Makna Haji dan Umroh dalam Perspektif Tasawuf, Filsafat, Humaniora dan Sains
Sabtu, 24 Agustus 2024 | 17:44 WIB
Akhmad Syarief Kurniawan
Kontributor
Ibadah Haji bagi umat Islam adalah kewajiban yang merupakan bagian makna dari rukun Islam yang lima. Sebagai ibadah fardhu, tak ada alasan untuk tidak mengerjakannya, ketika memiliki kemampuan (isthitha’ah) baik dalam hal keuangan, kesehatan, dan mental spiritual. Sehingga ibadah yang dilaksanakan ke Baitullah ini, ini tidak semua umat Muslim mampu menunaikannya, walaupun sekali dalam seumur hidup.
Mengupas makna-makna simbolik ritual Haji, banyak yang dapat diambil substansi sosialnya. Pelaksanaan Haji yang dasarnya diletakkan oleh Nabi Ibrahim as dan istrinya Hajar sebagai lambang perjuangan. Dimulai dari thawaf di Ka’bah, Sa’i di Shafa dan Marwah, melempar jamrah, kurban (al hadyu) dan sebagainya.
Buku yang ditulis oleh alumni Al Azhar Kairo Mesir, Aguk Irawan, menguraikan dalam narasi beberapa tema besar, antara lain; Haji, umroh, istitha’ah, perjalanan menuju tanah suci, mikat dan ihram.
Selain itu, diuraikan pula tentang talbiyah, tawaf, sa’i, tahallul, wukuf di Arafah, mabit di Mudzdalifah, mabit di Mina, lempar jamrah, nafar, berkurban, dam, dan ziarah. Semuanya itu dikupas dalam perspektif tasawuf, filsafat, humaniora dan sains.
Pelaksanaan Haji bagi umat Islam, hanya diwajibkan seumur hidup sekali. Untuk kedua kali, ketiga kali, atau lebih dihukumi sunnah. Sedangkan pelaksanaannya, umat Islam boleh memilih tiga cara berhaji, yakni ifrad, tamattu’, dan qiran.
Haji ifrad adalah ibadah Haji tanpa melaksanakan ibadah umrah. Haji tamattu’ adalah melaksanakan ibadah umroh sebelum ibadah Haji. Sedangkan Haji qiran adalah melakukan ibadah Haji dan umroh secara bersamaan, yaitu, satu kali niat untuk dua jenis pekerjaan.
Ibadah Haji adalah simbol persatuan dan kesatuan seluruh umat Muslim. Tidak ada perbedaan yang menjadi ciri khas masing-masing suku bangsa. Mereka bernaung dalam satu bendera yang sama, serta melakukan ritual ibadah yang sama. Mereka diikat oleh aturan ibadah yang sama, tidak ada yang diistimewakan baik mereka berasal dari kalangan orang kaya maupun orang miskin, orang terpelajar maupun orang tidak berpendidikan.
Pendiri dan pengasuh pondok pesantren Kreatif Baitul Kilmah, desa Sendangsari, kecamatan Pajangan, kabupaten Bantul, Jogjakarta ini menguraikan dalam tema rukun Haji lintas mazhab. Dikatakan bahwa rukun Haji adalah amalan-amalan inti dalam ibadah Haji. Jika salah satu rukun ini ditinggalkan, maka ibadah Hajinya menjadi batal. Juga tidak bisa diganti dengan membayar dam.
Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hanabi sepakat bahwa ada empat amalan ibadah yang masuk kategori rukun Haji, yaitu; ihram, tawaf ifadah, sa’i antara Shafa dan Marwah, serta wukuf di Arafah.
Mazhab Syafi’i menambahkan dua rukun Haji lagi, yaitu; tahallul dan tertib. tahallul dilakukan dengan memotong minimal tiga helai rambut kepala. Sedangkan pelaksanaan waktu tahalulnya dilakukan setelah wukuf di Arafah.
Dalam tema isthitha’ah, alumni doktoral UIN Sunan Kalijaga ini menguraikan, isthitha’ah secara bahasa berarti kemampuan. Karena isthitha’ah adalah syarat yang harus terpenuhi agar menjadi wajib hukumnya.
Dalam hikmah perspektif filosofis, isthitha’ah ialah kemampuan fisik, finansial, dan psikis yang menjadi syarat sahnya ibadah Haji dan umroh. Sebab, ibadah Haji dan umroh ini membutuhkan tenaga, pikiran, dan harta benda yang besar dalam melaksanakannya.
