Berbekal Ilmu Fiqih, Sapala Tetap Nikmati Ibadah di Rimba Raya
Kamis, 20 Juni 2024 | 15:31 WIB
Yudi Prayoga
Penulis
Tanggamus, NU Online Lampung
Komunitas Santri Pecinta Alam (Sapala) mengadakan perjalanan napak tilas dan tadabur alam ke berbagai wilayah tempat wisata, salah satunya di Kabupaten Pesawaran dan Tanggamus, Kamis (20/6/2024).
Perjalanan tersebut menghabiskan waktu 4 hari 3 malam. Dimulai dari Senin hingga Kamis Sore. Waktu tersebut merupakan yang di dalamnya terdapat berbagai macam aktivitas pribadi, aktivitas sosial maupun ibadah shalat 5 waktu.
Sebagai seorang mukallaf (orang yang dikenai syariat) tentu kita semua dilarang meninggalkan ibadah shalat 5 waktu, kecuali uzur, meski dalam kondisi serta keadaan apapun dan di manapun.
Salah satu tempat wisata yang anggota Sapala kunjungi, benar-benar minim fasilitas ibadah yakni Pantai Pintasan Paku, Kecamatan Kelumbayan, Kabupaten Tanggamus.
Pantai yang masih asri, alami dan indah tersebut mengharuskan seseorang menggunakan alternatif ilmu fiqih yang lain untuk beribadah kepada Allah swt. Di antaranya yakni bersuci dari hadats kecil (wudhu) untuk melaksanakan shalat Zuhur.
Karena tidak adanya air tawar biasa, seperti air sumur, mata air dan sungai, maka bersuci dengan air asin (air laut) yang juga suci mensucikan. Meski air tersebut rasanya tidak tawar, alias asin, tetapi dalam agama Islam, air tersebut dikategorikan sebagai air yang suci dan mensucikan.
Pernyataan tersebut banyak disampaikan oleh para ulama dalam kitabnya. Salah satu redaksi dalam kitab Fathul Qarib yang menyebutkan bahwa air laut itu suci dan mensucikan adalah:
كِتَابُ الطَّهَارَةِ أَنْوَاعُ الِميَاهِ:
المِيَاهُ الَّتِي يَجُوْزُ بِهَا التَّطْهِيْرُ سَبْعُ مِيَاهٍ: مَاءُ السَّمَاءِ ،وَمَاءُ البَحْرِ ،وَمَاءُ النَّهْرِ ،وَمَاءُ البِئْرِ ،وَمَاءُ العَيْنِ ، وَمَاءُ الثَّلْجِ ،وَمَاءُ البَرَدِ ؛
Artinya: Kitab thaharah (bersuci). Air yang boleh digunakan untuk bersuci ada tujuh yaitu: air hujan, air laut, air sungai, air sumur, mata air, air salju dan air embun.
Dari redaksi di atas sangat jelas bahwa ketika bersuci dengan air laut maka bersuci seseorang tersebut tetap sah, dan ketika digunakan untuk shalat, maka shalat kita juga sah.
Setelah bersuci kita menentukan arah kiblat dengan sinar matahari dan dibantu dengan menu kompas di aplikasi NU Online. Ini juga merupakan salah satu bentuk upaya beribadah dengan benar dan akurat.
Di negara Indonesia, arah kiblat mengarah ke Barat dengan condong atau geser 15 derajat ke utara. Karena secara teritorial Indonesia berada Asia Tenggara dan tepat di garis Khatulistiwa. Hal ini akan berbeda dengan negara yang terletak di sebelah Utara Makkah, atau sebelah Timur Makkah.
Setelah menentukan arah kiblat, anggota Sapala mencari tempat untuk sujud (shalat), yang jelas tempatnya memungkinkan untuk menempelkan tujuh anggota tubuh kita ketika sujud.
Selain itu, tempat tersebut harus suci dari najis, karena tempat yang ada najisnya tidak boleh dijadikan tempat shalat kecuali tertutupi. Setelah berjalan kesana kemari, memutuskan pada satu batu di pinggir pantai yang lumayan rata dan bisa digunakan untuk berdiri, sujud dan duduk tawaruk (tahiyat) hingga shalat menjadi sempurna dan nyaman.
Ini merupakan salah satu perjalanan anggota Sapala yang tidak juga indah, tetapi juga menjadi momen yang mengedukasi diri pribadi dengan menerapkan syariat Islam di manapun dan kapanpun. Selagi aturan syariat tersebut tidak keluar dari hukum-hukum Islam yang disepakati oleh para ulama salaf.
(Yudi Prayoga)
Terpopuler
1
Shalat Idul Adha Jatuh pada Hari Jum’at, Apakah Tetap Shalat Jumat?
2
Peserta Membeludak, Pelatihan Kang Jalal LTMNU Pringsewu Berlangsung Sukses
3
Bacaan Doa dan Dzikir saat Wukuf di Arafah
4
Khutbah Idul Adha: Marilah Kita Belajar Ketegaran Jiwa dari Nabi Ismail
5
Pelatihan Kang Jalal NU Pringsewu: Sembelihan Kurban Harus Baik dan Halal, Ini Alasannya
6
Shalat Idul Adha: Sejarah, Dalil, Niat dan Tata Caranya
Terkini
Lihat Semua