• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Minggu, 28 April 2024

Opini

Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Konsep Pembelanjaan Harta dalam Al-Qur’an

Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Konsep Pembelanjaan Harta dalam Al-Qur’an
Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Konsep Pembelanjaan Harta dalam Al-Quran. (Foto: Istimewa)
Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Konsep Pembelanjaan Harta dalam Al-Quran. (Foto: Istimewa)

Kemiskinan merupakan salah satu tantangan yang dihadapi oleh negara kita. Untuk mengurangi tingkat kemiskinan, penting bagi individu atau kelompok untuk terus menerapkan upaya pemberdayaan ekonomi. Pemberdayaan umat ini bertujuan membantu kaum fakir dan miskin agar mereka memiliki kemampuan dalam membuat keputusan dan menentukan langkah-langkah perbaikan dalam kehidupan mereka. 


Realisasi pemberdayaan ekonomi umat membutuhkan kondisi keuangan yang baik dan stabil pada tingkat individu atau organisasi. Langkah awalnya adalah manajemen pengeluaran harta, yang merupakan faktor kunci dalam mempengaruhi sistem perekonomian seseorang. Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang cara mengelola pengeluaran harta menjadi esensial untuk mencapai pemberdayaan ekonomi yang efektif.


Dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang secara konseptual membahas tentang pembelanjaan harta dan juga pemberdayaan ekonomi umat. Tulisan ini akan melihat bagaimana cara membelanjakan harta dengan baik menggunakan sudut pandang al-Qur’an dengan menggunakan motede maudlu’i untuk mempermudah.  Adapun ayat-ayat pembelanjaan harta, sebagai berikut: 


يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ ࣖ


Artinya: Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid dan makan serta minumlah, tetapi janganlah berlebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan (QS al-A’raf: 31).


Ayat ini merupakan bantahan terhadap orang-orang musyrik, yakni tradisi melakukan tawaf dengan telanjang bulat yang biasa mereka lakukan. Seperti yang disebutkan di dalam riwayat Imam Muslim, Imam Nasai, dan Ibnu Jarir yang mengatakan bahwa dahulu kaum pria dan wanita melakukan tawafnya di baitullah dalam keadaan telanjang bulat. 


Kaum pria melakukannya di siang hari, sedangkan kaum wanita pada malam harinya. Salah seorang wanita dari mereka mengatakan dalam tawafnya: Pada hari ini tampaklah sebagiannya atau seluruhnya, dan apa yang tampak darinya, maka tidak akan saya halalkan. Maka Allah subhanahu wa ta’ala, berfirman: …pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid. 


Adapun sikap tidak berlebih-lebihan dalam makan, ilmu pengetahuan modern telah menetapkan bahwa tubuh tidak menyerap semua makanan yang masuk, tetapi hanya mengambil secukupnya, kemudian berusaha membuang yang tersisa lebih dari kebutuhan.


Di samping itu, jika berlebih-lebihan dalam makan lambung dan alat-alat pencernaan lainnya akan terpaksa karena bekerja keras mencerna makanan-makanan sehingga akan mengalami gangguan.  


وَالَّذِيْنَ اِذَا اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا


Artinya: Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar (QS al-Furqan: 67).


Sifat boros dapat menyebabkan kerugian finansial dan merugikan tatanan sosial. Individu yang boros, meskipun telah memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya dengan gaya hidup mewah, cenderung menyia-nyiakan kekayaannya pada kesenangan yang tidak produktif, seperti berjudi, bersenang-senang dengan lawan jenis, minum-minuman keras, dan sebagainya.


Di sisi lain, sifat kikir dan bakhil juga dapat menimbulkan kerugian dan merusak struktur sosial. Orang yang bakhil cenderung menumpuk kekayaannya tanpa mau berkontribusi pada kepentingan masyarakat, bahkan jika ia hidup dalam kondisi ekonomi yang sulit. Akibatnya, kekayaan cenderung terkonsentrasi pada segelintir individu yang tamak dan serakah.


Keseimbangan antara kedua sifat yang tidak diinginkan tersebut selalu perlu dijaga dan dipelihara. Ketika seseorang memiliki kekayaan, dia diharapkan dapat memberikan kontribusi positif pada masyarakat sesuai dengan kemampuannya. Di sisi lain, jika seseorang mengalami kesulitan ekonomi, dia diharapkan mampu mengendalikan hawa nafsunya dengan mengadopsi gaya hidup sederhana.


