Pernik

Syair Kemerdekaan KHR. Asnawi Kudus: Refleksi Syukur dan Semangat Merawat Bangsa

Senin, 18 Agustus 2025 | 07:34 WIB

Syair Kemerdekaan KHR. Asnawi Kudus: Refleksi Syukur dan Semangat Merawat Bangsa

Syair Kemerdekaan KHR. Asnawi Kudus (Foto: NU Kabupaten Kudus)

Setiap tanggal 17 Agustus, bangsa Indonesia memperingati kemerdekaannya dengan beragam upacara bendera, pidato kenegaraan, hingga kegiatan budaya. Namun, di balik momen nasional itu, terdapat lapisan-lapisan budaya yang menjadi fondasi kemerdekaan tersebut. Salah satu warisan budaya yang kaya makna adalah syair, terutama yang berasal dari tradisi pesantren. Syair bukan hanya karya sastra, melainkan juga media perjuangan dan penguatan nilai kebangsaan.

 

Kiai Haji Raden Asnawi Kudus (1861–1959), seorang ulama besar dari Jawa Tengah, merupakan sosok yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui karya sastra dan doa. Melalui syairnya, ia menggabungkan semangat keagamaan dan nasionalisme. Karya terkenalnya, Shalawat Asnawiyah, menjadi warisan budaya yang mengajarkan makna syukur atas kemerdekaan dengan kedalaman spiritual dan kebangsaan.

 

Pesantren selama masa penjajahan Portugis, Inggris, Belanda, maupun Jepang, berperan penting sebagai benteng kultural. Ia tidak sekadar institusi pendidikan agama, tetapi juga ruang penguatan kesadaran sosial dan nasionalisme. Madrasah Qudsiyyah dan Pesantren Raudlatul Tholibin yang didirikan Kiai Asnawi menjadi pusat pendidikan yang mengintegrasikan ajaran agama dan nilai kebangsaan. Di tengah tekanan kolonial, pesantren menjadi tempat tumbuhnya kesadaran akan pentingnya kemerdekaan, tidak hanya secara politik, tetapi juga spiritual.

 

Sementara banyak tokoh berjuang dengan senjata atau diplomasi, Kiai Asnawi memilih doa, pena dan syair sebagai senjata melawan penjajahan dan dominasi budaya asing. Syairnya menjadi medium penguatan jati diri bangsa dan menanamkan semangat persatuan dan keteguhan iman. Syair juga berfungsi sebagai sarana dakwah yang efektif menyentuh masyarakat luas, terutama kalangan santri dan umat Islam di Jawa.

 

Salah satu karya monumental beliau adalah Shalawat Asnawiyah, sebuah syair yang memuat pujian kepada Nabi Muhammad saw., sekaligus doa bagi keamanan dan kesejahteraan negeri. Syair ini menggunakan aksara Arab dalam bahasa Jawa, sebuah bentuk khas sastra Islam Nusantara yang menggabungkan tradisi Arab dan lokal. Berikut beberapa bait awal syair tersebut:

 

يَا رَبِّ صَلِّ عَلَى الرَّسُولِ مُحَمَّدٍ سِرِّ الْعُلَى وَالْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِينَ الْغُرِّ خَتْمًا أَوَّلًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّةً وَمَرَّاتٍ فِي كُلِّ لَحْظَةٍ وَكُلِّ حِينٍ وَكُلِّ دَقِيقَةٍ

 

Artinya: Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Rasul Muhammad saw, rahasia tertinggi, dan para nabi serta rasul yang mulia dan penutup pertama, semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepadanya sekali dan berulang-ulang, setiap saat, setiap waktu, dan setiap detik.

 

Bagian berikutnya mengandung doa dan harapan yang sangat mendalam:

 

يَا رَبِّ اجْعَلْنَا مِنَ الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ وَثَبِّتْ إِيْمَانَنَا ثَبِّتْ بِهِ دِينَنَا وَأَدِمْ عَلَيْنَا النِّعْمَةَ وَأَمَانْ أَمَانْ أَمَانْ أَمَانْ بِإِنْدُوْنِسِيَا رَايَا أَمَانْ

 

Artinya: Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mendengarkan perkataan kemudian mengikuti yang terbaik darinya, dan teguhkanlah iman kami. Teguhkanlah agama kami dan teruskanlah karunia-Mu atas kami. Dan aman, aman, aman, aman. Semoga Indonesia Raya aman.

