
Buku berjudul Oase Gus Dur; Menyelami Pemikiran, Kearifan, dan Keteladanan Sang Guru Bangsa (Foto: NU Online Lampung)
Wahyu Iryana
Penulis
Sebelum bicara isi buku, kita harus jujur mengakui bahwa membicarakan Gus Dur ibarat menakar lautan dengan ember. Selalu ada yang tertumpah, tercecer, dan menguap ke udara. Gus Dur bukan sekadar ulama, politisi, atau budayawan. Ia lebih dari itu: perwujudan hidup dari Indonesia yang berwarna-warni, penuh humor, dan sesekali membuat dahi berkerut.
Sang penulis adalah Prof Ahmad Zaenul Hamdi, kemudian oleh para sahabatnya sering dipanggil Inung atau mas Inung. Buku Oase Gus Dur seperti judulnya, hadir sebagai pelepas dahaga bagi mereka yang rindu menyelami pemikiran dan keteladanan Sang Guru Bangsa. Ditulis oleh seorang kader NU, aktivis PMII, dan veteran Direktur Pendis Kemenag RI, buku ini adalah tafsir personal yang kaya dan bernas, menampilkan Gus Dur dalam berbagai wajah: sebagai pemikir, pendekar keadilan, pembela perempuan, penikmat humor, dan penyambung kasih lintas agama.
Gus Dur, DNA Keindonesiaan
Narasi yang disusun Inung dalam buku ini tidak hanya mengupas gagasan Gus Dur, tetapi juga menautkannya dengan pergulatan keindonesiaan yang masih relevan hari ini. Sebagaimana dijelaskan Alissa Wahid dalam pengantarnya, Inung membangun benang merah pemikiran Gus Dur dengan gaya mensyarah kitab kuning ala santri: penuh catatan kaki, renungan, dan sambungan ide dari para pecinta Gus Dur.
Di tangan Inung, Gus Dur bukan sekadar tokoh yang dihormati, tetapi juga seorang kesatria yang menempuh jalan sunyi. Ia menolak tunduk pada tekanan politik dan tetap lantang membela yang lemah. Salah satu kutipan menarik dalam buku ini adalah testimoni Buya Husen dari Fahmina Cirebon:
"Manusia besar dalam suatu zaman selalu memiliki musuh dari kalangan orang-orang bermoral rendah."
Gus Dur, dalam hal ini, bukan hanya seorang pemimpin, tetapi juga simbol keberanian menghadapi ketidakadilan—bahkan jika harus menanggung risiko dihujat dan disingkirkan.
Perempuan, Budaya, dan Islam yang Rahmah
Buku ini juga membahas secara mendalam keberpihakan Gus Dur terhadap kaum perempuan. Sebagai tokoh yang dekat dengan isu kesetaraan gender, ia melihat perempuan bukan sekadar objek, tetapi subjek aktif dalam peradaban Islam dan Indonesia. Dengan gaya bertutur yang renyah, Inung menggambarkan bagaimana Gus Dur tak segan membela hak-hak perempuan di tengah pusaran konservatisme yang mengekang.
Tak hanya itu, refleksi keislaman dalam buku ini mengalir seperti aliran sungai yang jernih. Gus Dur menempatkan Islam sebagai rahmat bagi semesta, bukan alat untuk membangun tembok pemisah antarumat beragama. Ia kerap mengingatkan bahwa esensi agama adalah kemanusiaan. Dalam konteks Indonesia, agama seharusnya menjadi jembatan, bukan jurang yang memisahkan.
Humor yang Menyelamatkan
Yang tak kalah menarik dalam buku ini adalah sisi humor Gus Dur. Seperti yang kita tahu, Gus Dur adalah tokoh yang bisa membuat lawannya tertawa sebelum sadar bahwa mereka baru saja dikritik habis-habisan. Hamdi menghadirkan banyak anekdot segar yang menghidupkan kembali humor khas Gus Dur—humor yang bukan sekadar hiburan, tetapi juga kritik sosial yang cerdas.
Salah satu kisah yang diceritakan dalam buku ini adalah saat Gus Dur ditanya wartawan soal korupsi di Indonesia. Dengan santai ia menjawab, “Di negara lain, korupsi itu menyangkut uang negara. Di Indonesia, uang negara itu menyangkut korupsi.”
Humor seperti ini adalah senjata Gus Dur dalam menyampaikan gagasan. Ia memahami bahwa kritik yang dibungkus dengan tawa akan lebih mudah diterima oleh masyarakat, bahkan oleh mereka yang dikritik.
Menyentuh Anak Muda
Hal lain yang patut diapresiasi dalam buku ini adalah bagaimana Inung menyajikan Gus Dur dalam narasi yang relevan bagi anak muda. Dengan gaya bahasa yang ringan, reflektif, dan penuh cerita, buku ini tidak terasa seperti kuliah filsafat yang berat. Sebaliknya, ia lebih mirip obrolan santai di warung kopi, tetapi dengan muatan intelektual yang mendalam.
Bagi generasi yang mungkin hanya mengenal Gus Dur dari meme atau potongan video di media sosial, buku ini adalah pintu masuk yang menarik untuk memahami sosoknya lebih jauh.
Bacaan Wajib bagi Pecinta Gus Dur
Sebagai sebuah buku yang berusaha menangkap esensi Gus Dur, Oase Gus Dur berhasil menghadirkan sosoknya dengan cara yang hidup, cerdas, dan menginspirasi. Mas Inung menulis dengan gaya yang cair, hidup, tetapi tetap mudah dicerna.
Buku ini layak dibaca oleh siapa saja yang ingin mengenal lebih dalam tentang pemikiran dan keteladanan Gus Dur—baik sebagai pemimpin, pejuang, maupun manusia biasa yang tak lepas dari kelucuan dan ironi hidup.
Gus Dur pernah berkata, "Tidak penting apa pun agamamu atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu."
Buku ini, dengan segala kekayaan gagasan di dalamnya, adalah pengingat bahwa Gus Dur bukan sekadar sejarah, tetapi juga masa depan Indonesia yang kita rindukan.
IDENTITAS BUKU :
Judul : Oase Gus Dur; Menyelami Pemikiran, Kearifan, dan Keteladanan Sang Guru Bangsa
Penulis : Ahmad Zaenul Hamdi
Penerbit : Arina, Jakarta Selatan
Tahun Terbit : 2024
Tebal : 176 halaman
Nomor ISBN : 9786231056603
Peresensi : Wahyu Iryana, Kader muda NU yang meyakini bahwa humor dan keberanian adalah dua hal yang harus selalu berjalan beriringan.
Terpopuler
1
3 Amalan Malam Nuzulul Qur'an, Ahad 16 Maret 2025
2
Bolehkah Shalat Tahajud Setelah Shalat Witir
3
Nuzulul Qur'an: Berikut 5 Fadilah Membaca Al-Qur'an pada Malamnya
4
Bacaan Qunut Witir pada Separuh Akhir Ramadhan, Arab, Latin dan Terjemah
5
Kisah Sayyidah Khadijah ra dan Hari-Hari Menjelang Turunnya Al-Qur’an
6
Berikut Keutamaan Lailatul Qadar pada Bulan Ramadhan
Terkini
Lihat Semua