• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Selasa, 30 April 2024

Pernik

Berikut Nama-Nama Tokoh NU yang Mendapatkan Gelar Pahlawan Nasional

Berikut Nama-Nama Tokoh NU yang Mendapatkan Gelar Pahlawan Nasional
Ada 13 tokoh NU yang mendapat gelar pahlawan dari pemerintah RI
Ada 13 tokoh NU yang mendapat gelar pahlawan dari pemerintah RI

Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi besar dalam ormas Islam yang memiliki banyak santri, ulama, kiai, tokoh Masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat. Sebagian dari mereka merupakan pejuang kemerdekaan di era penjajahan Belanda dan Jepang, baik berjuang mengangkat senjata maupun lewat diplomasi-diplomasi.

 

Dari sekian banyak pahlawan NU, ada beberapa yang mendapatkan anugerah gelar pahlawan Nasional dari Presiden dan ada yang tidak. Akan tetapi, meski belum mendapatkan gelar pahlawan, para santri, ulama dan kiai tetaplah menjadi pahlawan dan inspirasi bagi generasi sekarang khususnya para santri.

 


Para pahlawan nasional dari NU ini, menurut sejarawan KH Abdul Mun’im DZ menunjukkan bahwa NU bukan pemain figuran dalam pembentukan negara ini, melainkan pemeran utama.  Seperti dikutip dalam buku Ikhtisar Sejarah Nahdlatul Ulama 1344 H/1926 M, ada beberapa tokoh NU yang ikut menjadi penggagas dari berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yakni KH Wahid Hasyim dan KH Masjur.

 

Pada hari ini tanggal 10 November 2023, bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional, Presiden Joko Widodo menganugerahi satu lagi pahlawan Nasional dari NU, yakni KH Abdul Halim Leuwimunding Majalengka.

 

Berikut ini merupakan beberapa nama tokoh NU yang mendapatkan gelar pahlawan nasional dari pemerintah Indonesia. Mereka semua merupakan tokoh yang pernah aktif di berbagai tingkatan organisasi Nahdlatul Ulama. Penulisan biografi ini disusun berdasarkan tahun penetapan gelar pahlawan Nasional. 

 

1. KH Abdul Wahid Hasyim  

KH Abdul Wahid Hasyim adalah putra Hadratussyekh KH Hasyim As’yari dan ayah dari presiden keempat RI KH Abdurrahmann Wahid. Ia merupakan salah satu anggota Badan Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). 

 

Di Pesantren Tebuireng ia mempelopori masuknya ilmu pengetahuan umum ke dunia pesantren dengan mendirikan Madrasah Nidzmiyah dengan ilmu umum 70 persen, ilmu agama 30 persen. Ia ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada tanggal 17 November 1960.  

 

2. KH Zainul Arifin   

KH Zainul Arifin, merupakan tokoh NU asal Barus, Sumatera Utara. Keturunan raja-raja Barus ini aktif di NU sejak muda melalui kader dakwah. Di antara jasanya adalah pada pembentukan pasukan semi militer Hizbullah. Kemudian menjadi panglimanya. Ia pernah menjadi perdana menteri Indonesia, Ketua DPR-GR. 

 

Selain itu, beliau juga berjasa dalam menjadi anggota badan pekerja Komite Nasional Pusat. Pemerintah menetapkan dirinya sebagai pahlawan nasional pada 4 maret 1963 berdasarkan SK Presiden RI No 35,  pada 4 Maret 1963. 

 

3. Hadratussyekh KH Hasyim Asyari 

Hadratussyekh KH Hasyim As’yari adalah tokoh utama dan pendiri NU pada 31 Januari 1926. Ia merupakan satu-satunya penyandang gelar Rais Akbar NU hingga akhir hayatnya dan tak pernah ada lagi hingga sekarang. Ia ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada tahun 17 November 1964 berkat jasanya yang berperan besar dalam pendidikan melalui NU dan melawan penjajah. 

 

Di antara jasanya untuk negara ini adalah memutuskan NU untuk mengeluarkan Resolusi Jihad fi Sabilillah yang direkomendasikan pada pemerintah RI yang baru berdiri dan Jihad fi Sabilillah untuk umat Islam dengan fatwa, setiap orang dewasa yang berada dalam radius 90 km dari medan pertempuran melawan penjajah wajib berperang. Keduanya diputuskan menjadi pernyataan resmi organisasi NU pada 22 Oktober 1945. Tanggal tersebut kemudian dijadikan sebagai Hari Santri Nasional.     

 

4. KH Zainal Musthafa  

KH Zainal Musthafa merupakan tokoh NU dari Tasikmalaya, pernah menjadi salah seorang Wakil Rais Syuriyah. Ia salah seorang kiai yang secara terang-terangan melawan para penjajah Belanda. Ketika Belanda lengser dan diganti penjajah Jepang, ia tetap menolak kehadiran mereka. 