 

Pengulangan kata “أمان” (aman) sebanyak empat kali bukan tanpa makna. Kata ini melambangkan doa dan harapan agar negeri ini senantiasa berada dalam keadaan damai, stabil, dan terlindungi dari segala ancaman. Dalam konteks perjuangan kemerdekaan, aman berarti bebas dari penjajahan, serta hidup dalam ketenteraman sosial dan spiritual.

 

Syair Kiai Asnawi mengajarkan makna syukur kemerdekaan yang bukan hanya ucapan pasif, melainkan sikap aktif menjaga, merawat, dan memperkuat kemerdekaan. Dalam tradisi pesantren, syukur diwujudkan melalui penguatan iman, pendidikan, dan solidaritas sosial. Melantunkan syair seperti shalawat Asnawiyah adalah bentuk dzikir kolektif yang menyatukan rasa nasionalisme dengan spiritualitas Islam.

 

Penelitian dalam Jurnal Studi Islam dan Budaya (2020) menyebutkan bahwa tradisi syair dalam pesantren menjadi sarana internalisasi nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan secara bersamaan. Ini memperlihatkan bagaimana syair bukan sekadar seni verbal, tapi juga alat pendidikan dan pembentukan karakter bangsa.

 

Selain itu, pesantren di era modern terus berperan aktif dalam pembangunan nasional. Mereka tidak hanya mendidik santri dalam bidang agama, tetapi juga membentuk kesadaran sosial dan kepedulian terhadap kesejahteraan bangsa. Kiai Asnawi dengan syairnya memberi contoh bahwa kemerdekaan adalah anugerah sekaligus tugas berat yang harus dipelihara melalui kerja bersama.

 

Syair Kiai Asnawi juga menjadi pengingat penting di era modern, ketika kemerdekaan seringkali dianggap sebagai sesuatu yang sudah final. Dalam kenyataannya, tantangan internal seperti polarisasi sosial, intoleransi, dan ketidakadilan masih mengancam persatuan bangsa. Syair ini mengajak kita untuk merefleksikan kembali arti kemerdekaan yang tidak hanya bebas dari penjajahan, tetapi juga bebas dari rasa takut, kebencian, dan ketimpangan sosial.

 

Secara spiritual dan sosial, syair ini mengajarkan bahwa syukur kemerdekaan harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Pendidikan yang berkualitas, pelayanan sosial, penghormatan terhadap perbedaan, dan penguatan nilai persatuan merupakan bentuk syukur yang konkret. Kemerdekaan adalah jembatan menuju kehidupan bermartabat dan beradab, bukan hanya simbol formalitas.

 

Merawat syair Kiai Asnawi berarti merawat identitas dan makna kemerdekaan secara utuh. Syair ini adalah warisan kebangsaan sekaligus spiritual yang menjadi pelita di tengah ancaman disintegrasi dan kehilangan arah. Sebagai generasi penerus, tanggung jawab kita adalah menjaga ketenangan sosial, memperkuat pendidikan, dan membangun bangsa yang damai dan adil.

 

Sebagai penutup, peran syair dan pesantren dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, khususnya karya Kiai Haji Raden Asnawi Kudus, telah menjadi pondasi penting bagi pembentukan identitas bangsa yang berakar pada nilai spiritual dan nasionalisme. Seperti yang tercermin dalam beberapa kajian dan buku tentang pesantren dan nasionalisme Indonesia serta riset lembaga kajian budaya Islam, warisan syair tersebut tetap relevan menjadi pengingat dan penguat jiwa bangsa dalam menjaga amanah kemerdekaan.

 

Semoga opini ini dapat menjadi sumbangsih reflektif dalam memperkaya perayaan kemerdekaan Indonesia dan mengingatkan pentingnya merawat warisan budaya santri demi bangsa yang kokoh dan damai.


H. Wahyu Iryana, Penulis Buku Sejarah Pergerakan Nasional; Melacak Kiprah Santri dalam Mempertahankan NKRI