Demonstrasi yang berlangsung di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, pada Rabu, 13 Agustus 2025, menyita perhatian publik. Ratusan warga turun ke jalan memprotes kebijakan bupati yang menaikkan tarif pajak daerah secara signifikan.Â
Kenaikan ini dinilai memberatkan, terlebih di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang belum sepenuhnya pulih. Peristiwa ini memunculkan kembali pertanyaan klasik yang tetap relevan: sejauh mana negara berhak memungut pajak? Bagaimana Islam memandang pungutan negara di luar zakat?Â
Pertanyaan ini pernah dibahas secara komprehensif oleh Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU dalam Munas Alim Ulama NU di Jakarta, 5–7 Februari 2025. Keputusan forum ini memberi panduan fikih yang relevan sekaligus menegaskan batas-batas syar’i dalam pemungutan pajak.Â
Ketergantungan Negara pada Pajak  Data Kementerian Keuangan menunjukkan, pada 2024 pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp2.802,3 triliun, dengan sekitar 80 persen bersumber dari pajak. Sementara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hanya sekitar 20 persen, sisanya berasal dari hibah.
Fakta ini memunculkan kritik, termasuk dalam forum Bahtsul Masail, bahwa ketergantungan berlebihan pada pajak berpotensi membebani masyarakat, apalagi jika pemerintah belum mengoptimalkan pendapatan dari sektor lain seperti pengelolaan sumber daya alam, BUMN, dan kekayaan negara yang dipisahkan.Â
Dalam perspektif fikih, pajak idealnya menjadi instrumen darurat dan komplementer, bukan sumber utama yang secara permanen menopang APBN. Pajak dalam Kaca Mata Fiqih NU Hasil Bahtsul Masail Munas NU 2025 menegaskan bahwa hukum asal pungutan wajib bagi Muslim hanyalah zakat.
Zakat memiliki landasan tegas dalam Al-Qur’an dan hadis, serta menjadi pilar distribusi kekayaan dalam sejarah Islam. Namun, ulama berbeda pendapat tentang pungutan di luar zakat:
1. Pendapat yang melarang secara mutlak Pajak di luar zakat dipandang sebagai muks—pungutan yang diharamkan—dan termasuk mengambil harta secara batil. Dalam pandangan ini, negara tidak boleh membebatni rakyat dengan pungutan tambahan selain zakat, bahkan untuk tujuan kemaslahatan, karena dianggap membuka pintu kezaliman fiskal. Â
Selengkapnya baca di sini
Terpopuler
1
Amalan dan Doa Rabu Wekasan, 20 Agustus 2025
2
Dianjurkan Menulis 7 Ayat saat Rabu Wekasan
3
Membaca Surat Yasin pada Malam Rabu Wekasan, Ini Hukumnya
4
Resmikan Majelis Dzikir Al Bustomiyah, Ketua PCNU Pringsewu: Tarekat Penting di Era Kesenangan Semu
5
Presiden Prabowo Sebut Butuh Kritik dan Koreksi, tapi Rakyat Masih Mengalami Kriminalisasi
6
Makna Kemerdekaan Ke-80 RI menurut Para Tokoh Agama di Pringsewu
Terkini
Lihat Semua