Kiai dan Santri dalam Pusaran Politik Praktis; Refleski Hari Santri 22 Oktober 2024
Senin, 21 Oktober 2024 | 22:52 WIB
Bulan oktober 2024 terdapat tiga pristiwa bersejarah yakni berakhirnya jabatan presiden Ir Joko Widodo, pelantikan presiden baru H Prabowo Subianto, dan peringatan hari santri Indonesia. Peringatan Hari Santri yang jatuh setiap tanggal 22 Oktober tersebut tidak terlepas dari peran presiden Ir Joko Widodo.
Hari santri adalah sebuah refleksi tahunan tentang kontribusi santri dan kiai dalam sejarah panjang bangsa Indonesia. Diakui sebagai pilar penting dalam perjuangan kemerdekaan, peran kiai dan santri kini terus berevolusi seiring dengan dinamika sosial dan politik.
Dalam konteks politik praktis, keterlibatan kiai dan santri telah menimbulkan sejumlah diskursus akademik terkait dengan peran mereka sebagai aktor moral dan spiritual yang turut mempengaruhi proses politik nasional. Mengingat posisi penting mereka di tengah masyarakat, pertanyaan yang mengemuka adalah: bagaimana mereka dapat menjaga nilai-nilai luhur pesantren di tengah kontestasi politik yang kerap didominasi oleh kepentingan pragmatis?
Sejarah dan Kontinuitas Peran Kiai dalam Politik
Secara historis, keterlibatan kiai dalam politik bukanlah hal baru di negara Republik Indonesia. Sejak masa penjajahan, para kiai telah memainkan peran kunci sebagai tokoh perlawanan terhadap kolonialisme, menggunakan pengaruhnya di pesantren untuk memobilisasi umat. Misalnya, keterlibatan kiai dalam peristiwa resolusi jihad pada 22 Oktober 1945 yang digagas oleh KH Hasyim Asy'ari menunjukkan bahwa sejak awal, kiai tidak pernah absen dari panggung politik kebangsaan. Peran ini kemudian berlanjut pada masa pascakemerdekaan, di mana kiai sering kali diminta memberikan pandangan, bahkan berpartisipasi aktif dalam arena politik praktis.
Namun, keterlibatan dalam politik praktis pasca-kemerdekaan memperkenalkan tantangan baru bagi kiai. Ketika nilai-nilai agama dan spiritualitas berbenturan dengan realitas politik yang sering kali penuh dengan kompromi, muncul risiko degradasi moral dan etika. Politik praktis kerap menuntut keputusan-keputusan pragmatis yang dapat saja bertentangan dengan prinsip-prinsip agama yang selama ini dipegang oleh kiai. Sebagai pemimpin agama, kiai harus berhati-hati dalam berperan di arena politik, sebab keterlibatan yang terlalu dalam dapat menggerus otoritas moral yang telah mereka bangun selama ini.
Dalam studi politik dan sosiologi agama, kiai diidentifikasi sebagai pemimpin etis yang memiliki legitimasi di masyarakat karena kejujuran dan integritasnya. Oleh karena itu, saat kiai terjun ke dalam pusaran politik praktis, harapan besar masyarakat adalah agar mereka tetap dapat menjadi pemandu moral yang menjaga arah kebijakan negara tetap berada dalam koridor keadilan dan kebaikan bersama. Meskipun demikian, keterlibatan dalam politik sering kali membawa risiko personal dan institusional, terutama jika kiai terseret dalam konflik kepentingan yang menggerus kepercayaan publik terhadap mereka.
Santri: Potensi Politik dan Loyalitas yang Diperhitungkan
Selain kiai, komunitas santri juga memiliki posisi yang tidak kalah penting dalam dinamika politik Indonesia. Santri yang belajar di pesantren menginternalisasi nilai-nilai agama dan moral yang diajarkan oleh kiai. Oleh karena itu, santri memiliki potensi untuk menjadi agen perubahan sosial dan politik yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip moralitas.
Dalam kajian sosiologis, santri sering dianggap sebagai kelompok yang loyal, tidak hanya terhadap kiai, tetapi juga terhadap tradisi keagamaan yang mereka anut. Loyalitas ini menjadikan santri sebagai elemen yang potensial dalam arena politik praktis, terutama sebagai basis massa yang dapat dimobilisasi dalam mendukung agenda politik tertentu.
Namun, di sisi lain, loyalitas santri yang sangat kuat terhadap kiai kerap kali disalahgunakan oleh aktor politik yang ingin memanfaatkan pengaruh kiai untuk mendapatkan dukungan elektoral. Santri sering kali berada di persimpangan antara ketaatan terhadap kiai dan kebebasan berpikir kritis mereka sebagai individu yang terdidik. Hal ini menimbulkan dilema moral, terutama ketika pilihan politik yang mereka dukung tidak sejalan dengan nilai-nilai yang selama ini mereka pelajari di pesantren. Oleh karena itu, penting bagi santri untuk membangun kapasitas berpikir kritis dan mandiri agar mereka tidak hanya menjadi pengikut yang pasif, tetapi juga mampu menilai pilihan politik berdasarkan nilai-nilai keadilan dan kemaslahatan bersama.
