Opini

7 Golongan yang Mendapat Naungan Allah: Menjadi Calon Penghuni Surga

Kamis, 21 Agustus 2025 | 10:44 WIB

7 Golongan yang Mendapat Naungan Allah: Menjadi Calon Penghuni Surga

Ketua PWNU Lampung, H Puji Raharjo Soekarno. (Foto: Istimewa)

Hari Kiamat digambarkan sebagai hari penuh kepanikan dan ketakutan. Tidak ada perlindungan kecuali naungan Allah swt. Dalam suasana itu, ada sekelompok orang istimewa yang mendapatkan jaminan perlindungan langsung dari-Nya. 

 

Nabi Muhammad saw menyebut mereka sebagai tujuh golongan yang dinaungi Allah pada hari tiada naungan selain naungan-Nya. Kehidupan dunia sering kali menghadirkan godaan, tekanan, dan pilihan sulit. 

 

Namun, Allah menjanjikan kemuliaan bagi hamba-hamba-Nya yang mampu menjaga integritas iman. Kisah tentang wanita bangsawan yang menggoda Nabi Yusuf as pun menjadi pengingat kuat betapa pentingnya menolak godaan dengan berkata “Aku takut kepada Allah.”

 

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

 

وَاسْتَبَقَا الْبَابَ وَقَدَّتْ قَمِيصَهُ مِن دُبُرٍ وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ ۚ قَالَتْ مَا جَزَاءُ مَنْ أَرَادَ بِأَهْلِكَ سُوءًا إِلَّا أَن يُسْجَنَ أَوْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

 

Artinya: Dan keduanya berlomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak, dan keduanya mendapati suaminya di muka pintu. Wanita itu berkata: ‘Apakah pembalasan terhadap orang yang hendak berbuat serong dengan isterimu selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih?’ (QS Yusuf: 32).

 

Kisah ini mengajarkan keteguhan iman dalam menghadapi godaan. Prinsip inilah yang juga dijelaskan Rasulullah saw dalam hadits tentang tujuh golongan.

 

7 Golongan yang Dinaungi Allah

Rasulullah saw memberikan kabar gembira yang sangat menyejukkan hati di tengah dahsyatnya gambaran hari kiamat. Dalam sebuah hadits sahih yang diriwayatkan oleh Bukhari No 6806 dan Muslim No 1031:

 

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: الإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

 

Hadits ini menegaskan bahwa perlindungan Allah pada hari kiamat tidak diperoleh karena status sosial, jabatan tinggi, atau kekayaan yang melimpah. Perlindungan itu diberikan kepada mereka yang menjalani kehidupan dengan integritas iman, menjaga diri dalam ketaatan, serta mengutamakan Allah di atas segalanya. Mari kita uraikan satu per satu golongan yang dimaksud 

 

Pertama, pemimpin yang adil (الإمام العادل). Mereka adalah pemimpin yang menunaikan amanah dengan penuh tanggung jawab, tidak zalim kepada rakyatnya, tidak memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi, dan tidak mengkhianati kepercayaan publik. 

 

Dalam Islam, keadilan pemimpin menjadi fondasi utama terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Pemimpin yang adil bukan hanya mengatur dengan kebijakan, tetapi juga menjaga agar hukum ditegakkan, hak-hak masyarakat terpenuhi, dan yang lemah tidak terzalimi.

 

Kedua, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah (شاب نشأ في عبادة الله). Masa muda biasanya identik dengan semangat, gairah, dan keinginan untuk mencoba banyak hal. Namun, jika masa muda itu dipenuhi dengan ketaatan kepada Allah, menjaga shalat, mendalami ilmu agama, menjauhi maksiat, dan aktif dalam kegiatan kebaikan, maka ia menjadi istimewa di sisi Allah. Pemuda semacam ini layak mendapatkan naungan khusus di hari kiamat karena ia mampu menjaga dirinya dari fitnah dunia di masa paling rawan dalam hidupnya.

 

Ketiga, seseorang yang hatinya selalu terikat dengan masjid (رجل قلبه معلق في المساجد). Hatinya selalu rindu rumah Allah, merasa damai ketika berada di dalamnya, dan senantiasa menanti datangnya waktu shalat. 

