• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Senin, 29 April 2024

Opini

Hadits Anjuran Menikahi Wanita Subur, Bagaimana dengan Wanita yang tidak Subur?

Hadits Anjuran Menikahi Wanita Subur, Bagaimana dengan Wanita yang tidak Subur?
Hadits Anjuran Menikahi Wanita Subur, Bagaimana dengan Wanita yang tidak Subur. (Foto: NU Online)
Hadits Anjuran Menikahi Wanita Subur, Bagaimana dengan Wanita yang tidak Subur. (Foto: NU Online)

Masyarakat Arab terutama pemimpin kabilah memiliki banyak istri dan melahirkan banyak anak untuk dijadikan generasi penerus kabilah, sehingga masyarakat Arab pada waktu itu bangga memiliki keturanan yang banyak. Bahkan ada hadits yang berbunyi:


تَزَوَّجُوا الْوَلُودَ الْوَدُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ يوم الْقِيَامَة  


Artinya: Nikahilah wanita yang penyayang lagi memiliki banyak keturunan, maka sesungguhnya aku akan berbangga-bangga dengan banyaknya kalian di depan umat lainnya pada hari Kiamat (HR Abu Daud, an-Nasa`i dan Ahmad).


Akan tetapi hadits tersebut terkesan bias gender dan menimbulkan beberapa pertanyaan, seperti apakah tidak boleh menikahi perempuan yang tidak subur?, Lalu bagaimana jika terlanjur menikahi wanita yang tidak subur? Apakah perempuan hanya menjadi mesin reproduksi


Pasangan dengan kondisi Involuntary childless perempuan yang lebih banyak dirugikan, sering disalahkan dan mendapat pertanyaan dari masyarakat sekitar yang tidak pantas, seperti kapan mau punya anak?, kenapa belum punya anak? pertanyaan itu memberikan tekanan tersendiri bagi pasangan untuk segera mempunyai anak. 


Sehingga keadaan ini sering menimbulkan konflik bagi keharmonisan rumah tangga seperti rawan perceraian dan poligami. Bahkan sejak zaman Mesopotamia pasangan dari rakyat jelata yang biasanya monogami kalau istrinya tidak bisa menghasilkan keturunan maka laki-laki akan menikah lagi atau meniduri selir. 


Karena itu penulis ingin meneliti lebih lanjut untuk mendapatkan pemahaman yang utuh terkait hadits ini:


حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا مُسْتَلِمُ بْنُ سَعِيدِ ابْنُ أُخْتِ، مَنْصُورِ بْنِ زَاذَانَ عَنْ مَنْصُورٍ، - يَعْنِي ابْنَ زَاذَانَ - عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ قُرَّةَ، عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ، قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ إِنِّي أَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لاَ تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا قَالَ"‏ لاَ‏"‏ ‏.‏ ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ ‏"‏ تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ"‏ 


Artinya: Dari hadits Maqil bin Yasar, dia berkata: Seorang laki-laki mendatangi Nabi Muhammad saw, dan berkata: Aku bertemu dengan seorang wanita yang tinggi dan cantik, tetapi dia tidak melahirkan. Apakah aku harus menikah? dia? Dia berkata: “Tidak.” Kemudian dia datang kepadanya untuk kedua kalinya dan melarangnya. Kemudian dia datang kepadanya untuk ketiga kalinya dan berkata: “Nikahlah dengan orang yang ramah.” Anak-anakku, karena aku akan unggul di antara bangsa-bangsa karena Anda.


Hadits di atas mempunyai sanad yang kuat dan shahih, dalam hadits tersebut Nabi Muhammad melarang seorang laki-laki yang ingin menikahi wanita tinggi cantik, namun tidak melahirkan karena pada zaman itu masih banyak perbudakan. Sedangkan Nabi Muhammad menginginkan kesetaraan, sehingga Nabi Muhammad menganjurkan menikahi wanita yang subur untuk mengurangi banyaknya budak-budak wanita dan memperbanyak kaumnya.


Hadits tersebut menekankan keutamaan pernikahan, keutamaan prokreasi, dan anjuran suami untuk melakukan hal tersebut, untuk memenuhi tujuan diciptakannya manusia, yaitu beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mengolah bumi. 


