Pernik

Santri Pecinta Alam Ziarah ke Makam Mahbub Djunaidi, Tokoh Intelektual NU

Kamis, 26 Desember 2024 | 15:00 WIB

Santri Pecinta Alam Ziarah ke Makam Mahbub Djunaidi, Tokoh Intelektual NU

Santri Pecinta Alam (Sapala) saat berziarah ke Makam Mahbub Junaidi di Bandung, Jawa Barat. (Foto: Istimewa)

Selama tinggal di Bandung, anggota Santri Pecinta Alam (Sapala) tidak menyia-nyiakan waktu untuk menziarahi tokoh aktivis Nahdlatul Ulama (NU), yaitu Mahbub Djunaidi, Selasa (24/12/2024). Makamnya terletak di Kompleks Pemakaman Assalaam Caringin, Bandung, Jawa Barat.

 

Mahbub Djunaidi adalah salah satu tokoh intelektual yang memberikan kontribusi besar dalam perjuangan dan pemikiran di lingkungan NU. Sebagai seorang jurnalis, penulis, dan aktivis, ia memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, demokrasi, serta pentingnya modernisasi dalam organisasi Islam tradisional seperti NU. 

 

Perjuangan Mahbub di NU mencerminkan upayanya menjadikan organisasi ini lebih relevan dengan tantangan zaman, tanpa meninggalkan akar tradisionalnya.

 

Mahbub mulai terlibat aktif di NU melalui keterlibatannya dalam organisasi mahasiswa Islam, terutama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), yang berafiliasi dengan NU atau masuk dalam badan otonom (Banom) NU. 

 

Sebagai Ketua Umum Pengurus Besar (PB) PMII pada awal 1960-an, ia memperkuat basis intelektual mahasiswa NU dan memperjuangkan pentingnya peran pemuda dalam pembangunan bangsa. Mahbub mengarahkan PMII untuk menjadi organisasi progresif yang tidak hanya berfokus pada agama, tetapi juga pada isu-isu sosial, politik, dan kebangsaan.

 

Pada lingkungan NU, Mahbub dikenal sebagai pemikir yang kritis namun konstruktif. Ia mendorong NU untuk beradaptasi dengan perubahan sosial dan politik, terutama dalam menghadapi tantangan modernisasi dan dinamika politik Orde Baru (Orba). 

 

Ia sering menulis artikel yang membahas posisi NU dalam kehidupan bernegara, dengan menekankan pentingnya sikap inklusif, pluralisme, dan keterbukaan terhadap gagasan-gagasan baru. Dalam pandangannya, NU harus menjadi organisasi yang responsif terhadap kebutuhan umat, tanpa kehilangan identitasnya sebagai penjaga tradisi Islam Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja).

 

Mahbub juga memperjuangkan NU agar tetap konsisten dalam memperjuangkan keadilan sosial dan menjadi penyeimbang dalam percaturan politik nasional. Sebagai anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang merupakan gabungan partai-partai Islam termasuk NU, ia sering menyuarakan kepentingan rakyat kecil dan mendesak pemerintah untuk mengutamakan keadilan sosial.

 

Gaya kepemimpinan Mahbub yang humoris namun serius, serta kepiawaiannya dalam berdiplomasi, menjadikannya tokoh yang dihormati di NU. Ia mampu menjembatani perbedaan pandangan antara kelompok tradisional dan modernis dalam organisasi ini. 

 

Melalui tulisan dan perjuangannya, Mahbub membantu memperkuat NU sebagai kekuatan moral dan intelektual yang relevan dalam konteks Indonesia modern.

 

Mahbub Djunaidi meninggal pada 1 Oktober 1995, tetapi kontribusinya terhadap NU terus dikenang. Ia adalah simbol intelektual Muslim yang berhasil menggabungkan tradisi dengan modernitas, sekaligus menginspirasi generasi penerus untuk melanjutkan perjuangannya.

 

Dalam nisan makamnya tertulis beberapa kontribusi dan capaiannya di NU, seperti Ketua Umum PB PMII dan pencipta Mars Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Kemudian di bawahnya tertulis tahun-tahun ia menjabat di organisasi maupun di pemerintahan, di antaranya 1958-1960 (Pemimpin Redaksi Duta Masyarakat), 1960-1966 (Ketua Umum PB PMII), 1965-1970 (Ketua umum PWI pusat).

 

Kemudian 1967-1971 (Anggota DPR-GR dan wakil sekjen DPP PPP), 1971-1982 (Anggota DPR/MPR RI), 1970-1979 (Wakil sekjen PBNU), 1979-1984 (Ketua II PBNU), 1984-1989 (Wakil ketua PBNU), 1989-1994 (Anggota Mustasyar PBNU).