 

Bersama para santrinya mengadakan perang dengan Jepang. Atas jasanya ia dianugerahi sebagai pahlawan nasional Pada tanggal 6 Nopember 1972, dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 064/TK/Tahun 1972.

 

5. Andi Djemma 

Andi Djemma merupakan Raja Luwu. Pendiri NU Sulawesi Selatan ini berjuang melawan penjajah Belanda 1946-1948. Ia mendapatkan gelar Pahlawan Nasional RI berdasarkan SK Pres RI No 073 6 November 2002.   

 

6. Andi Mappanyukki 

Andi Mappanyukki (Suku Bugis) merupakan seorang Raja Bone. Ia turut membidani lahirnya NU Sulawesi Selatan. Ia juga terlibat dalam perjuangan melawan penjajah Belanda dan Jepang 1945-1949. Dia mendapatkan gelar Pahlawan Nasional RI berdasarkan SK Presiden RI No 089 pada 5 November 2004.   

 

7. KH Idham Chalid  

Dr (HC) K H Idham Chalid (27 Agustus 1921–11 Juli 2010) adalah tokoh bangsa, tokoh agama, tokoh organisasi besar Islam Nahdlatul Ulama (NU) dan juga deklarator sekaligus pemimpin Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ia pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia pada Kabinet Ali Sastroamidjojo II dan Kabinet Djuanda. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua MPR dan Ketua DPR. Selain sebagai politikus, ia merupakan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada tahun 1956-1984. 

 

Atas jasanya yang besar terhadap bangsa dan negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mewakili pemerintah di Istana Negara, bersama dengan 6 tokoh lain, berdasarkan Keppres Nomor 113/TK/Tahun 2011 tanggal 7 November 2011 menetapkan Kiai Idham sebagai pahlawan nasional. Kemudian pada 19 Desember 2016, Pemerintah mengabadikannya di pecahan uang kertas rupiah baru, pecahan Rp5 ribu.   

 


8. KH Abdul Wahab Chasbullah  

KH Abdul Wahab Chasbullah merupakan Salah seorang pendiri NU. Sebelumnya, ia pendiri kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran), pendiri Madrasah Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Negeri), pendiri Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Pedagang). 

 

Sejak 1924, mengusulkan agar dibentuk perhimpunan ulama untuk melindungi kepentingan kaum tradisionalis yang bermazhab. Usulannya terwujud dengan mendirikan NU pada 1926 bersama kiai-kiai lain. Ia juga salah seorang penggagas MIAI, pernah menjadi Rais ‘Aam PBNU. Kiai yang wafat pada 29 Desember 1971 itu mendapatkan gelar pahlawan pada 8 November 2014.  

 

9. KH As’ad Syamsul Arifin   

KH As’ad Syamsul Arifin salah seorang kiai berperang melawan penjajah. Ia menjadi pemimpin para pejuang di Situbondo, Jember maupun Bondowoso, Jawa Timur. Di masa revolusi fisik, Kiai As'ad menjadi motor yang menggerakkan massa dalam pertempuran melawan penjajah pada 10 November 1945. 

 

Selepas kemerdekaan Kiai As'ad adalah penggerak ekonomi-sosial masyarakat. Ia menyerap aspirasi dari warga kemudian mendorong pemerintah daerah, menteri, maupun presiden guna mewujudkan pembangunan yang merata. Kiai As'ad juga berperan menjelaskan kedudukan Pancasila tidak akan mengganggu nilai-nilai keislaman. Atas jasa-jasanya, KH. Raden As'ad Syamsul Arifin dianugerahi pahlawan nasional  berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 90/TK/Tahun 2016 tertanggal 3 November 2016.

 

10. KH Syam’un  

KH Syam’un merupakan pengurus NU di Serang, Banten. Ia pernah hadir di Muktamar NU keempat di Semarang pada 1929, pada Muktamar NU kelima di Pekalongan 1930 dan pada Muktamar NU kesebelas di Banjarmasin pada 1936. 

 

KH Syam'un selain alim dalam keilmuan, menguasai tiga bahasa asing dan pernah mengajar di Arab Saudi pada masa mudanya, ketika kembali ke tanah air, ia bergabung dengan kelaskaran. Ia pernah menjadi perwira tentara sukarela Pembela Tanah Air (PETA). Pernah menjadi Komandan Batalyon berpangkat daidancho atau mayor tahun 1943. Tahun 1944 dilantik jadi Komandan Batalion PETA berpangkat mayor, memimpin 567-600 orang pasukan. 