Serta mengikuti niat dan keinginan Nabi Muhammad untuk membanggakan bangsanya karena mengikuti Islam, selain itu hadits ini juga mendesak untuk menikah dengan wanita yang ramah. 


Rasulullah sangat ingin membimbing para pemuda untuk menikahi wanita yang penuh kasih. Rasul juga mengimbau para suami untuk bersikap lemah lembut dalam memperlakukan istrinya, dan mengimbau kedua pasangan untuk mengetahui hak dan kewajibannya dalam berumah tangga. 


Untuk membangun keluarga muslim yang beribadah kepada Allah, mengikuti sunnah Rasulullah, dan mencapai ketenangan dan kasih sayang antar pasangan. Pada hadits di atas juga dianjurkan untuk  menikahi perempuan yang melahirkan, untuk memperbanyak jumlah hamba Allah yang saleh, dan untuk menunjukkan rasa bangga kepada Rasulullah atas bangsa Islamnya. 


Akan tetapi dengan melihat konteks sekarang yang semua orang sudah merdeka dan tidak ada perbudakan, menikahi perempuan yang melahirkan maupun yang tidak bisa melahirkan bukan hal yang penting, yang terpenting adalah bisa mendidik generasi-generasi selanjutnya agar menjadi generasi yang saleh, baik dan berguna bagi nusa bangsa.


Adapun menceraikan dan mempoligami perempuan yang tidak subur ketika sudah menjalankan pernikahan jika merujuk pada al-Qur’an dan Hadits involuntary childless tidak bisa dijadikan alasan. Berikut alasan untuk dapat melakukan perceraian menurut hukum Islam yaitu, salah satu pihak cacat/menderita penyakit, suami tidak memberi nafkah, penganiayaan, dan salah satu pihak murtad. 


Untuk masalah poligami Pengadilan Agama hanya memberi izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan istri tidak dapat melahirkan keturunan.


Selain perceraian dan poligami banyak solusi lain yang seharusnya lebih diutamakan dan diambil untuk pasangan yang mengalami involuntary childless agar mendapatkan ketenangan dan tidak merugikan perempuan, seperti:


Pertama, orang yang mengalami involuntary childless diperbolehkan megadopsi anak seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad menjadikan Zaid bin Haritsah sebagai anak angkat, akan tetapi dalam pengadopsian anak tidak boleh menghilangkan nasab asli anak tersebut dan tidak boleh diakui sebagai anak kandung. Sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 4:


ٱدْعُوهُمْ لِءَابَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ ٱللَّهِ ۚ فَإِن لَّمْ تَعْلَمُوا ءَابَاءَهُمْ فَإِخْوَٰنُكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَمَوَٰلِيكُمْ ۚ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِۦ وَلَٰكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا


Artinya: Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


Kedua, anak-anak adopsi ini bisa dirawat dan diberi pendidikan sebaik mungkin. Sikap penerimaan diri maksudnya adalah pasangan yang mengalami involuntary childelss bisa menunjukkan rasa bersyukur, bersikap positif terhadap diri dengan tidak menyesali dan tidak menyalahkan dirinya untuk kondisi yang berada di luar kontrol, memaknai pengalaman hidup sebagai proses pembelajaran, menerima kualitas baik dan buruknya diri, dan mempunyai wawasan terhadap diri dengan mengenal dan menerima kelebihan serta kekurangan. 


Melihat surat asy-Syura ayat 49-50 semua memang menjadi kehendak Allah, Allah menjadikan seseorang mempunyai anak atau tidak adalah kehendak Allah. Melakukan kontribusi untuk membesarkan generasi berikutnya dengan cara menjadi mentor, guru, konselor, dan teman bagi anak-anak. 


Sehingga membentuk kehidupan yang memuaskan bahagia serta menikmati manfaat dari beragam jaringan hal ini seperti yang dilakukan oleh orang yang memilih childfree agar tidak merasa kesepian. 


 

Irhamil Muthoharoh, Mahasiswa Pascasarjana PTIQ Jakarta Program Pendidikan Kader Ulama Perempuan


Opini Terbaru