
Nasi berkat sudah menjadi tradisi di masyarakat NU yang dibagikan pada saat acara tertentu (Foto: Yudi Prayoga)
Yudi Prayoga
Penulis
Warga Nahdlatul Ulama (NU) sudah tidak asing lagi dengan sebutan nasi berkat. Dalam setiap acara tradisi keagamaan selalu ada nasi berkat.
Nasi berkat juga disebut dengan nasi besek, karena nasi ditaruh di dalam besek, yang terbuat plastik atau kertas. Jika dahulu terbuat dari besek bambu.
Sejarah nasi berkat sudah ada sejak era Wali Songo, penyebar Islam di Nusantara.
Sedangkan kata berkat sendiri berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti ziyadatul khair (bertambahnya kebaikan).
Maka nasi berkat memiliki keberkahan atau barokah, yakni sesuatu yang baik ketika dibawa pulang dan dimakan.
Bagaimana tidak baik. Nasi berkat merupakan menu yang kompleks, karena terdiri dari nasi, sayur, urap, gorengan, daging ayam, telur, kering tempe, rokok, air minum dan jajanan (snack).
Seringnya, terur rebus dengan kulitnya, atau telur rebus bulat di sambal. Kalau daging ayam dibuat rendang, semur, dan digoreng.
Keberkahan selanjutnya, karena di dalam nasi berkat dibacakan doa, shalawat, dan ayat Al-Qur'an. Sehingga sesuatu yang dibacakan bacaan yang baik maka akan menjadi baik.
Meskipun kadang ada saudara kita, sesama muslim yang melarang memakan nasi berkat bahkan mengharamkannya. Entah karena tidak memahami dalil, filosofi, fungsi, manfaat dan nilainya sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Nasi berkat umumnya akan selalu dijumpai di setiap acara keagamaan warga NU, seperti walimatul aqiqah (kelahiran), tahlilan (kematian), walimatul khitan (sunat), walimatul urs (pernikahan), maulid Nabi Muhammad saw, Isra Miraj, haul, ulang tahun, dan lain sebagainya.
Dan ciri khas nasi berkat tidak dimakan di tempat, melainkan ditenteng, dibawa pulang ke rumah masing-masing, dan dimakan bersama-sama dengan keluarga.
KH Said Aqil Siradj pernah berkata bahwa beliau bersama dengan saudara kandungnya bisa menjadi hebat (seperti sekarang ini) karena sering diberi makan nasi berkat oleh orang tuannya.
Entah pernyataan tersebut hanya guyonan atau sungguhan yang jelas, memiliki keberkahan tersendiri di dalam nasi berkat. Karena di dalamnya merupakan shadaqah dan penuh dengan doa-doa.
Pernah di tahun 1994 M, terdapat kisah yang sangat unik. Ada seorang wanita di Desa Lengkukai, Kabupaten Tanggamus, Lampung, ketika hamil ngidam bau nasi berkat.
Ini sangat menarik, karena tradisi NU berupa nasi berkat sudah mendarah daging, sehingga sampai-sampai terbawa sampai ke anaknya yang ada di dalam kandungan.
Nasi berkat sendiri, merupakan shadaqah tuan rumah kepada tamu-tamunya yang hadir di kediamannya. Sudah sepantasnya tamu-tamu tersebut disuguhi makanan dan minuman yang baik.
Karena menghormati tamu merupakan perintah dari Rasulullah saw, baik tamu yang kita undang ataupun yang tidak. Apalagi tamu-tamu tersebut sudah membantu membacakan doa kepada tuan rumah dan keluarga tuan rumah.
(Yudi Prayoga)
Terpopuler
1
Yuk Infak dan Menjadi Bagian Pengadaan Ambulans Ke-7 NU Peduli Pringsewu 2025
2
Khutbah Jumat: Ilmu dan Adab Lebih Tinggi daripada Nasab
3
3 Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Membangun Masjid
4
KBNU Sidomulyo Gelar Donor Darah, Perkuat Kepedulian Sosial di Lampung Selatan
5
Gaji dan TPP ke-13 ASN Lampung Mulai Dicairkan, Total Rp118,7 Miliar
6
Khutbah Jumat: Bijak dalam Bermedia Sosial
Terkini
Lihat Semua