• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Selasa, 30 April 2024

Pernik

Inilah 3 Adab dalam Menghapal bagi Para Santri

Inilah 3 Adab dalam Menghapal bagi Para Santri
Inilah 3 Adab dalam Menghapal bagi Para Santri Sumber foto: NU Online
Inilah 3 Adab dalam Menghapal bagi Para Santri Sumber foto: NU Online

Adab merupakan sebuah kehalusan, kesopanan dan kebaikan budi pekerti. Apapun yang akan kita lakukan, rambu-rambu paling utama adalah Adab, perihal sangat pentingnya masalah adab sampai sampai Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki mengatakan “Iblis tidaklah celaka karna kurangnya ilmu, tapi Iblis celaka karna kurang Adab”.  Jadi bagi kita para santri mari kita pahami beberapa adab yang harus kita lakukan dalam kegiatan apapun, khususnya dalam hal menghapal.

 

Imam nawawi Al Dimasyqi dalam kitabnya At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’an menjelaskan beberapa adab dalam mengahapal yang perlu untuk diperhatikan. Secara umum dapat penulis bagi kedalam 3 poin utama, diantaranya:

 

Pertama, mensucikan hati dan diri

 

Dalam mencari ilmu, penampilan buruk dan hati yang tercela sangat bertolak belakang dengan hakikat ilmu itu sendiri. Sejatinya kebersihan hati merupakan obat dari penyakit hasad, iri dan penyakit hati lainya. Hati yang suci, penampilan baik, lingkungan dan badan yang suci dari hadas serta menghadap kiblat menandakan bahwa kita siap untuk menerima ilmu dan keberkahan dari guru kita, terlebih lagi ditambah kita melaksanakan shalat sunnah terlebih dahulu, maka akan menjadi kesuksesan dalam belajar, terutama menghapal pelajaran.

 

Hal tersebut kita lakukan semata-mata hanya untuk memuliakan ilmu yang akan kita pelajari. Kita sadari bersama bahwa dengan beberapa hal yang kita lakukan diatas menandakan bahwa kita siap untuk menerima ilmu dari Allah swt.

 

Mensucikan diri dan menjauhkan diri dari kemaksiatan merupakan kunci utama yang harus dilakukan bagi para pelajar. Ingatkah kita bahwa Imam Muhammad bin Idris Asyyafii pernah mengadukan kualitas hapalanya kepada guru beliau, Imam Waqi’, “Aku (Imam Syafii) mengadu kepada Imam Waqi’ tentang buruknya hapalan. Lalu beliau menasihatiku agar meninggalkan perbuatan maksiat”.  Karna sesungguhnya hapalan adalah anugerah dari Allah swt. Sedangkan mana mungkin Allah swt akan memberikan ilmu kepada ahli maksiat.


Kita sangat mafhum bahwa ilmu itu suci, mana mungkin ilmu akan masuk ke dalam jiwa yang kotor, itu hal yang sangat mustahil bukan?. Mungkin kita akan bertanya, kenapa banyak ahli maksiat yang memiliki ilmu?, tapi harus kita pahami apakah ilmu tersebut akan menghantarkan kita pada keridhaan Allah swt atau justru akan menjerumuskan kita pada jurang kemurkaan-Nya.


Kedua, konsentrasi dalam belajar

 

Imam Nawawi mengatakan bahwa sebagai pelajar dalam menghapal Ilmu Allah harus menjauhkan diri dari menjalani kesibukan, kecuali kegiatan tersebut ada hubunganya dengan ilmu yang sedang kita pelajari dan hapalkan. Hal itu serupa dengan yang dikatakan Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, bahwa apabila pikiran peserta didik telah terbagi, maka kuranglah kesanggupanya dalam mendalami ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pendidikan modern hal itu disebut dengan multitasking. Tentu hal tersebut akan mengganggu konsentrasi kita dalam belajar dan menghapal Ilmu Allah tersebut.

 

Selain itu juga, dalam menghapalkan ilmu, maka mengulang-ulang hapalan merupakan kegiatan yang membutuhkan ketekunan, kesabaran, kesungguhan dan konsentrasi yang sangat tinggi. Kecerdasan saja tidaklah cukup, tapi konsentrasi yang tinggi sangat diperlukan. Hal ini sangat sulit dilakukan, terlebih saat kita berada pada situasi dan kondisi yang tidak memadai untuk kita menghapal.

 

Perlu diingat, mereka dengan IQ yang tinggi tidak ada jaminan berhasil dalam menghapal. Jaminan berhasil adalah bagi mereka yang tekun dan istikamah dengan konsentrasi tinggi. Sebalikanya jika hanya mengandalkan IQ tinggi tanpa memiliki konsentrasi, ketekunan, dan ketelatenan dalam menghapal maka siapkan saja dirimu untuk mendapati kegagalan dalam menghapal.

 

Ketiga, komitmen dalam belajar

 

Komitmen mencerminkan kemantapan kemauan, tekad, kesungguhan dan keteguhan hati. Kontrak belajar bagi para penghapal adalah kontrak tanpa batas waktu untuk mengulang-ngulang hapalanya agar terjaga.  Jika sikap ini tidak ada dalam diri para penghapal, maka akan sangat sulit dalam menyelesaikan hapalanya.  Karna sering sekali dalam proses menghapal kita dihadapkan dengan lingkungan yang kurang cocok serta masalah yang silih berganti kita hadapi.

 

Demikianlah 3 poin yang harus kita perhatikan dalam menghapal menurut Imam Nawawi Al Dimasyqi. Seringkali kita dengar guru kita menyampaikan kepada kita, jika kita mau menghapal sesuatu, beliau menyuruh kita untuk memakai pakaian yang sopan, menutup aurat, berwudhu, shalat sunnah, baru setelah itu mulai hapalan. Tak hanya itu, bahkan guru kita sering menyuruh kita untuk menghadap kiblat dalam menghapal. Karena semua itu merupakan cara agar para murid-muridnya berhasil dalam menghapal dan mempelajari Ilmu Allah swt.

 

Ustadz Mahfudz Nasir, Pengajar di Pondok Pesantren Al Hikmah Bandar Lampung
 


Pernik Terbaru