• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Senin, 29 April 2024

Warta

Halaqah Fiqih Peradaban, Manusia adalah Makhluk Peradaban yang Butuh Kerja Sama

Halaqah Fiqih Peradaban, Manusia adalah Makhluk Peradaban yang Butuh Kerja Sama
Halaqah fiqih peradaban di Pondok Pesantren Walisongo, Kecamatan Bumi Ratu Nuban, Lampung Tengah, Selasa (5/12/2023) malam. (Foto: Istimewa)
Halaqah fiqih peradaban di Pondok Pesantren Walisongo, Kecamatan Bumi Ratu Nuban, Lampung Tengah, Selasa (5/12/2023) malam. (Foto: Istimewa)

Lampung Tengah, NU Online Lampung

Peradaban kuncinya adalah adanya kerja sama, yakni kerja sama lintas agama, budaya, dan lintas negara. Manusia adalah makhluk yang mempunyai nurani untuk mempunyai peradaban. 


Hal tersebut disampaikan Pengurus Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU), KH Aniq Abdullah Aniq Nawawi pada halaqah fiqih peradaban di Pondok Pesantren Walisongo, Kecamatan Bumi Ratu Nuban, Lampung Tengah, Selasa (5/12/2023) malam. Kegiatan ini bertema Ijtihad Ulama NU dalam Bidang Sosial Politik. 


“Manusia adalah makhluk peradaban, butuh kerja sama. Peradaban tidak terhambat oleh halangan teologis, jika ada halangan teologis dicarikan solusinya. Kiai NU selain ditopang dengan keilmuan pesantren yang luas, sekaligus dalam, juga mempunyai daya visi yang panjang,” ujarnya. 


Mantan Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Maroko itu menjelasakan, ijtihad politiknya para ulama NU adalah canggih, ditopang daya batin yang dalam, contohnya KH Wahab Hasbullah pernah keluar dari Masyumi, beliau telah melakukan ijtihad politik. 


“Pada peristiwa Muktamar NU 1936, bentuk negara kita adalah Darussalam, bahwa kita secara hakikat substansi adalah negara yang sudah Islami,” ungkapnya. 


Ia melanjutkan, sikap politik NU ada dua jenis, Pertama, politik tingkat tinggi. Politik tingkat tinggi adalah komitmen politik kebangsaan atau politik kerakyatan. Kedua, politik tingkat rendah, yaitu jabatan-jabatan strategis politik di legislatif, seperti menjadi Presiden, Wakil Presiden, Gubenur, Wakil Gubenur, Bupati, Wakil Bupati, dan lainnya. 


“Kita harus bangga dengan ulama Indonesia, banyak karya kitab kuning berisi tentang siyasah (politik) yang ada di Indonesia, karakter siyasahnya adalah politik etis,” katanya. 


Menurut Kiai Aniq, inilah yang membentuk corak berpikir politik di Nusantara, karena sikap politik NU adalah berasaskan keadilan seperti yang dijelaskan oleh Mantan Rais Aam PBNU, KH A Sahal Mahfudh dalam kata pengantar buku Ahkamul Fuqaha.


Moderator Halaqah Fiqh Peradaban ini, KH Andi Ali Akbar mengatakan, adapun pemateri kegiatan ini ada dua orang, pertama adalah pengurus LBM PBNU KH Darul Azka, yang juga alumni Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur. 


“Kemudian pengurus LBM PBNU KH Abdullah Aniq Nawawi, yang juga alumni salah satu Universitas di Maroko dan saat ini menjadi dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta,” tuturnya. 


KH Darul Azka menyampaikan, kegiatan ini adalah bagian implementasi pesan salah satu ayat yang ada di dalam Al-Qur’an, kita diperintahkan untuk meramaikan bumi dalam arti mempertahankan tradisi baik di muka bumi, menambahkan kualitas peradaban di muka bumi. 


“Dalam konteks ulama Nusantara, sebelum kemerdekaan Indonesia, KH Hasyim Asy’ari mengajak umat Islam memerangi para sekutu. Pangeran Diponegoro juga demikian, dengan perang gerilya melawan penjajah pada zamannya. Maka pentingnya semua elemen bangsa meneriakkan NKRI adalah harga mati,” ujarnya.


NU dengan ijtihad politiknya, proses penerimaan asas tunggal Pancasila adalah telah diterima semua kalangan ulama. Pada tahun 1984, terkait rumusan Pancasila, bahwa Pancasila menurut ijtihad politik NU, Pancasila bukan agama, dan Pancasila tidak bisa menggantikan agama di Indonesia.


“Perlunya kontekstualisasi pesan-pesan moral kitab kuning bisa menjawab problem modern sekarang ini. NU sudah mempersiapkan perangkat atau metodologi tersebut untuk menjawab persoalan masyarakat,” paparnya.  


Ia mengatakan, rumusan ijtihad fiqih peradaban seperti ini harus selalu ditingkatkan, dibiasakan, forum diskusi ini sebagai tradisi pemikiran di kalangan ulama muda NU agar berpikir lebih maju. Mulai dari Pengurus Anak Ranting NU, Pengurus Ranting NU, pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU), dan seterusnya. 


Pengasuh Pondok Pesantren Walisongo Lampung Tengah, Kiai Syaikuhul Ulum menyampaikan, dengan kegiatan ini semoga semakin menambah semangat para santri Walisongo untuk menuntut ilmu dan untuk berkhidmat di Perkumpulan NU, sekaligus juga bisa aktif di seluruh lapisan masyarakat.

(Akhmad Syarief Kurniawan)
 


Warta Terbaru