 

Saat TKR dibentuk 5 Oktober 1945, pangkatnya naik jadi kolonel, Komandan Divisi l TKR dengan memimpin 10.000 orang pasukan. Tahun 1948, ia naik pangkat brigadir jenderal. Ia memimpin gerilya di wilayah Banten, sampai wafatnya tahun 1949. Ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah RI pada 8 November 2018.  

 

11. KH Masjkur  

KH Masjkur adalah tokoh NU pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Di antara kontribusinya semasa hidup adalah ikut terlibat merumuskan Pancasila sebagai dasar negara. 

 

KH Masjkur juga tercatat selaku pendiri Pembela Tanah Air (Peta) yang kemudian menjadi unsur laskar rakyat dan TNI di seluruh Jawa. Ketika pertempuran 10 November 1945, namanya muncul sebagai pemimpin Barisan Sabilillah. Ia pernah menjadi Menteri Agama Indonesia pada 1947 hingga 1949 dan 1953 sampai 1955. 

 

Ia juga pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI periode 1956 sampai 1971 dan anggota Dewan Pertimbangan Agung pada 1968. Selain itu, Kiai Masjkur ikut serta membangun moral anak bangsa dengan mendirikan Yayasan Sabililah, lembaga masyarakat yang bergelut di bidang pendidikan. Ia ditetapkan pemerintah sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah pada 8 November 2019. 

 

12. Usmar Ismail 

Usmar Ismail berasal dari Minang, Sumatra Barat. Dia dikenal sebagai seorang sutradara film, sastrawan, wartawan, dan pejuang Indonesia.   Dia adalah muassis atau pendiri Lembaga Seniman Budayawan Muslim Indonesia (Lesbumi) NU bersama Djamaluddin Malik dan Asrul sani. Ia dianggap sebagai pelopor perfilman di Indonesia sehingga dijuluki Bapak Film Indonesia. Usmar Ismail pun pernah mengemban amanah sebagai Ketua I PBNU 1964-1970 selain juga aktif di DPR. Ia mendapatkan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No 109 TK 5 November 2021.   

 

13. KH Abdul Chalim Leuwimunding 

KH Abdul Chalim dari Leuwimunding, Majalengka, Jawa Barat merupakan ulama pejuang yang menggerakkan kemerdekaan masyarakat pribumi dari bangsa penjajah. Perjuangan KH Abdul Chalim Leuwimunding dimulai setelah pulang dari Negeri Hijaz tahun 1914 M. Melalui jaringan informasi Kekuwuan, ia mendengarkan Peristiwa Cimareme 1919 dibicarakan di berbagai tempat di Jawa Barat, yaitu Gerakan Antikolonial KH Hasan Arif di Garut.   

 

Bersama kiai-kiai lain di Surabaya, Kiai Abdul Chalim terlibat intens dalam mengorganisasi Taswirul Afkar, Syubbanul Wathan, Komite Hijaz, dan pendirian Jam`iyah NU. KH Abdul Chalim juga mewakili kalangan ulama pesantren di dalam Kongres-kongres al-Islam, termasuk ketika membentuk Komite Khilafah setelah Khilafah dihapuskan pada tahun 1924 oleh Turki Utsmani.   

 

KH Abdul Chalim menjadi kiai khos dalam penggemblengan Hizbullah di Cibarusah, ikut memimpin gerilya di Jawa Barat-Majalengka, dan sering mengambil markas Pertapaan di Banada dan Rajagaluh. Beliau juga memimpin Kontingen Jawa Barat-Majalengka-Cirebon untuk menjawab seruan Resolusi Jihad melawan penjajah yang dikumandangkan Rais Akbar NU di Surabaya, selain Kontingen Cirebon ada yang di bawah KH Abbas.   

 

Setelah terbentuk kepengurusan NU pada tahun 1926, KH Abdul Chalim duduk sebagai Katib Tsani yang menjadi dapur kerja-kerja KH Abdul Wahab Chasbullah (sebagai Katib Awal) di dalam jajaran Syuriyah. Dia juga mendirikan CKM (Koperasi Kaoem Moeslimin). KH Abdul Chalim dianugerahi gelar pahlawan nasional pada 10 November 2023.

 

Ke-13 tokoh NU yang disebutkan di atas merupakan para Mujaddid dan mujahid Islam Ahlussunnah wal jamaah yang memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Apa yang mereka perjuangkan tidak lah sia-sia, karena mereka mengangkat harkat martabat bangsa, agama dan negara. Kita sebagai penerus NU generasi sekarang, harus bisa menjaga nama baik mereka, meneruskan perjuangannya, dan menjadikan mereka suri tauladan yang baik.

(Yudi Prayoga)


Pernik Terbaru