Literasi

Rendahnya Minat Membaca di Zaman Imam Thabari

Senin, 16 Juni 2025 | 10:08 WIB

Rendahnya Minat Membaca di Zaman Imam Thabari

ulama membaca buku/kitab (Ilustrasi: Istimewa)

Membaca merupakan kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, khususnya dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan wawasan.

 

Melalui membaca, seseorang dapat menyerap informasi, memahami ide dan konsep, serta mengasah kemampuan berpikir kritis. Membaca juga menjadi salah satu kunci utama untuk meraih kemajuan dalam berbagai bidang, baik itu ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, maupun pemikiran.

 

Akan tetapi, banyak umat manusia yang mengalami rendahnya minat baca. Hal ini sudah terjadi sejak zaman Imam Thabari. Padahal dalam Al-Qur’an sendiri, Allah swt sangat menganjurkan untuk membaca, sebagaimana pada surat Al-‘Alaq berikut:

 

 ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِنۡ عَلَقٍ ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ ٱلَّذِي عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ عَلَّمَ ٱلۡإِنسَٰنَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ 

 

Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, (2) Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah (3) bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, (4) yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (QS Al-‘Alaq, 96: 1-5).

 

Dalam kitab Thabaqât al-Syâfi’iyyah al-Kubrâ, Imam Tajuddin Abdul Wahhab al-Subki mencantumkan sebuah riwayat gundahnya Imam at-Thabari tentang rendahnya minat baca. Berikut riwayatnya:

 

 وروى أَن أَبَا جَعْفَر قَالَ لأَصْحَابه: أتنشطون لتفسير الْقُرْآن قَالُوا كم يكون قدره فَقَالَ ثَلَاثُونَ ألف ورقة فَقَالُوا هَذَا مِمَّا تفنى الْأَعْمَار قبل تَمَامه, فَاخْتَصَرَهُ فى نَحْو ثَلَاثَة آلَاف ورقة ثمَّ قَالَ: هَل تنشطون لتاريخ الْعَالم من آدم إِلَى وقتنا هَذَا, قَالُوا كم قدره, فَذكر نَحوا مِمَّا ذكره فى التَّفْسِير, فأجوبوه بِمثل ذَلِك فَقَالَ إِنَّا لله مَاتَت الهمم فَاخْتَصَرَهُ فى نَحْو مَا اختصر التَّفْسِير

 

Artinya: Diriwayatkan bahwa Abu Ja’far (at-Thabari) berkata pada teman-temannya: ‘Apakah kalian senang (mempelajari) tafsir Al-Qur’an?’ Mereka menjawab: ‘Berapa (lembar) kira-kira (tebal)nya?’ Abu Ja’far berkata: ‘Tiga puluh ribu lembar.’ Mereka berkata: ‘Ini akan mengabiskan usia sebelum selesai (membaca)nya.’ Maka Abu Ja’far meringkas kitab tafsirnya sekitar tiga ribu lembar saja. Kemudian ia bertanya (lagi): ‘Apakah kalian senang (mempelajari) sejarah dunia dari mulai Adam sampai masa kita sekarang ini?’ 

 

Mereka menjawab: ‘Berapa (lembar) kira-kira (tebal)nya?’ Abu Ja’far menyebut hampir sama dengan kitab tafsir tadi. Maka jawaban mereka sama persis dengan pertanyaan pertama. Kemudian Abu Ja’far berkata: ‘Innâ lillâhi, semangat (benar-benar) telah mati.’ Maka at-Thabari meringkas kitab sejarahnya sesuai dengan (jumlah halaman) kitab tafsirnya. (Imam Tajuddin al-Subki, Thabaqât al-Syâfi’iyyah al-Kubrâ, Kairo: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah, tt, juz 3, halaman 123)

 

Minat baca yang rendah di kalangan masyarakat, khususnya di dunia Islam, telah menjadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kemunduran peradaban Islam. Dalam sejarah, peradaban Islam pernah mencapai puncak kejayaan yang luar biasa, namun saat ini banyak yang melihat adanya penurunan signifikan dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Salah satu penyebab utama dari penurunan ini adalah berkurangnya minat terhadap membaca, yang pada gilirannya mempengaruhi produktivitas intelektual dan perkembangan peradaban secara keseluruhan.

 

Padahal, dengan membaca, kita akan bersahabat dengan banyak pikiran, sudut pandang, tafsiran, paradigma dan wawasan yang lebih luas. Salah satu filsuf Barat, Rene Descrates berkata, “The reading of all good books is like a conversation with the finest minds of past centuries”, “Membaca buku-buku bagus seperti berbincang dengan pikiran terbaik dari masa lalu.”

 

Membaca buku akan menemukan banyak pengalaman baru, meski pada bacaan yang sama,  karena pikiran kita akan selalu mengolah informasi terbaru dalam situasi yang berbeda. Dalam hal ini, Imam al-Muzani mengatakan:

 

 قرأت كتاب الرسالة للشافعي خمسمائة مرة، ما من مرة منها إلا واستفدت فائدة جديدة لم أستفدها في الأخرى

 

Artinya: Aku sudah membaca kitab al-Risalah karya Imam Syafi’i lima ratus kali, setiap kali membacanya, aku menemukan faidah baru (ilmu baru) yang tidak kutemukan (di saat membacanya) di waktu lain (Syekh Abdul Halim al-Jundi, Imâm al-Syâfi’i: Nâshir al-Sunnah wa Wâdli’ al-Ushûl, Kairo: Darul Ma’arif, tt, halaman 195).

 

Dengan demikian, marilah kita mulai memperbanyak membaca buku, menjadikan membaca sebagai hobi, karena membaca merupakan jendela ilmu, terutama di era teknologi seperti di zaman sekarang. Pada zaman dahulu membawa buku yang akan dibaca hanya terbatas, 1-5 buku. Sedangkan di zaman sekarang, dengan menggunakan android kita bisa membawa dan melahap jutaan buku di dalam aplikasi internet.