 

Masjid baginya bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga pusat kehidupan spiritual dan sosial. Orang yang demikian mendapat jaminan perlindungan Allah, karena kecintaannya pada masjid mencerminkan cintanya pada Allah dan ketaatan pada syariat-Nya.

 

Keempat, dua orang yang saling mencintai karena Allah (ورجلان تحابا في الله اجتمعا عليه وتفرقا عليه). Persaudaraan mereka tidak dibangun atas dasar kepentingan duniawi, harta, atau jabatan. Mereka berkumpul karena iman, saling mendukung dalam kebaikan, dan tetap mencintai dalam ridha Allah meski berpisah.  Inilah hakikat persahabatan sejati yang abadi hingga akhirat. Sahabat dunia yang didasari cinta kepada Allah akan dipertemukan kembali di surga-Nya.

 

Kelima, seorang lelaki yang digoda oleh wanita bangsawan lagi cantik, namun ia berkata: “Aku takut kepada Allah” (إني أخاف الله). Kisah ini menggambarkan betapa beratnya godaan syahwat yang seringkali menjatuhkan manusia. 

 

Namun, jika seseorang memiliki keteguhan iman, ia akan memilih taqwa dan menolak rayuan, meski peluang maksiat terbuka lebar. Keteguhan semacam ini adalah puncak pengendalian diri yang sangat dicintai Allah, sebagaimana yang dicontohkan Nabi Yusuf as dalam kisahnya.

 

Keenam, seseorang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi (رجل تصدق بصدقة فأخفاها حتى لا تعلم شماله ما تنفق يمينه). Inilah simbol keikhlasan sejati. Ia tidak ingin dipuji, tidak butuh pengakuan, bahkan berusaha keras agar amalnya tidak diketahui orang lain. 

 

Sedekahnya benar-benar murni karena Allah. Kedermawanan semacam ini bukan hanya bermanfaat bagi penerima, tetapi juga menjaga kebersihan hati pemberi dari penyakit riya dan kesombongan.

 

Ketujuh, seseorang yang berzikir kepada Allah dalam kesendirian hingga meneteskan air mata (ورجل ذكر الله خالياً ففاضت عيناه). Saat manusia lain sibuk dengan urusan dunia, ia mengambil waktu khusus untuk mengingat Allah. 

 

Dalam keheningan itu, hatinya tersentuh, menyadari kelemahan diri dan besarnya nikmat Allah, hingga matanya berlinang. Air mata yang jatuh karena takut kepada Allah dan rasa cinta kepada-Nya lebih berharga di sisi Allah daripada lautan emas dunia.

 

Hadits tentang tujuh golongan ini adalah panggilan cinta dari Rasulullah saw kepada umatnya: siapa pun bisa masuk dalam salah satu golongan tersebut. 

 

Menjadi adil, menjaga iman di masa muda, mencintai masjid, menjalin persahabatan karena Allah, menolak godaan syahwat, bersedekah dengan tulus, dan menangis karena zikir adalah jalan sederhana namun mulia untuk meraih perlindungan Allah di hari kiamat. 

 

Mari kita berusaha dengan sungguh-sungguh agar diri kita, keluarga, dan generasi kita tercatat sebagai bagian dari mereka yang dinaungi Allah swt 

 

Tujuh golongan ini memberikan teladan bagi setiap Muslim untuk meraih derajat tinggi di hadapan Allah. Menjadi adil, menjaga iman sejak muda, mencintai rumah Allah, bersahabat tulus karena iman, menolak godaan syahwat, beramal dengan ikhlas, serta memiliki hati yang lembut hingga menangis karena Allah, semuanya adalah kunci untuk mendapatkan perlindungan di hari kiamat.

 

Mari kita refleksikan diri, sudahkah kita menyiapkan diri agar termasuk dalam salah satu golongan tersebut? Semoga Allah menjadikan kita bagian dari hamba-hamba pilihan yang mendapat naungan-Nya, dan kelak dikumpulkan bersama orang-orang saleh di surga-Nya.

 

H Puji Raharjo Soekarno, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Lampung/ Deputi bidang Koordinasi Pelayanan Haji Dalam Negeri BP Haji