Bulan suci Ramadhan 1445 H sebentar lagi akan tiba, namun ada kemungkinan akan terjadi perbedaan dalam penetapan awal Ramadhan. Dalam kalender hijriah penetapan awal bulan qamariyah berlandaskan tampaknya hilal (bulan sabit muda) di atas ufuk pasca matahari terbenam (ghurub).
Setidaknya ada dua metode yang berkembang dalam khazanah Islam di Indonesia untuk penentuan awal bulan hijriah, yaitu hisab hakiki-wujudul hilal dan rukyatul hilal-imkanur rukyah, masing-masing metode melandaskan dirinya pada argumentasi normatifnya masing-masing
Wujudul hilal mendasarkan diri pada hadits Nabi:
إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
Artinya: Jika kalian melihat hilal (hilal ramadhan) maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (hilal syawal) maka berbukalah. Jika kalian terhalang (dari melihatnya) maka perkirakanlah ia.
Tafsir terhadap diksi faqduru-lah adalah perkirakanlah dengan menggunakan perhitungan astronomis untuk menentukan posisi bulan sabit muda menggunakan ilmu hisab/astronomi. Sedangkan rukyatul hilal mendasarkan pada firman Allah swt.
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Artinya: Maka barangsiapa di antara kalian menyaksikan bulan maka hendaklah ia berpuasa (pada) nya (QS Al Baqarah: 185).
Perpaduan ilmu pengetahuan astronomi atau hisab dengan rukyatul hilal, suatu aktivitas mengamati penampakan bulan sabit muda yang tampak pertama kali setelah terjadinya ijtima’ atau konjungsi, menggunakan teknologi teropong bintang seperti teleskop atau theodolite.
Kemudian melahirkan metode derivatif berikutnya yang dikenal dengan imkanur rukyah atau visibilitas hilal, yaitu mempertimbangkan kemungkinan rasional-obyektif bulan tsabit muda bisa terlihat, maka lahirlah kriteria Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) hilal dapat teramati apabila mencapai ketinggian 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat.
Metode wujudul hilal bisa menentukan 1 Ramadhan 1445 H dari jauh-jauh hari, karena hanya mencukupkan diri pada ilmu pengetahuan astronomis atau ilmu hisab semata, yang penting hilal sudah wujud (eksis) di atas ufuk, tidak penting bisa dilihat atau tidak. Sedangkan rukyatul hilal di samping menggunakan perhitungan astronomis atau hisab juga mempersyaratkan hilal harus bisa dilihat.
Informasi ilmiah dari Badan Meteorologi, Klimaatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan ketinggian hilal di Indonesia saat Matahari terbenam pada 10 Maret 2024, berkisar antara -0,33 derajat di Jayapura Papua sampai dengan 0,87 derajat di Tua Pejat Sumatera Barat. Sedangkan elongasi pada 10 Maret 2024 menurut data BMKG berkisar antara 1,64 derajat di Denpasar Bali sampai dengan 2,08 derajat di Jayapura Papua.
Kesimpulannya, madzhab wujudul hilal tentu akan menetapkan 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada Senin, 11 Maret 2024 M. Sedangkan madzhab rukyatul hilal-imkanur rukyah potensial akan mengistikmalkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari, sehingga 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada hari Selasa, 12 Maret 2024. M.
Apakah di masa depan bisa disatukan metodenya, tentu saja bisa dengan prinsip kaidah fiqih;
حُكْمُ الحَاكِمِ يَرْفَعُ الخِلَافَ
Artinya: Keputusan hakim (Pemerintah yang sah) seharusnya bisa menghilangkan perselisihan.
Kiai Abdul Aziz, Wakil Ketua PCNU Kota Bandar Lampung
Terpopuler
1
Ikut Kang Jalal Yuk!, Pelatihan Tukang Jagal Halal LTMNU Pringsewu
2
Khutbah Jumat: 3 Cara Meraih Pahala yang Setara dengan Haji bagi yang Tidak Mampu
3
IPNU-IPPNU MAN 1 Pringsewu Terbentuk, Persiapan Pelantikan Dikebut
4
Peluncuran CV Rich Makmur International hingga Pesantren Ramah Anak Semarakkan Harlah RMINU
5
Perkuat Peran di Bidang Kesehatan, PW Muslimat NU Jalin Kerja Sama dengan Dinas Kesehatan Lampung
6
Lindungi Keluarga, Fatayat NU Labuhan Ratu Kecam Keras Fenomena Fantasi Sedarah di Medsos
Terkini
Lihat Semua