• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Minggu, 28 April 2024

Pernik

Moderasi Beragama

Kisah Dibalik Mahasiswa UIN Raden Intan Juara Fotografi Toleransi dan Moderasi Beragama

Kisah Dibalik Mahasiswa UIN Raden Intan Juara Fotografi Toleransi dan Moderasi Beragama
Seorang Muslim sedang memotong rambut biksu. (Foto Tim Moderasi Beragama UIN Raden Intan).
Seorang Muslim sedang memotong rambut biksu. (Foto Tim Moderasi Beragama UIN Raden Intan).

Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung berhasil menjadi juara lomba fotografi bertema toleransi dan moderasi beragama yang digelar Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Ditjen Pendis Kemenag RI belum lama ini, Kamis (15/12/2023) malam.


Perlombaan tersebut dinamakan Lembaga Pers Mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (LPM PTKI) Challenge 2023. Pengumuman pemenangnya disampaikan secara langsung di Hotel Royal Kuningan Jakarta Selatan serta laman instagram diktis.kemenagri.


Keberhasilan tersebut merupakan kolaborasi antara Pusat Moderasi Beragama (PMB) dan Lembaga Pers Mahasiswa (Persma) UIN Raden Intan. Melalui tim tersebut mereka meraih foto terbaik yang menampilkan kebersamaan seorang Muslim dan biksu. Ada dua foto yang ditampilkan, yaitu seorang Muslim sedang memotong rambut biksu, dan ustadz yang sedang membantu biksu mengolah kayu.


“Foto itu terinspirasi dari tetangga tempat tinggal saya, ada yang bekerja sebagai tukang cukur bernama Yanto yang beragama Islam. Kemudian lingkungan di perkampungan ini juga memang ada viharanya, dan ada seorang biksu yang memimpin ibadah umat Buddha,” ujar Lucky Musafik mahasiswa semester 5 jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, yang meraih juara pertama dalam lomba fotografi tersebut.


Dalam foto pertama biksu tersebut dicukur oleh Yanto yang merupakan umat Muslim. Kebetulan juga biksu itu rambutnya sudah gondrong (panjang), jadi ketika diajak untuk kegiatan lomba foto, maka biksu sekaligus bercukur sebenarnya dan memang natural. 


Hanya saja dalam foto, tukang cukur menggunakan pakaian muslim dan peci, serta biksu yang menggunakan pakaian umat Buddha untuk menunjukkan agama yang dianut oleh keduanya. 


 

Seorang biksu yang sedang mengajarkan ustadz menyugu (menyerut) kayu. (Foto: Tim Moderasi Beragama UIN Raden Intan).


Biksu tersebut juga merupakan pengrajin kayu atau usaha mebel dan sering mengajarkan masyarakat sekitar tentang bagaimana cara mengolah dan usaha kayu. Dalam foto kedua digambarkan biksu itu sedang mengajarkan si ustadz menyugu (menyerut) kayu. 


“Foto antara biksu dan seorang Muslim tersebut menggambarkan keakraban keduanya dan menunjukkan bahwa toleransi, kebersamaan, saling menghargai adalah cara menjaga keberagaman Indonesia yang indah,” kata mahasiswa lainnya, Kemas yang juga dalam tim fotografi tersebut. 


Melalui foto sederhana itu mahasiwa UIN Raden Intan Lampung ingin mengingatkan kita semua, bahwa perbedaan dan keberagaman itu indah dan membahagiakan. Kita bisa berbeda dalam iman, namun bersatu dalam kemanusiaan. 


“Kedua foto tersebut menggambarkan antara masyarakat muslim dan nonmuslim di desa kami, saling bersinergi, rukun, dan guyub dalam kehidupan sehari-hari,” katanya. 


Foto itu mengisahkan keadaan yang sebenarnya, dan lokasinya berada di Desa Jatimulyo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan. Masyarakat di desa ini sangat beragam agamanya, ada Muslim, Buddha, Kristen, dan Katolik.


Selain vihara, di desa ini juga terdapat gereja bagi umat Kristiani. Kurang lebih umat nonmuslim yang beragama Kristen dan Katolik di desa ini sekitar 20 kepala keluarga. 


