• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Pernik

Tam-taman Kitab, Metode Disiplin di Pondok Pesantren

Tam-taman Kitab,  Metode Disiplin  di Pondok Pesantren
Tam-taman metode disiplin yang diterapkan pesantren terhadap santrinya (Foto: Yudi Prayoga/NU Online Lampung)
Tam-taman metode disiplin yang diterapkan pesantren terhadap santrinya (Foto: Yudi Prayoga/NU Online Lampung)

Pondok pesantren memiliki metode pembelajaran yang unik dan khas. Salah satunya yakni Tam-taman kitab.

 

Tam sendiri berasal dari bahasa Arab "Tamun" yang artinya sempurna. Kemudian diserap ke dalam makna keseharian pesantren menjadi Tam-taman yang artinya ujian kelengkapan kitab atau kesempurnaan kitab. 

 

Metode Tam-taman umumnya dilakukan ketika menjelang ujian akhir semester. Akan tetapi ada juga beberapa pondok yang menerapkan Tam-taman sebulan sekali, guna tetap menjaga kedisiplinan santri dalam memaknai kitab kuningnya. 

 

Bentuk alat untuk Tam-taman sendiri biasanya dibuat cap/stempel tinta yang bertuliskan hurul latin "Tam". Stempel bisa berbentuk bulat, oval maupun kotak. 

 

Sedangkan penerapannya, biasanya setiap kelas ada satu atau dua penguji Tam, yang bertugas mencatat dan mengecek kelengkapan kitab santri yang telah dimaknai oleh guru di kelas, selama pembelajaran berlangsung. 

 

Para santri akan dipanggil satu persatu untuk mempertanggungjawabkan catatan kitabnya, apakah layak atau tidak. Apakah lengkap atau  bolong-bolong tidak bermakna. 

 

Kitab yang telah lengkap akan diberikan paraf tanggal dan tanda tangan oleh penguji di pinggir kitab, serta dicap atau stempel Tam.

 

Kitab yang di-Tam tidak hanya satu melainkan semua pelajaran yang diajarkan di diniyah atau pondok sesuai tingkatan dan kelasnya masing-masing. 

 

Umumnya di pondok pesantren, ujian koreksian kitab (Tam-taman) biasanya menjadi syarat bagi santri untuk bisa mengikuti ujian tertulis di samping juga ujian lisan (hafalan). Karena di pondok pesantren, ujian akhir semester meliputi tiga komponen penting, yakni ujian koreksian kitab, ujian lisan atau hafalan dan ujian tertulis. 

 

Jika salah satu tidak memenuhi, maka akan tertunda ujian tulisnya, atau dikarantina. Atau bisa juga mengulang tahun depan, alias tidak naik kelas atau lulus. 

 

Memang hal tersebut menjadi pemicu dan ketegangan sendiri bagi para santri yang kitabnya tidak penuh (bolong makna). Bisa karena malas memaknai, bolos, ketiduran, sakit, atau juga sering izin pelajaran.

 

Tam-taman menjadi bukti salah satu evaluasi di pondok pesantren terkait kelengkapan makna maupun catatan hariannya. 

 

Pondok pesantren berharap kepada seluruh santri ketika pulang ke daerahnya masing-masing bisa mengembangkan ilmunya, dengan tetap bisa membaca makna kitabnya yang penuh, sehingga tidak akan kesulitan menerjemahkan kitab. 

 

Yang dikhawatirkan yakni, ketika makna kitabnya tidak penuh, sedang di daerahnya ia disuruh mengembangkan ilmu agamanya, dan makna kitabnya bolong, maka dia sendiri yang akan kesulitan. 

 

Karena itu, kita semua sebagai santri, lengkapi "makan" kitab, maka akan mempermudah urusanmu ketika memberikan materi agama yang dirujuk dari kitab.

 

Selain makna yang lengkap, usahakan juga sebisa mungkin maknanya jelas dibaca, minimal bisa dibaca oleh penulisnya sendiri.

 

(Yudi Prayoga)


Pernik Terbaru