• logo nu online
Home Warta Syiar Bahtsul Masail Keislaman Khutbah Teras Kiai Pernik Kiai Menjawab Pendidikan Opini Literasi Mitra Pemerintahan Ekonomi Tokoh Seni Budaya Lainnya
Sabtu, 4 Mei 2024

Opini

Pentingnya Santri Terjun di Bidang Politik

Pentingnya Santri Terjun di Bidang Politik
Ulama dan santri yang terjun di bidang politik diharapkan dapat menjadikan sistem politik lebih baik (Ilustrasi Foto: NU Online)
Ulama dan santri yang terjun di bidang politik diharapkan dapat menjadikan sistem politik lebih baik (Ilustrasi Foto: NU Online)


Kehidupan manusia tidak akan terlepas dari dunia politik, karena mayoritas manusia tinggal di suatu negara yang di dalamnya ada pemimpin dan sistem pemerintahan. Bahkan kita akan sulit mencari kehidupan manusia yang di luar suatu negara tertentu. Andaikata ada itu sangat terpencil sulit di akses. 

 

Semenjak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan pada 24 Oktober 1945, dan batas-batas negara dibagi dan disepakati, maka hampir di seluruh tanah di dunia menjadi milik negara tertentu. 

 

Sebenarnya sistem politik bukan hal baru, karena sebelum PBB dilahirkan dunia sudah berganti-ganti sistem politik berdasarkan daerahnya masing-masing. Ada bentuk republik seperti San Marino yang  mendeklarasikan kemerdekaannya pada 3 September 301 M. 

 

Ada juga bentuk kerajaan seperti Denmark yang berdiri tahun 935 M, atau seperti negara Amerika Serikat yang  bentuk pemerintahannya republik konstitusional federal--terdiri dari 50 negara bagian dan sebuah distrik federal, dan sebagainya. 

 

Di negara Indonesia sendiri menganut bentuk Negara Kesatuan Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan sistem presidensial yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 di Jakarta.

 

Dari mulai berdirinya negara Indonesia bahkan sebelum berdiri, banyak tokoh bangsa yang berperan dalam mewujudkan kemerdekaan, termasuk para santri dan kiai pesantren, seperti KH Wahab Hasbullah dengan organisasi Hizbullah. 

 

Kemudian KH Hasyim Asy'ari yang terkenal dengan resolusi jihad. Lalu
KH Wahid Hasyim yang ikut berperan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).  Hal ini menandakan bahwa para santri dan kiai sudah terlibat dalam politik di Indonesia jauh sebelum dan sesudah negara berdiri.

 

Santri sendiri merupakan kelompok pelajar Islam yang mendalami ilmu agama di pondok pesantren, dan ketika selesai mondok, maka di wajibkan untuk menyebarkan ilmunya di manapun, kapanpun dan dalam keadaan apapun. Ada yang berdakwah menjadi guru, penceramah, tentara, pejabat, dan sebagainya. 

 

Ketika santri ikut andil dalam politik dan menjadi pejabat, maka kebijakan-kebijakan yang dibuat atau diputuskan tidak akan lepas dari ajaran-ajaran yang dipelajari di pesantren, sehingga menjadikan kemaslahatan bagi umat. 

 

Seperti contoh, jika ada kemungkaran tempat perjudian, jika santri hanya rakyat biasa dan tidak mengerti politik, maka akan sulit memberantasnya, akan tetapi jika santri memiliki kuasa dan paham tentang sistem, maka dengan kertas selembar dan tanda tangan, tempat judi tersebut akan mudah dihilangkan.

 

Selain itu juga, ketika santri berpolitik, maka bisa menjadi lawan dari paham-paham yang menyimpang dan merugikan rakyat serta negara. Begitupun dengan urusan agama, ketika santri berkuasa, maka ia juga ikut serta menegakkan agama dan mendakwahkan agama.

 

Perlu diingat, di mana ada suatu daerah yang pemimpin dan pejabatnya Muslim, maka mayoritas penduduknya banyak yang menjadi Muslim. Itu menandakan bahwa salah satu pendekatan dalam berdakwah adalah dengan politik. 

 

Lantas bagaimana jika ada ulama yang mengharamkan politik, dan menganggap jika ada ulama lain dan santri berpolitik atau dekat dengan penguasa menjadi ulama su' (jelek) dan sesat. Ini hal yang keliru. Justru ulama dan santri bisa menjadi warna kebaikan bagi penguasa dan negerinya. 


 
Pada zaman Khulafaur Rasyidin, Khalifah Umayyah, Abassiyyah, Ustmaniyyah dan lainnya, banyak umara (pemimpin) sekaligus menjadi ulama. Seorang raja yang juga ahli dalam ilmu agama. Maka kebijakannya disandarkan kepada ajaran Al-Qur'an, As-Sunnah dan kemaslahatan bagi rakyat. 


(Yudi Prayoga)


Opini Terbaru