• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Warta

Menghargai Budaya, Barometer Seseorang Moderat dalam Beragama

Menghargai Budaya, Barometer Seseorang Moderat dalam Beragama
Halaqah Fikih Peradaban yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Darul Islah, Tulang Bawang, Kamis (14/12/2023). (Foto: David)
Halaqah Fikih Peradaban yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Darul Islah, Tulang Bawang, Kamis (14/12/2023). (Foto: David)

Tulang Bawang, NU Online Lampung

Di antara barometer atau ukuran seseorang beragama dengan cara yang moderat adalah sikap dan prinsipnya yang menghargai, mengakomodasi, dan memposisikan budaya pada tempatnya. Penghormatan kepada budaya dan kearifan lokal ini menjadi satu dari empat ciri moderasi beragama yakni memiliki komitmen kebangsaan, toleransi, dan anti kekerasan.

 

Hal ini dipaparkan oleh Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung, H Puji Raharjo pada Halaqah Fikih Peradaban yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Darul Islah, Tulang Bawang, Kamis (14/12/2023). Halaqah ini mengusung tema Pengalaman Islam Indonesia dalam membangun Peradaban Nusantara.

 

Di antara contoh nyata bagaimana umat Islam di Indonesia menghormati kearifan budaya lokal adalah menggunakan pakaian batik dalam aktivitas-aktivitas ibadah.

 

“Karena kita Islam di Indonesia, maka kita menggunakan pakaian yang seperti ini (batik) karena kita diajarkan untuk mengakomodir budaya, menjadikan budaya sebagai infrastruktur agama,” ungkapnya.

 

Mengutip penjelasan Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH A Mustofa Bisri, mengenakan batik masuk dalam kategori sunnah Nabi. Hal ini berdasarkan sikap Nabi yang sangat menghormati tradisi tempat tinggalnya dengan memakai pakaian Arab. Nabi tidak membuat pakaian sendiri untuk menunjukkan bahwa dia Rasulullah.

 

Mengenakan batik yang merupakan tradisi menurutnya merupakan ittiba’ (mengikuti) Nabi Muhammad yang mengenakan pakaian Arab sebagai tradisi.

 

Sementara Stafsus Menteris Agama, H M Nuruzzaman yang juga hadir pada halaqah tersebut mengajak umat Islam dan seluruh bangsa Indonesia untuk bersyukur atas karunia Indonesia. Dengan keragaman yang ada dan menjadi sunnatullah, ia mengajak semua pihak untuk tidak terjebak pada simbol-simbol agama.

 

“Dari dahulu kita sudah selesai dalam soal atribut-atribut misalnya gamis. Islam itu bukan gamis. Gamis itu bukan agama yang agama itu aurat. Menutupnya pakai apa itu budaya,” katanya.

 

Bangsa Indonesia dalam lintasan sejarah, lanjutnya, merupakan bangsa yang begitu hebat dalam mengelola perbedaan. Meskipun banyak perbedaan, suku, agama, ras, dan hal-hal lain, namun Indonesia tetap bisa rukun dan damai sampai detik ini.

 

Ia mengajak bangsa Indonesia untuk mengambil hikmah dari kondisi di beberapa negara di kawasan Timur Tengah. Walaupun memiliki bangsa yang sama yakni Arab, namun negara-negara arab yang ada masih saja terjebak oleh konflik dan peperangan.

 

“Maka kita bersyukur atas anugerah Indonesia. Dan salah satu bentuk syukur kita atas anugerah Indonesia adalah merawat kerukunan antar sesama anak bangsa, dan untuk hal tersebut kader-kader NU harus berada pada garda terdepan,” pungkasnya.

(David/Muhammad Faizin)


Warta Terbaru