Di sisi lain, ibadah Haji dan umroh ini adalah ibadah yang akan meniru manasik (ritual-spiritual) peninggalan Nabi Adam as, Nabi Ibrahim as, sayyidah Hajar, dan Nabi Ismail as. Maka jika tidak memiliki kekuatan fisik, psikis, dan harta maka semua manasik tersebut menjadi tidak wajib. Sedangkan tawaf merupakan berkeliling Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran, dimulai dari rukun Hajar Aswad dan diakhiri dengan rukun Hajar Aswad pula.
Tawaf harus menempatkan Ka’bah di sebelah kiri, bukan disebelah kanan. Tawaf disunnahkan untuk dilakukan secara berkelanjutan tanpa putus-putus (muawalat). Dan selama tawaf juga disunnahkan berdoa dan melakukan shalat sunnah tawaf.
Tawaf mengandung makna saintifik, karena pada dasarnya Tawaf merupakan representasi dari gerakan alam semesta. Jika kita mengenal bahwa alam semesta berputar mengelilingi sumbu rotasi, maka gerakan tawaf adalah gerakan berputar mengelilingi pusat rotasi. Dari materi terkecil, atom, kita melihat elektron mengelilingi inti atom yang disebut proton. Ditingkat tata surya, kita melihat planet-planet termasuk bumi mengelilingi matahari, demikian selanjutnya.
Dalam tema berkurban, penulis Novel Biografi Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, yang diterbitkan Global Media Press, tahun 2011 ini menguraikan, berkurban berarti menyembelih binatang di tanah haram. Binatang ini meliputi; unta, sapi, dan kambing. Berkurban unta lebih utama daripada sapi, dan berkurban sapi lebih utama daripada kambing.
Berkurban dalam makna tasawuf merupakan rintangan paling besar dalam perjalanan spiritual (suluk). Seorang yang menempuh jalan spiritual (salik) akan selalu menghadapi gangguan dan godaan hawa nafsu ini. Begitu pula, indikator keberhasilan suluk seseorang adalah kematian hawa nafsunya, sehingga dirinya tidak lagi memiliki sifat iri hati, dengki, sombong, suka pamer, pemarah, pembenci dan sifat negatif lainnya.
Maka dari itu, rangkaian ibadah Haji dan umrah merupakan manasik (fiqih) yang amat komplek dan beragam, lebih-lebih Haji, waktunya sangat terbatas, sehingga paling beresiko madharat disebabkan perjalanan menuju satu tempat ke tempat yang lain.
Sementara perjalanan sendiri menjadi sebab rukhshah dan berkumpulnya orang di waktu dan tempat yang sama. Di sisi lain, kondisi jamaah juga beragam, banyak jamaah usia lanjut, sakit, risti, dan difabel.
Oleh karena itu, fiqih manasik lintas mazhab dengan beragam kondisi yang begitu banyak itu, perlu kiranya dirangkum dalam satu buku sederhana, supaya memudahkan dan jamaah bisa bisa bersikap mandiri.
Hadirnya buku ini, diharapkan bisa memberikan manfaat yang banyak kepada masyarakat, seperti umat Muslim sendiri, para santri, mahasiswa, kelompok bimbingan ibadah Haji dan umroh, petugas Haji, pembimbing Haji, ketua regu, ketua rombongan, dan lain-lain.
IDENTITAS BUKU :
Judul : Fiqih Lintas Mazhab Manasik Haji dan Umrah Untuk Masyarakat Umum (difabel, lansia dan sakit) Dilengkapi Makna Tasawuf, Filsafat, Humaniora dan Sains.
Penulis : Dr. H. Aguk Irawan, Lc, M.A
Penerbit : Pustaka Baitul Kilmah kerjasama PT Dawuh Guru dan PT Permata
Nur Hijjaz, Bantul, Jogjakarta.
Tahun Terbit : Maret, 2024
Tebal : xii + 120 Halaman
PERESENSI : Akhmad Syarief Kurniawan, warga NU, tinggal di
Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.
Terpopuler
1
Keutamaan Hari Tasyrik dan Amalan yang Dapat Dilakukan
2
Resmi Dilantik, Berikut Susunan Kepengurusan PW GP Ansor Lampung Masa Khidmah 2024-2028
3
Bolehkah Menerima Kurban dari Non-Muslim?
4
Saat Kang Jalal Pringsewu Robohkan Sapi Presiden Prabowo
5
GP Ansor Lampung Gelar Pelantikan Pengurus 2024-2028 di UIN Raden Intan, Tandai Kebangkitan Baru
6
Apakah Orang Berkurban Boleh Memakan Daging Kurbannya? Ini Ketentuan Pembagian Daging Kurban
Terkini
Lihat Semua