Sebelum melakukan kegiatan fotografi tersebut, tim Pusat Moderasi Beragama dan Persma melakukan riset, dan memutuskan untuk mengambil momen tersebut. Momen yang menjadi objek fotografi adalah seorang biksu dan tukang cukur bernama Yanto.  


Kerukunan dan toleransi antarumat beragama ini jugalah yang menjadikan Indonesia menjadi rujukan dalam hal kerukunan antarumat beragama bagi negara lain. 


“Negara  Timur Tengah melakukan studi banding ke Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan kesukuan, perbedaan pendapat, dan perbedaan agama,” kata Prof H Alamsyah, Wakil Rektor bidang Akademik UIN Raden Intan.


Dengan terjaganya kerukunan antarumat beragama ini juga akan menciptakan masyarakat yang memiliki keunggulan akademis (ulil albab), spiritualitas (ulil abshar), serta integritas iman takwa dan berakhlakul karimah (ulin nuha). 


Oleh karena itu perlu didorong moderasi beragama sebagai gerakan wawasan global untuk mengatasi konflik yang masih terjadi. Moderasi beragama dapat menjadi sarana mewujudkan kemaslahatan kehidupan beragama dan berbangsa yang harmonis, damai, dan toleran di Indonesia.


“Konflik antarmanusia tidak boleh terjadi di zaman ini,  karena mengancam masa depan umat manusia. Sebab jika terus dibiarkan akan berakibat kehancuran total dari peradaban manusia dan global,” kata Prof H Wan Jamaluddin, Rektor UIN Raden Intan Lampung.


Moderasi beragama ini secara nasional, terbukti berhasil mewujudkan harmoni di tanah air. Pada prinsipnya moderasi beragama bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai beragama secara moderat dan saling menghargai hak tiap-tiap insan untuk memilih keyakinan serta cara hidup yang mereka anut. Konsep ini dijalankan secara universal, menjadi jembatan kerukunan umat di dunia.


“Solusi mengelola moderasi dalam beragama merupakan instrumen penting dalam mencegah konflik, membangun konsensus, serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta tatanan dunia yang damai. Kita juga mengimbau masyarakat untuk terus mendorong diplomasi Islam wasathiyyah, Islam yang rahmatan lil alamin bagi masyarakat secara luas,” kata Prof Wan sapaan karibnya. 


Setiap agama-agama di dunia harus bangkit untuk membangun peradaban dunia yang harmonis. Dalam khazanah Islam, pengertian wasathiyah terdapat banyak pendapat dari para ulama yang senada dengan pengertian tersebut, seperti Ibnu ‘Asyur, al-Asfahany, Wahbah al-Zuḥaily, al-Thabary, Ibnu Katsir dan lain sebagainya. 


Kata wasath berarti sesuatu yang ada di tengah atau sesuatu yang memiliki dua belah ujung yang ukurannya sebanding. Menurut al-Asfahany, kata wasathan berarti tengah-tengah di antara dua batas (a’un) atau bisa berarti yang standar. Kata tersebut juga bermakna menjaga dari sikap melampaui batas (ifrath). Sikap wasathiyah atau moderat itu patut untuk menjadi pijakan kita semua demi terwujudnya harmoni lintas benua dan dunia global.


Kepala Pusat Moderasi Beragama UIN Raden Intan Lampung, Riski Gunawan mengatakan, penguatan moderasi beragama perlu dilakukan oleh seluruh kalangan masyarakat agar memiliki paham anti kekerasan, toleransi, komitmen kebangsaan, dan penghargaan terhadap budaya lokal.


“Melalui lomba foto ini semoga bisa menginspirasi berbagai pihak untuk menebarkan semangat toleransi dan harmonisasi antar umat beragama, khususnya di kalangan sivitas akademika kampus,” katanya.


Maka dengan adanya penguatan moderasi beragama agar menjadikan individu yang moderat dalam beragama dan menjadikan seseorang yang menyebarkan paham moderasi beragama bukan hanya untuk diri sendiri, namun juga dakwah pada keluarga dan masyarakatnya. 

(Dian Ramadhan)


Pernik Terbaru