Pernik

Belajar Kemanusiaan dan Toleransi dari Keluarga Bu Maryam

Senin, 24 Juni 2024 | 13:01 WIB

Belajar Kemanusiaan dan Toleransi dari Keluarga Bu Maryam

Lokasi daerah tempat tinggal Bu Maryam (Foto: Yudi Prayoga/ NUO Lampung)

Pesawaran, NU Online Lampung

Usai berkemah semalaman di Pantai Teluk Hantu, Santri Pecinta Alam (Sapala) bertolak pulang ke arah Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Ahad (24/6/2024). 


Sampai di Desa Suka Maju, Kecamatan Punduh Pidada, Kabupaten Pesawaran, salah satu anggota Sapala, Ahmad Mukhlis menderita penyakit mag kronis dan mulai kesulitan bernapas serta mengangkat tubuhnya. Sehingga harus mencari puskesmas atau dokter di sekitar desa tersebut. 


Berbagai informasi telah didapat, dan sesuai arahan dari salah satu warga Desa Maja Pesawaran, semua anggota meluncur ke rumah Bu Maryam yang terletak di Desa Penyandingan, Kecamatan Punduh Pidada, Kabupaten Pesawaran. 


Setelah sampai di depan gerbang, kami disambut dengan ornamen khas Bali, seperti Garuda Wisnu yang elok dan indah di samping kiri pintu gerbang. Semua tidak perlu bertanya dan mempertanyakan karena sesungguhnya kesembuhan bisa datang lewat tangan siapa pun, meski berbeda keyakinan. 


Ketika memasuki rumahnya, semua anggota Sapala disambut dengan ramah. Dan Mukhlis, yang sakit tadi, langsung diarahkan ke ruang pengobatan. Tanpa basa basi, Mukhlis langsung diperiksa dan didiagnosa secara berkala, tanpa harus bertanya agama terlebih dahulu, dan tidak perlu dipertanyakan juga, karena ini merupakan ranah kemanusiaan. 


Ini merupakan salah satu bentuk jika ideologi Pancasila sudah tertanam baik bagi rakyat Indonesia. Bahkan Presiden keempat Indonesia, KH Abdurrahman Wahid pernah berkata, tolonglah saudaramu tanpa perlu kau bertanya agamanya apa. 


Usai pengobatan, ternyata Mukhlis belum bisa langsung dibawa pulang, semua anggota harus menunggu hingga pulih, kira-kira 3 sampai 4 jam lebih. Sedangkan jam menunjukkan sudah pukul 13.00 WIB, dan semua belum melaksanakan shalat Zuhur. 


Setelah permisi kepada pemilik rumah untuk numpang ibadah. Ternyata sudah disediakan ruangan khusus dan juga dilengkapi dengan sajadah yang menghadap ke arah kiblat serta mukena bagi perempuan. 


Salah satu anggota langsung mengecek di menu kompas aplikasi NU Online, dan ternyata arahnya sangat pas sekali. Ini menunjukkan bahwa pemilik rumah sudah sangat paham tentang kehidupan umat Muslim di sekitarnya, bahkan ritual ibadahnya. 


Tidak selang beberapa lama, Bu Maryam keluar membawa ambal untuk merebahkan tubuh kami, dan suaminya keluar membawa termos berisi air panas, gelas, kopi, gula dan rokok. Serta sudah disediakan juga makan siang di gazebo dengan menu yang cukup mewah, seperti nasi, urap, lele goreng, tempe goreng, sayur pare, sambel terasi dan lalapan timun. 


Anggota Sapala yang kelelahan dan kelaparan langsung menyantap menu yang telah dihidangkan sembari menyaksikan pura yang sangat indah dengan warna dan hiasan ukir yang megah, serta melihat salah satu bangunan yang memiliki ornamen kirtimuka di atas pintunya. 


Sebuah bentuk toleransi yang indah, padahal kita baru saja kenal dengan keluarga Bu Maryam, serta tamu tanpa diundang, pasalnya karena sebab ada yang sakit. Keluarga tersebut, suami-istri, merupakan salah satu dokter di puskesmas daerah setempat yang memang jika di waktu libur mereka melayani dan membantu warga di rumah saja. 

(Yudi Prayoga)
Â