Opini

Global Warming, Teguran Alam Pada Manusia

Senin, 6 Mei 2024 | 07:34 WIB

Global Warming, Teguran Alam Pada Manusia

Dosen UIN Raden Intan Lampung, Agus Hermanto (Foto: Istimewa)

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan segala benda, daya keadaan, dan makhluk hidup. Di dalamnya adalah manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan umat manusia dan makhluk lainnya. 


Setiap makhluk hidup sejatinya bertempat tinggal dalam suatu lingkungan hidup global yang merupakan suatu lapisan kehidupan yang relatif tipis yang terdiri dari udara yang secara sederhana kita sebut langit dan bumi serta seluruh isinya yang merupakan struktur dasar ekosistem.


Sudut pandang yang kerap dipersoalkan pada akhir-akhir ini adalah berkisar pada beberapa aspek yang dirasakan sebagai tekanan dan krisis yang dapat mengancam keberlangsungan hidup manusia. 


Beberapa aspek tersebut di antaranya adalah ancaman terhadap kejernihan udara dan sumber air. Kesuburan dan produktivitas secara kontinu dari tanah, serta kelangsungan hidup dari flora dan fauna. 


Ancaman ini sejatinya juga mengancam keberlangsungan hidup manusia. Bumi adalah tempat yang paling nyaman dihuni oleh manusia dan segala makhluk lainnya baik yang terdiri dari sesuatu yang hidup ataupun benda mati. Perubahan iklim yang terjadi di bumi akan sangat mempengaruhi planet. 


Dampak pemanasan global akan benar-benar menghancurkan keseimbangan alam benar-benar akan membawa malapetaka. Naiknya permukaan air laut akibat dari mencairnya gunung es (pada kutub utara) yang akan menggenangi wilayah-wilayah pantai dan negara-negara pulau. 


Pola curah hujan akan senantiasa mempengaruhi banjir dan kekeringan kerap bertambah. Tingkat kelaparan akan semakin tinggi pada wilayah-wilayah tertentu di bumi.


Jika kita menatap ke depan dengan melihat fenomena ini, maka ada tiga hal yang harus kita perhatikan, Pertama, krisis akan kesediaan pangan bagi penduduk dunia, Kedua, krisis di bidang ketenagakerjaan (krisis energi) yang kini sejatinya telah mengancam perekonomian dan politik internasional. Ketiga, krisis dalam bidang bahan mineral. 


Satu sama lainnya jika kita lihat adalah timbal balik dari satu titik ke titik lainnya dalam hubungan kekayaan alam yang tersedia, ledakan penduduk, dan teknologi yang kini digunakan manusia khususnya di negara-negara maju dalam teknik produksi pengolahan bahan mentah sumberdaya alam. 


Pandangan ke depan saling berintegrasi antara satu faktor dengan faktor lainnya, dari kesediaan sumberdaya alam, meledaknya jumlah penduduk dan penggunaan teknologi dalam pengolahannya. 


Kekhawatiran yang tidak diharapkan akan terjadinya unsur-unsur energi dan mineral dalam ekosistem akan menjadi berkurang, sehingga akan melemahnya landasan dasar kelangsungan hidup manusia.


Bertitik dari fenomena inilah perlu adanya paradigma baru yang dapat merubah mindset manusia yang dalam hal ini adalah aktor utama terhadap keberlangsungan kehidupan di bumi. 


Hadirnya pemahaman bahwa merawat bumi adalah bagian hal wajib yang harus dijaga merupakan puncak dari tugas manusia di hadapan Tuhan, sehingga baik dan buruknya alam semesta beserta lingkungan adalah tergantung pada manusia. 


Kesadaran dan kepedulian lingkungan adalah hal urgent untuk diperhatikan, dijalankan, dijaga dan dirawat oleh manusia, sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 30 tentang tugas manusia. 


Kemudian surat Al Rum ayat 41 tentang larangan merusak bumi, dan surat Al-A’raf ayat 56 tentang larangan merusak bumi setelah Allah perbaikannya, surat Al-Isra’ ayat 37 tentang larangan berbuat sombong di bumi.


Ayat-ayat ini menjadi landasan dan pedoman bahwa manusia memiliki potensi untuk merusak, mendzalimi dan melakukan bentuk keserakahan lainnya demi nafsu yang mengendalikan. 


Maka hadirnya fiqih ekologi sebagai upaya pemahaman terhadap fenomena alam yang terjadi baik secara alamiah maupun atas faktor lain akibat keserakahan manusia dan solusi sebagai upaya penanggulangannya. 


Sehingga hajat dari hukum akan dapat tercapai yaitu al-Jalbul mashalih wa daf’il mafashid yaitu mengambil kemaslahatan dan meniadakan kemudharatan. Hal ini secara mengerucut adalah untuk menjaga agama dan akan manusia secara utuh.


Agus Hermanto, Dosen UIN Raden Intan Lampung
Â