• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Syiar

Kebersahajaan Rasulullah dalam Hal Makan

Kebersahajaan Rasulullah dalam Hal Makan
Kaligrafi Nama Nabi Muhammad sa w
Kaligrafi Nama Nabi Muhammad sa w

Barangkali kita sering mengeluhkan kehidupan yang pas-pasan, apalagi di tengah harga-harga yang tengah meroket. Meski kita tetap harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, ada baiknya kita belajar dari kesederhanaan Rasulullah saw. 


Rasulullah adalah pribadi yang sederhana. Beliau dan para sahabatnya selalu hidup dalam keterbatasan, namun mereka tetap teguh dalam barisan tauhid walaupun dalam keadaan sangat lapar.


Dilansir dari Tentang Makan dan Kebersahajaan Rasulullah kesederhanaan pribadi Rasulullah saw dan para sahabat dikisahkan oleh Abu Hurairah,” Demi Allah, yang tidak ada sekutu bagi-Nya, (terkadang) aku tidur di atas tanah dengan perut lapar, dan (terkadang) aku ikatkan sebuah batu ke perutku untuk menahan lapar.” 


Tidak saja soal makanan, Rasulullah dalam hal tidur, beralaskan tikar dan rumahnya sangat sederhana. Kalau ada pakaian yang sobek atau koyak, beliau sendiri yang menambalnya, tidak menyuruh istrinya.


Beliau juga memerah sendiri susu kambing untuk keperluan keluarga maupun dijual. Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada makanan yang siap untuk dimakan, sambil tersenyum Rasulullah menyingsingkan lengan bajunya untuk membantu istrinya di dapur.


Sayidatuna Aisyah mengisahkan, “Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumah tangga.” 


Jika mendengar adzan, beliau segera berangkat ke masjid dan cepat-cepat pulang kembali sesudah selesai shalat.


Pernah Rasulullah saw pulang pada waktu pagi, dan tentulah amat lapar saat itu. Namun dilihatnya tiada apa pun yang ada untuk sarapan. Yang mentah pun tidak ada, karena Aisyah belum ke pasar. Maka Nabi bertanya,” Belum ada sarapan, ya Humaira? (Humaira adalah panggilan mesra untuk sayidatuna Aisyah yang berarti  “Wahai yang kemerah-merahan”). 

 

Aisyah menjawab dengan agak serba salah,” Belum ada apa-apa, wahai Rasulullah.” 


Rasulullah lantas berkata,” Kalau begitu, aku puasa saja hari ini.”  Tak sedikitpun tergambar rasa kesal di wajahnya.


Sayidatuna Aisyah mengisahkan kesederhanaan Rasulullah saw tidak pernah memenuhi perutnya. Ketika bersama keluarganya, beliau tidak pernah minta makan kepada istri-istrinya. Jika mereka menghidangkan makanan, beliau pun makan. Beliau memakan apa yang dihidangkan, dan meminum apa yang dihidangkan.

 

Walau Nabi Muhammad saw penuh kesederhanaan, bahkan terkadang tak jarang makan, beliau tetap tegar menjalankan risalah kenabian yang melekat pada dirinya.


Pernah suatu ketika, saat beliau menjadi imam shalat, para sahabat melihat gerakan Baginda Nabi antara satu rukun ke satu rukun yang lain amat sukar sekali. Dan mereka mendengar bunyi menggerutuk, seolah-olah sendi-sendi pada tubuh manusia yang paling mulia itu bergeser.


Usai shalat, Sayidina Umar bin Khatab yang tidak tahan melihat keadaan Nabi, langsung bertanya,” Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah engkau menanggung penderitaan yang amat berat. Sakitkah, Ya Rasulullah?” 

 

“Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, aku sehat dan segar,” jawab beliau dengan wajah yang senantiasa tersenyum. 


“Ya Rasulullah, mengapa setiap kali engkau menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi bergesekan di tubuh engkau? Kami yakin, engkau sedang sakit,” Umar mendesak dengan rasa cemas.


Akhirnya Rasulullah saw mengangkat jubahnya. Para sahabat amat terkejut. Perut Rasulullah yang kempis, kelihatan dililit sehelai kain yang berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali tubuh Nabi bergerak. 


“Ya Rasulullah, adakah bila engkau mengatakan lapar dan tidak punya makanan kami tidak akan mendapatkannya buat engkau?”

 

 Lalu Baginda Nabi menjawab dengan lembut, “Tidak, para sahabatku. Aku tahu, apapun akan engkau korbankan demi Rasulmu. Namun apakah akan aku jawab di hadapan Allah nanti bahwa aku, sebagai pemimpin, menjadi beban kepada umatnya? Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah Allah buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia ini, lebih lebih lagi tiada yang kelaparan di akhirat kelak.”


Mengenai makan dan minum, Rasulullah saw adalah orang tidak kecanduan terhadapnya. Nabi menganjurkan agar mengurangi keperluan makan minum dan tidur.    


Al Miqdam ibn Ma’dikarib berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda,” Anak Adam tidak memenuhi suatu bejana yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa potong makanan untuk menguatkan punggungnya. Jika memerlukan lebih banyak lagi, sepertiganya untuk minum dan sisanya untuk bernafas. Sebab akibat dari banyak makan dan minum adalah banyak tidur” (HR Tirmidzi dan Ibnu Hibban). 


Syiar Terbaru