Politik dan Etika: Tantangan bagi Kiai dan Santri
Dalam konteks politik praktis yang sering kali dipenuhi oleh pragmatisme dan kompromi kepentingan, peran kiai dan santri menjadi semakin penting sebagai penjaga moralitas. Peran ini menjadi relevan dalam menjaga agar proses politik tetap berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip etika publik yang berlandaskan pada keadilan dan kesejahteraan umum. Secara teoretis, kiai dapat memainkan peran sebagai "moral agent" yang tidak hanya membimbing umat dalam urusan spiritual, tetapi juga memastikan bahwa kebijakan politik yang dihasilkan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan sosial yang dijunjung dalam ajaran agama.
Namun, dalam praktiknya, peran ini tidak selalu mudah dijalankan. Realitas politik Indonesia yang sarat dengan konflik kepentingan dan kalkulasi electoral, sering kali membuat kiai dan santri harus berhadapan dengan pilihan yang sulit. Dalam beberapa kasus, keterlibatan kiai dalam politik justru mengundang kritik tajam, terutama ketika keputusan-keputusan politik mereka dianggap lebih didasarkan pada pertimbangan pragmatis daripada prinsip etis. Di sinilah letak tantangan terbesar bagi kiai dan santri: bagaimana mereka dapat menjaga agar keterlibatan mereka dalam politik tidak mengorbankan integritas moral dan spiritual yang selama ini menjadi dasar dari penghormatan masyarakat terhadap mereka.
Dalam studi politik Islam, keterlibatan pemimpin agama dalam politik sering kali dilihat dari dua sudut pandang. Di satu sisi, mereka dianggap memiliki otoritas moral untuk menuntun proses politik agar tetap berada dalam koridor etis. Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa keterlibatan yang terlalu jauh dalam politik praktis dapat merusak otoritas moral tersebut, terutama jika mereka terjebak dalam praktik-praktik politik yang tidak etis. Oleh karena itu, perlu ada batasan yang jelas antara peran kiai sebagai pemimpin spiritual dan peran mereka dalam politik praktis agar mereka tidak kehilangan legitimasi moral yang selama ini menjadi ciri khas mereka.
Masa Depan Peran Kiai dan Santri dalam Politik Indonesia
Hari Santri 2024 menjadi momen reflektif bagi kiai dan santri untuk mengevaluasi kembali peran mereka dalam politik praktis. Dalam konteks demokrasi modern, di mana keterlibatan dalam politik menjadi semakin kompleks, kiai dan santri perlu mengembangkan strategi yang memungkinkan mereka tetap dapat menjaga nilai-nilai pesantren sambil berkontribusi positif dalam politik nasional. Salah satu strategi yang dapat diambil adalah dengan memperkuat pendidikan politik berbasis etika di pesantren, agar santri tidak hanya memahami mekanisme politik, tetapi juga mampu menilai dinamika politik melalui lensa moral dan etika yang kuat.
Selain itu, kiai sebagai pemimpin moral perlu lebih selektif dalam terlibat dalam politik praktis. Mereka harus mampu menempatkan diri sebagai penasehat moral yang menjaga jarak dari kepentingan pragmatis, namun tetap mampu memberikan pengaruh positif dalam proses pengambilan kebijakan publik. Keterlibatan yang terlalu dalam dapat mengancam otoritas moral mereka, sehingga penting bagi kiai untuk menjaga keseimbangan antara peran mereka sebagai pemimpin agama dan aktor politik.
Mualimin, Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Terbuka
Terpopuler
1
KH Saifuddin Zuhri dan KH Muhtar Ghozali Terpilih Jadi Rais dan Mudir JATMAN Lampung pada Muswil 2025
2
GP Ansor Way Kanan Gelar PKD, Tingkatkan Kapasitas dan Kualitas Kader
3
Ketua PWNU Lampung: Santri Harus Siap Menanggung Pahitnya Belajar Demi Terangnya Masa Depan
4
Sosialisasi PIP dan Wawasan Kebangsaan, Fauzi Heri Ajak Masyarakat Amalkan Nilai Pancasila
5
Ketua PWNU Lampung: Thariqah Jadi Penyejuk dan Penuntun Umat dalam Menjawab Keresahan Zaman
6
Memaknai Doa Nabi Musa Minta Jodoh, KH Sujadi: Ciptakan Suasana Surgawi dalam Rumah Tangga
Terkini
Lihat Semua