Wahyu Iryana
Penulis
Ketika media daring belum populer, Nahdlatul Ulama (NU) sudah mengambil langkah maju dengan meluncurkan NU Online pada 11 Juli 2003. Ini bukan sekadar respons teknologi, tapi manifestasi kesadaran historis dan komitmen dakwah digital NU. Di tengah ruang digital yang kerap dipenuhi kebencian dan simplifikasi agama, NU Online hadir sebagai penjaga ketenangan dan kalam Islam yang beradab.
Kini, setelah 22 tahun, NU Online bukan hanya situs berita organisasi, melainkan ruang rujukan pemikiran Islam Nusantara yang berakar pada tradisi Ahlussunnah wal Jama’ah an-Nahdliyah. Artikel-artikelnya mengajak pembaca bukan hanya untuk membaca, tapi merenung dan membangun cara pandang yang lebih luas dan bijak.
Tradisi literasi NU memang sudah lama. Pendiri NU seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Chasbullah, dan KH Wahid Hasyim bukan hanya tokoh pesantren, tetapi juga penulis produktif yang merumuskan ajaran dan kebijakan umat lewat karya tulis. KH Wahid Hasyim bahkan memodernisasi kurikulum madrasah dan membuka dialog Islam dan kebangsaan lewat tulisan progresif.
Semangat itu berlanjut dalam karya KH Saifuddin Zuhri, yang menulis sejarah pesantren, dan KH Bisri Musthofa yang menyusun tafsir Jawa yang merakyat. Di era modern, Mahbub Djunaidi pendekar pena pendiri PMII menunjukkan bahwa menulis bisa menjadi perlawanan kreatif, menggunakan humor dan ironi. Gus Dur Sang Presiden, manusia multidimensi membawa kelenturan pemikiran dan kedalaman spiritual, sementara Gus Mus merangkai puisi dan esai yang menyentuh kemanusiaan agama.
Generasi pasca-reformasi menambah warna baru. Ahmad Baso mengkaji warisan pesantren secara historis dan kritis. KH Zawawi Imron lewat puisi dan pidato menghidupkan bahasa sebagai jiwa dakwah. Jadul Maula, budayawan dan pengelola pesantren budaya, meramu tafsir sosial Islam lewat seni dan praktik budaya. Di ranah opini digital, Ulil Abshar Abdalla memicu dialog Islam progresif yang inklusif, sementara Savic Ali, mantan pemimpin NU Online, menggerakkan gerakan Islam yang cinta damai melalui platform seperti Islami.co.
NU Online tumbuh sebagai simpul literasi yang memelihara sanad keilmuan. Dalam ruang opini, pembaca diajak merenungkan posisi Islam NU di tengah isu nasional dan global. Rubrik keagamaan memberi panduan bermazhab dengan akal dan hati yang tenang. Di dunia media digital yang cenderung sensasional dan kurang akurat, NU Online tampil sebagai ruang tafakkur digital yang tenang dan bernas.
Namun, tantangan zaman berubah cepat. Pembaca kini lebih memilih konten singkat, interaktif, dan visual. NU Online harus mengembangkan dakwah visual dan audio-visual tanpa mengorbankan kedalaman. Transformasi ini tak hanya soal teknologi, tapi juga strategi menyampaikan nilai Islam rahmatan lil ‘alamin dalam platform yang cepat dan kompetitif. Tantangannya adalah mengemas kedalaman kalam dengan kecepatan tanpa kehilangan ruh.
Meski demikian, NU Online tetap setia pada nilai dasar: menjaga akhlak dalam berdakwah, memelihara sanad keilmuan, dan menyeimbangkan penyampaian kebenaran. Dalam dunia digital yang gaduh, NU Online memilih jalan sunyi: menulis penuh tanggung jawab, berdakwah dengan kelembutan, dan berpikir dengan kearifan.
Selamat milad ke-22 NU Online. Teruslah menjaga kalam, karena kalam jernih adalah cahaya peradaban dan pelabuhan bagi yang lelah mencari arah di dunia digital yang penuh gelombang.
H. Wahyu Iryana, Dosen UIN Raden Intan, dan aktif menulis buku buku dan jurnal Sejarah Islam.
Terpopuler
1
DPRD Lampung Dorong Way Terusan SP.1 dan SP.2 Jadi Desa Definitif
2
4 Manfaat Pengajian Luring yang Sering Dilakukan Warga NU
3
Khutbah Jumat: Mengisi Bulan Muharram dengan Berbuat Baik dan Memperbanyak Ibadah
4
PWNU Lampung Keluarkan Pernyataan Resmi Tegas Tolak LGBT, Ini Isinya
5
Pesan Ketua PCNU Pringsewu pada Kader IPNU-IPPNU: Perkuat Jihad Digital!
6
Hati-hati! Sedekah Juga Bisa Datangkan Dosa, Ini Penyebabnya
Terkini
Lihat Semua