Orang kafir yang menghabiskan hartanya untuk kehidupan duniawi saja dan bersenang-senang dengannya, mereka akan diberi balasan sesuai perbuatan mereka sebagaimana mereka bersenang-senang, menyombongkan diri, tidak mau menerima kebenaran selalu berbuat fasik dan kemaksiatan maka Allah akan membalas dengan siksa yang merendahkan dan menghinakan. 


وَمِنَ الْاَعْرَابِ مَنْ يُّؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَيَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ قُرُبٰتٍ عِنْدَ اللّٰهِ وَصَلَوٰتِ الرَّسُوْلِ ۗ اَلَآ اِنَّهَا قُرْبَةٌ لَّهُمْ ۗ سَيُدْخِلُهُمُ اللّٰهُ فِيْ رَحْمَتِهٖ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ࣖ


Artinya: Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukan mereka kedalam rahmat (surga)Nya Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS al-Taubah: 99).


Apa yang disebutkan oleh ayat ini merupakan golongan yang terpuji dari kalangan orang-orang Arab Badui. Mereka adalah orang-orang yang menjadikan harta yang mereka nafkahkan di jalan Allah sebagai amal pendekatan diri mereka kepada Allah dengan melalui infak tersebut, dan dengan infak itu mereka berharap akan memperoleh do’a dari Rasul. jadi nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk  mendekatkan diri kepada Allah. 


Manajemen pembelanjaan harta dalam Al-Qur'an

Dalam merencanakan pengelolaan keuangan, penting untuk memiliki suatu perencanaan anggaran agar penggunaannya sesuai dengan kebutuhan yang ada dan tidak menyimpang. Pada bagian ini, Al-Qur’an telah menjelaskan poin-poin terkait pembelanjaan harta sebagai berikut:

  1. Membelanjakan harta untuk pakaian dan perhiasan yang indah dan menutup aurat tanpa berlebih-lebihan.
  2. Membelanjakan harta untuk makan dan minum secukupnya, jangan melampaui batas karena akan menimbulkan penyakit.
  3. Membelanjakan harta secara wajar (tidak berlebih-lebihan juga tidak pelit).
  4. Tidak berusaha menumpuk kekayaan walaupun dia sendiri hidup sebagai seorang miskin dan dia tidak mau mengeluarkan uangnya untuk kepentingan masyarakat. Karena akan menimbulkan kerugian.
  5. Tidak menghabiskan harta untuk keperluan dunia saja serta menginfakkan harta di jalan allah untuk sarana mendekatkan diri kepada allah. 


Supaya anggaran dapat terlaksana dengan baik. Idealnya penggunaan gaji untuk pengeluaran tiap bulan adalah maksimal 30 persen untuk membayar angsuran, minimal 10 persen untuk tabungan atau investasi, 40 persen untuk pengeluaran rutin rumah tangga, dan 20 persen untuk pengeluaran pribadi.


Dengan membuat anggaran pembelanjaan harta, banyak manfaat yang bisa kita ambil di antaranya adalah pertama, bisa melihat secara rinci arus keluar masuk keuangan kita, maksudnya kita dapat mengetahui pos-pos pengeluaran mana saja yang paling besar dibandingkan dengan pos pengeluaran yang lain sehingga kita bisa melakukan evaluasi jika melebihi besaran pos pengeluaran yang ideal.


Kedua, anggaran yang telah kita buat dapat dijadikan sebagai panduan dalam mengelola uang, baik dalam menyisihkan maupun dalam membelanjakan uang tersebut. Sehingga akan semakin mudah menuju keuangan yang sehat dan dalam mencapai tujuan keuangan kita.


Ketiga, anggaran juga berfungsi untuk menghindari lebih besar pengeluaran dari pada pemasukan. Keempat, anggaran dapat digunakan sebagai pengingat pengeluaran kita, khususnya pengeluaran yang wajib kita keluarkan, misalkan pengeluaran zakat, penghasilan, uang sekolah bulanan anak, membayar cicilan utang dan lain-lain.    


Kehidupan sederhana melibatkan penggunaan sumber daya sesuai dengan kebutuhan tanpa berlebihan, yang pada akhirnya dapat memberikan manfaat bagi orang lain. Prinsip pembelanjaan yang sejalan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam al-Qur’an diharapkan dapat mendorong terwujudnya pemberdayaan.



Irhamil Muthoharoh, Mahasiswa Pascasarjana PTIQ Jakarta Program Pendidikan Kader Ulama Perempuan


Opini Terbaru