• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 19 April 2024

Pernik

Jangan Bersedih Bila Patah Hati, Nabi Muhammad saw pun Pernah Mengalaminya

Jangan Bersedih Bila Patah Hati, Nabi Muhammad saw pun Pernah Mengalaminya
kaligrafi lafadz Muhammad saw
kaligrafi lafadz Muhammad saw

Anak muda zaman sekarang, ketika mengalami patah hati, baik karena cintanya ditolak atau putus cinta, kerap merasa bahwa dunia sudah runtuh. Segala sesuatu menjadi suram dan kehilangan semangat hidup.

 

Padahal, seharusnya tidak sampai demikian. Patah hati bisa dialami oleh siapa saja. Bahkan Nabi Muhammad saw pun pernah mengalaminya.


Dilansir dari Ketika Nabi Muhammad SAW Patah Hati, disebutkan bahwa sebelum diangkat menjadi Rasul, Nabi Muhammad saw pernah jatuh cinta pada putri Abu Thalib. Paman Rasul itu memiliki beberapa orang putri. Di antara mereka sudah ada yang telah mencapai usia nikah. Namanya adalah Fakhitah, populer dengan nama Umm Hani’.

 

Karena rasa cinta sudah tumbuh di antara keduanya, Nabi Muhammad saw berencana untuk menikahinya. Nabi Muhammad lalu meminta izin kepada pamannya Abu Thalib untuk menikahi putrinya. 

 

Tetapi sayangnya, Abu Thalib mempunyai rencana lain. Dia akan menikahkan anaknya dengan Hubayrah, putra saudara ibu Abu Thalib yang berasal dari Bani Makhzum.

 

Hubayrah adalah pria kaya dan sekaligus penyair berbakat seperti Abu Thalib. Selain kaya raya, kabilah Bani Makhzum memang pada waktu itu kekuatannya semakin meningkat seiring dengan merosotnya kekuasaan Bani Hasyim.

 

Hubayrah akhirnya melamar putri Abu Thalib tersebut dan lamarannya diterima. Lamaran itu diterima karena menurut Abu Thalib, “Mereka telah menyerahkan putri mereka untuk kita kawini dan seorang pria yang baik haruslah membalas kebaikan mereka.” 

 

Pernikahan putrinya itu sebagai balas budi atas kebaikan Bani Makhzum. Jawaban Abu Thalib ini tentu tidak memuaskan hati Nabi Muhammad saw. Tetapi Nabi berusaha lapang dada menerima penjelasan pamannya, tanpa membantah sedikitpun. Malahan Muhammad secara jujur, sopan, dan lapang dada mengakui bahwa dirinya memang belum siap untuk menikah. 

 

Tidak lama kemudian, Nufaysah, paman Khadijah datang menemui Nabi Muhammad dan menanyakan alasan mengapa dia belum menikah. Nabi Muhammad menjawab, “Aku tidak memiliki apa-apa untuk dapat berumah tangga”.

 

Nufaysah menceritakan kepada Muhammad ada wanita cantik, terhormat, dan kaya yang menyukainya. Nama pengusaha kaya tersebut adalah Khadijah. Mendengar penjelasan itu, Nabi Muhammad saw menjelaskan kepada Nufaysah bahwa dia tidak memiliki harta dan tidak mungkin menikahi Khadijah.

 

“Masalah itu serahkan kepadaku,” jawab Nufaysah. Yang terpenting bagi Nufaysah, Nabi Muhammad  bersedia dulu. Masalah biaya pernikahan bisa diatur belakangan.

 

Khadijah meminta Nufaysah memanggil Nabi Muhammad saw agar datang kepadanya. Setelah ia datang, Khadijah berkata, “Putra pamanku, aku mencintaimu karena kebaikanmu padaku, juga karena engkau selalu terlibat dalam segala urusan di masyarakat, tanpa menjadi partisipan. Aku menyukaimu karena engkau dapat diandalkan, juga karena keluruhan budi dan kejujuran perkataanmu.”  

 

Tidak lama setalah itu, Khadijah menawarkan dirinya untuk dinikahi.

 

Dari kisah yang disarikan dari buku Biografi Muhammad yang ditulis oleh Martin Lings itu, kita jadi mengetahui bahwa patah hati juga pernah dialami Nabi. Namun beliau tetap tegar dan tidak berputus asa. 

 

Hingga kemudian beliau mendapatkan jodoh Siti Khadijah, seorang perempuan yang saleh dan setia kepada Nabi Muhammad saw hingga akhir hayatnya. Bahkan dengan tulusnya  Siti Khadijah rela menyerahkan segala yang ia punya, termasuk harta benda untuk Nabi Muhammad saw dan dakwah Islam. 


Pernik Terbaru