Pentingnya Literasi di Tengah Banjirnya Informasi Media Sosial menurut Ketua PCNU Pringsewu
Selasa, 2 September 2025 | 19:37 WIB

Ketua PCNU Pringsewu saat hadir pada Doa Bersama Lintas Agama di Mako Polres Pringsewu, Selasa (2/9/2025). (Foto: Istimewa)
Dian Ramadhan
Penulis
Pringsewu, NU Online Lampung
Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pringsewu, H Muhammad Faizin, menilai media sosial menjadi salah satu faktor yang menyebabkan masifnya unjuk rasa di berbagai daerah di Indonesia. Saat ini orang dengan mudah mengakses dan mendapatkan informasi dan berita tanpa kenal batas tempat dan waktu.
Namun sayangnya, banyak informasi dan berita yang simpang siur di tengah banyaknya demonstrasi yang muncul di berbagai daerah. Hal ini berdampak negatif dan bisa membentuk perspektif negatif pula dalam masyarakat.
Menurutnya, di era digital saat ini, arus informasi mengalir begitu deras. Namun, fakta menunjukkan bahwa kebohongan dan berita negatif justru lebih cepat menyebar dibandingkan kebenaran.
Hal ini membuat masyarakat sering kali bingung dan terjebak dalam kabut informasi yang menyesatkan. Untuk menghadapi situasi ini, diperlukan kesadaran dan keterampilan literasi digital agar tidak mudah terbawa arus informasi yang salah.
"Saat berada di tengah hutan, kita mungkin dikelilingi hewan-hewan buas seperti serigala atau harimau. Jika hanya diam di tempat, kita akan berada dalam bahaya. Untuk menyelamatkan diri, kita perlu memanjat pohon yang lebih tinggi agar dapat melihat peta jalan dan menemukan arah yang benar," ungkapnya saat hadir pada Doa Bersama Lintas Agama di Mako Polres Pringsewu, Selasa (2/9/2025).
Begitu pula dengan berita yang beredar. Menurutnya, ketika kita hanya menerima informasi secara mentah, kita ibarat orang yang dikepung bahaya. Jalan keluarnya adalah dengan “memanjat pohon” pengetahuan, yakni melakukan pencarian lebih dalam.
"Kita harus membandingkan informasi dari berbagai sumber, dan memeriksa asal-usul berita tersebut. Dengan cara ini, kita dapat memperoleh sudut pandang yang lebih luas, menilai kebenaran suatu kabar, dan terhindar dari jebakan hoaks," katanya.
Ia menegaskan bahwa literasi digital menjadi kunci penting dalam proses ini. Masyarakat perlu membiasakan diri untuk selalu memverifikasi sumber informasi, membandingkan dengan media kredibel lain untuk menemukan konsistensi berita.
"Kita harus menggunakan logika kritis apakah berita tersebut masuk akal atau sekadar dibuat untuk memprovokasi, serta menyadari dampak penyebaran informasi terutama jika kabar itu mengandung kebohongan atau fitnah," jelasnya.
Dengan langkah-langkah tersebut, masyarakat tidak hanya selamat dari jebakan berita palsu, tetapi juga berkontribusi menciptakan ekosistem informasi yang sehat. Pada akhirnya, kebenaran memang mungkin berjalan lebih lambat, tetapi akan selalu menemukan jalannya untuk sampai kepada mereka yang sabar mencari dan memilah.
Fenomena ini, lanjutnya, semakin nyata di era post-truth saat ini, di mana informasi yang paling kuat dan paling sering beredar bisa dianggap sebagai kebenaran, meskipun pada kenyataannya salah.
Akibatnya, hal-hal negatif yang sengaja dikampanyekan bisa dipersepsikan sebagai sesuatu yang positif, sementara kebenaran yang tidak diviralkan cenderung kalah gaungnya dibandingkan kebohongan yang masif disebarluaskan.
"Fenomena ini menjadi tantangan besar di era digital karena membentuk opini publik yang tidak selalu sesuai dengan realitas, sehingga menuntut semua pihak untuk lebih kritis, hati-hati, dan bijak dalam menyikapi setiap informasi yang hadir di hadapan kita," pungkasnya.
Terpopuler
1
Lafal Bacaan Doa Nabi Ibrahim untuk Keamanan Negeri
2
14 Doa Nabi Muhammad Saw, Cocok Dibaca di Hari Maulid Nabi
3
Hukum Menjarah Rumah Orang Lain saat Unjuk Rasa
4
PCNU Pringsewu Terima Wakaf Tanah untuk Lembaga PAUD di Kecamatan Ambarawa
5
PW GP Ansor Lampung Komitmen Jaga Persatuan lewat Istighotsah dan Doa Bersama Serentak
6
NU Lampung Ketuk Pintu Langit untuk Keamanan dan Kedamaian Indonesia
Terkini
Lihat Semua