaris umum, Ni Nyoman Sartini (Hindu) sebagai bendahara, dan Biksu Ache (Buddha) sebagai wakil bendahara.


“Kami sering menggelar pertemuan dengan membawa jamaah masing-masing, baik pertemuan formal maupun informal. Di sini semua umat sudah bergabung, menyatu, dan saling tolong menolong,” kata Sofian.


Setelah peresmian di Bandar Lampung, Kanwil Kemenag juga meresmikan Kampung Moderasi di 14 kabupaten/kota lainnya, yaitu di Kabupaten Lampung Selatan, Kota Metro, Kabupaten Pesawaran, Pringsewu, Tanggamus, Lampung Timur, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, Lampung Utara, Lampung Tengah, Lampung Barat, Pesisir Barat, Waykanan, dan Mesuji.


H Puji Raharjo mengatakan, dalam konteks kampung atau desa moderasi beragama itu, program-program khusus untuk memperkuat moderasi beragama yang dapat diterapkan ada tiga. Pertama, sosialisasi gagasan moderasi beragama di tingkat lokal. Caranya dengan mengadakan kegiatan edukasi dan sosialisasi tentang moderasi beragama di tingkat kampung atau desa. Ini bisa dilakukan melalui pertemuan warga, pengajian, atau melalui tokoh agama dan masyarakat setempat.


Kedua, mengintegrasikan moderasi beragama dalam program desa atau kampung. “Caranya dengan memasukkan prinsip-prinsip moderasi beragama ke dalam program-program desa, seperti dalam pengelolaan kegiatan sosial, pendidikan, dan keagamaan. Hal ini dapat mencakup kebijakan yang mendukung kerukunan antarumat beragama di desa,” katanya.


Sedangkan yang ketiga adalah menghubungkan dengan rencana pembangunan jangka menengah desa. “Memastikan bahwa prinsip moderasi beragama terintegrasi dalam rencana pembangunan jangka menengah di desa, untuk menciptakan komunitas yang lebih inklusif dan toleran,” ungkap H Puji yang juga Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung itu.

(Ila Fadilasari)


Pernik Terbaru