• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Opini

Ramadhan: Momentum dan Indahnya Keberagaman

Ramadhan: Momentum dan Indahnya Keberagaman
Ramadhan: Momentum dan Indahnya Keberagaman (Ilustrasi gambar: NU Online)
Ramadhan: Momentum dan Indahnya Keberagaman (Ilustrasi gambar: NU Online)

Setelah beberapa tahun terakhir kita melaksanakan ibadah bulan suci ramadhan dalam suasana pandemi covid 19, akhirnya di tahun ini kita dipertemukan kembali dengan bulan ramadhan dalam keadaan normal tanpa adanya pembatasan. 


Momentum ini tentu jangan sampai dilewatkan dan mesti kita manfaatkan dengan maksimal. Perasaan suka cita dan syukur menyelimuti hati umat Islam kala dipertemukan kembali di bulan suci penuh rahmat ini, walau tentu di tiap tahunnya selalu ada perbedaan dikarenakan adanya keluarga, tetangga, teman kita yang telah menghadap ilahi terlebih dahulu.


Banyak ibadah yang bisa dilakukan pada bulan suci Ramadhan. Bahkan, apapun aktivitas yang kita kerjakan pada bulan ini dihitung nilai pahala ibadah. Tarawih dan tadarus merupakan dua ibadah istimewa yang tidak akan kita temui di bulan-bulan lainnya. Ibadah shalat tarawih yang akan dilaksanakan sepanjang malam bulan Ramadhan akan menghiasi indahnya malam-malam pada satu bulan ke depan. 


Tarawih dan witir dengan jumlah 11 rakaat maupun 23 rakaat tidak menjadi suatu permasalahan yang melulu harus diperdebatkan, karena dengan adanya perbedaan tersebut menciptakan indahnya keberagaman di bulan suci Ramadhan.


Begitu juga dengan ibadah lainnya yakni tadarus Al-Qur’an. Kegiatan dengan membaca, memaknai isi, mengambil pelajaran, termasuk juga mendengarkan yang menjadi bagian dari kegiatan tadarusan ini. Mengamalkannya baik itu di rumah maupun di masjid turut mengisi kehidupan setiap detiknya di bulan suci Ramadhan. 


Setiap tempat hampir pasti melakukan kegiatan tadarus, terutama di masjid-masjid baik anak-anak hingga orang tua akan melaksanakan tadarusan, dan banyak yang menggunakan pengeras suara.


Tetapi, satu hal yang perlu sama-sama kita ingat, bahwa pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama pernah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022 yang berkenaan dengan penggunaan pengeras suara. Bukan hanya mengatur tentang perihal kegiatan ramadhan saja, tetapi juga mengatur pelaksanaan ibadah shalat lima waktu, baik sebelum, saat, dan sesudah shalat maupun kegiatan syiar Islam lainnya. Volume yang ditetapkan sebagai batas maksimal volume pengeras suara masjid sebesar 100 desibel (dB).


Dengan adanya aturan tersebut, kita sebagai masyarakat janganlah berprasangka buruk dengan berpikir pemerintah mendiskreditkan dan tidak mendukung kegiatan umat Islam. Justru dengan aturan tersebut akan menyempurnakan ibadah-ibadah kita yang dilaksanakan di masjid. 


Jika kita melaksanakan kegiatan di masjid dengan tujuan beribadah mengharap ridha, rahmat, dan pahala dari Allah swt, tetapi dalam pelaksanaannya ada hal-hal yang tidak kita sadari yang dapat mengganggu kegiatan lain di luar masjid, sehingga ibadah yang telah kita lakukan ternodai dengan kesalahan yang tidak kita sadari.


Aturan terkait pengeras suara bukan untuk menguntungkan siapa-siapa. Apapun agama, suku, ras, dan golongan tidak ada yang membedakan. Semua ini dilakukan atas dasar kemaslahatan, umat Islam dengan saudara kita non muslim harus bersama kita jaga selalu persaudaraan. Pengeras suara yang di luar batas volumenya dan kurang baik kualitasnya tentu akan mengakibatkan ketidaknyamanan masyarakat. 


Sekali lagi, ini bukan berkaitan dengan substansi seperti bacaan Al-Qur’an, suara penceramah maupun adzan. Tetapi ini berkaitan dengan volume yang di luar batasan dan berapa lamanya waktu yang diperbolehkan menggunakan pengeras suara luar.


Betapa indahnya bulan ramadhan yang diisi dengan kegiatan-kegiatan ibadah di masjid. Semalaman hingga terbit matahari kita melaksanakan ibadah tentu menjadi suatu nilai pahala yang tak terhingga besarnya. Sedangkan bagi saudara-saudara kita yang melaksanakan ibadah dari rumah maupun yang sedang beristirahat bersama keluarga, atau yang sedang diberikan cobaan sakit, serta ada juga ada yang diberikan kebahagiaan seorang bayi kecil, maupun yang lainnya. Mereka turut merasakan indah dan khidmatnya bulan suci Ramadhan.


Kemeriahan bulan Ramadhan bukan hanya dirasakan umat Islam, tetapi saudara kita non muslim turut serta merasakan kemeriahannya. Banyak saudara kita non muslim yang menjaga perasaan kita sebagai umat Islam dengan tidak makan di tempat umum. Kalaupun nanti ada saudara kita sesama muslim atau non muslim kedapatan makan di tempat umum, itu bukan menjadi permasalahan yang harus dihadapkan dengan emosi atau penutupan tempat makan, karena tidak semua orang terkena kewajiban berpuasa dan sejatinya ibadah puasa kita ini menjadi nilai pahala kita masing-masing. 


Banyak cara yang baik dan humanis yang bisa kita lakukan untuk menyikapinya. Jangan hanya karena ada orang yang sedang makan lalu kemudian iman kita goyah dan melakukan hal yang tidak baik, yang seharusnya tidak dilakukan orang yang sedang berpuasa. Kita lupa bahwa esensi dari puasa adalah menahan diri dari hawa nafsu, menahan hawa nafsu bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus, tetapi menahan diri untuk tidak marah dan berusaha bersikap bijaksana dalam menyikapi banyak hal.


Tidak cukup sampai disitu, banyak juga dari saudara kita non muslim ikut meramaikan Ramadhan dengan membeli makanan-makanan takjil yang banyak dijual di pinggir jalan maupun di pasar Ramadhan. Betapa besar kebahagiaan dan berkah Ramadhan yang bisa dirasakan semua kalangan umat. Indahnya keberagaman dan toleransi ini yang harus kita rawat dengan baik, tentu ini tidak lepas karena kita disatukan dalam satu kesatuan negara republik Indonesia dengan berideologi Pancasila.


Muhammad Afdhol Kusuma Ningrat, Dosen STAINU Kotabumi Lampung Utara


Opini Terbaru